Sosok itu tidak menjawab sepatah kata pun. Selain tak bergeming dengan ucapan, sosok itu tak bergerak lagi setelah tiga atau empat meter melangkah maju.
“Maaf kalau boleh tau, siapa kamu?” desakku lagi.
Sosok perempuan itu tetap diam seribu bahasa. Tapi matanya pelan-pelan saya lihat dari bias lampu beranda yang temaram itu putih semua dan tak ada hitam sedikitpun. “Ini hantu jenis apa, kalau kuntilanak bukan seperti ini!” batinku.
Karena curiga dan was-was jika terjadi suatu hal yang tidak saya duga, saya mundur beberapa langkah. Sosok hitam itu tetap diam mematung, sambil tetap berjalan mundur saya tinggalkan sosok perempuan tersebut hingga saya sampai beranda rumah. Sementara, burung gagak terus bersuara di pohon mangga, tepat di atas makhluk misterius itu. Belum sampai saya balik badan sesampainya di beranda, burung gagak terbang mengikuti dan hinggap di atas genting rumahku.
“Oh Gusti, gagak itu mengikutiku” desisku. Baru saja saya akan membuka pintu rumah, ujug-ujug di samping persis jendela dekat pintu, perempuan berbaju serba hitam dan bermata putih itu berdiri mematung seakan menghadangku.
“Tunggu sebentar!” katanya, tiba-tiba bersuara dengan suara paraunya.
“Siapa kamu. Lanjutkan membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H