"Cinta adalah kesendirian. Dan ketika kesendirian menciptakan sunyi, sepi yang khusuk, manifestasi hasratku, muncullah mimpi. Cahaya jelita dari balik tulang rusukku. Bidadari indah, bermata laksana bintang, pipi seperti rembulan, rambut berurai, bulu mata lentik, dan bibir senantiasa berhias senyum sang fajar."
"Aku memeluk dia seperti aku memeluk diriku, tapi dalam wajah berbeda. Aku pandangi senyuman bibirnya. Dan aku melihat setumpuk gunung gula, manis rasa syukurku. Lalu aku meraba bibirku, dan aku merasakan manisnya sebatang tebu. Aku bertanya: Siapa namamu?"
"Hawa, " jawabnya.
"Siapa sesungguhnya engkau?" tanya Adam.
"Aku adalah bayanganmu. Bayangan cahaya hasrat putih tulus hatimu, " ujar Hawa.
"Mengapa engkau berbeda?" tanya Adam kembali.
"Karena ku punya nama. Engkau Adam dan aku Hawa. Engkau seorang pria, aku seorang wanita, " jelas Hawa.
"Kanda Adam, boleh aku bertanya: Apa beda manis gunung gula senyumanku dengan manis sebatang tebu di sudut senyumanmu?" tanya Hawa.
***
Sungguh yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. Proses modern dengan beraneka ragam persoalan yang dihadapi, terjadinya perubahan tata nilai, integritas budaya, kecendrungan globalisasi, dan aspek-aspek lainnya, merupakan konsekwensi logis dari suatu proses perubahan. Dampak positif dan negatif selalu ada. Tinggal bagaimana kita mencermati, dan pada akhirnya memutuskan dengan berfikir jernih. Bukan semata-mata emngandalkan kecerdasan logika/akal, dan akal emosional belaka. Namun menggunakan akal spiritual yaitu kasih sayang dalam hati sanubari.
Kita lihat tangan kanan dan tangan kiri kita, kaki kanan dan kaki kiri kita, berbeda tapi bisa seiring, seirama dan setujuan. Apa maknanya?