Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mengunjungi Bledug Kuwu Saudara Tua Lapindo

18 Januari 2013   05:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:19 2397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_229138" align="aligncenter" width="600" caption="Bledug Kuwu"][/caption]

Dari Blora, dari tempat komunitas Samin atau Sedulur Sikep selanjutnya adalah ke Bledug Kuwu yang sudah masuk Kabupaten Grobogan, satu provinsi yang sama Jawa Tengah. Jalanan dari pusat kota Blora menuju Randu Blatung sangat luar biasa pemandangannya, hutan jati yang menghijau tak kurang dari 25 KM memanjakan mata. Namun, jangan harap kita akan menemukan kenyaman berkendara di jalur ini, jalur yang memaksa kita untuk bekerja keras memilih jalanan yang agak rata.

Bledug Kuwuiniterletakdi  desa  Kuwu  Kecamatan  Kradenan , Grobogan. Obyek wisata Bledug Kuwu  merupakan pesona keindahan  alam.   Keanehan  yang  ada  di  obyek  wisata  ini  adalah  adanya  letupan  -  letupan   lumpur  yang  airnya  mengandung  garam  dan itu berlangsung terus menerus sehingga menimbulkan pemandangan alam yang sangat menakjubkan,   padahal  secara geologis tempat  tempat Bledug Kuwu ini letaknya  cukup jauh  dari  laut.

1358485636970027466
1358485636970027466

Konon  menurut  cerita  rakyat,   keanehan  itu  disebabkan   adanya  lubang  yang  menghubungkan  tempat  itu  dengan  laut  selatan.   lubang  itu  sendiri  terjadi  dari  perjalanan pulang  joko  linglung  dari  laut  selatan  menuju  kerajaan  Medang  Kamolan   setelah melaksanakan  tugasnya  untuk  menangani   Prabu Dewata Cengkar yang telah berubah menjadi buaya  putih   di  laut  selatan. dan  hal itu dilakukan Joko Linglung yang berujud ular naga sebagai syarat agar Joko Linglung diakui sebagai anaknya Aji Saka yang sebagai raja Medang Kamulan.

Dari seorang kuncen yang saya temui dan menurut ceritanya, dahulu di kerajaan Medang Kamulan dikuasai oleh seorang raja bernama Prabu Dewata Cengkar. Dia adalah sosok raja yang sombong, serakah dan ditakuti. Ia juga dikenal sebagai raja yang tidak bisa mati, sehingga tidak pernah kalah kala bertarung melawan musuh-musuhnya. Ia juga sering menarik upeti kepada rakyat semaunya. Jika ada yang membangkang, langsung dibunuh..

[caption id="attachment_229140" align="aligncenter" width="300" caption="letusan Joko Tuwo di Bledug Kuwu (dok.pri)"]

1358485792558053486
1358485792558053486
[/caption]

Apabila ada prajurit yang tidak taat, langsung dipecat bahkan hingga dihukum mati. Konon, Dewata Cengkar mempunyai ritual meminum darah manusia. Kesaktian raja itu menyebabkan dirinya tidak bisa terbunuh atau mati. Namun akhirnya datanglah seorang tokoh ksatria dari negeri Tibet bernama Aji Saka. Di tangan Aji Saka lah Dewata Cengkar kuwalahan soal kadigdayan. Terjadi pertarungan hingga akhirnya Dewata Cengkar kalah. Kendati demikian, pertarungan itu tidak menyebabkan raja tersebut terbunuh, dia hanya kalah bertarung. Cengkar kemudian melarikan diri ke laut selatan dan malihrupa menjadi bajul putih atau buaya putih. Aji Saka kemudian mengutus anaknya bernama Jaka Linglung, untuk mengejarnya ke laut selatan.

Jaka Linglung sendiri merupakan lelaki yang sakti mandraguna, namun ia mempunyai fisik buruk rupa dan mengerikan. Kepercayaan masyarakat sekitar, Jaka Linglung digambarkan sebagai ular naga raksasa. Sebelum berangkat ke laut selatan, Jaka diberi pesan oleh ayahnya. Jika menang melawan Bajul Putih, ia tidak diperbolehkan pulang melalui jalur darat, melainkan harus melalui perut bumi.

[caption id="attachment_229142" align="alignright" width="300" caption="(dok.pri)"]

13584859851864725845
13584859851864725845
[/caption]

Mengapa lewat jalur bawah tanah? Karena, fisik Jaka Linglung supaya tidak dilihat oleh masyarakat, sebab jika melihatnya, dikhawatirkan akan menjadi bahan pergunjingan masyarakat. Terlebih fisiknya yang menakutkan. Bajul Putih pun akhirnya berhasil dibunuh oleh Jaka Linglung dalam pertarungan di laut selatan. Jaka pun kemudian pulang sebagaimana pesan ayahnya, yakni melalui jalur bawah tanah. Begitu keluar, ia menyembul di daratan Desa Kuwu ini.

Kubangan lubang tanah yang menyemburkan lumpur di lahan tanah tak kurang sekitar 40 hektar di Desa Kuwu inilah yang kemudian dipercaya sebagai tapak tilas makhluk mengerikan berwujud ular naga raksasa yang heroik tersebut mencari lokasi kerajaan bapaknya. Itulah sebab mengapa masyarakat sekitar percaya bahwa lubang di Bledug Kuwu itu terhubung dengan laut selatan, sehingga air semburan itu berasa asin.

[caption id="attachment_229143" align="aligncenter" width="300" caption="pintu masuk obyek wisata (dok.pri)"]

1358486123424826121
1358486123424826121
[/caption]

Masih menurut cerita kuncen, Lapindo di Porong, Sidoarjo dan yang baru-baru ini muncul di desa Mbetatu, Kabupaten Gresik adalah tempat Joko Linglung tersesat mencari bapaknya, Aji Saka. Menurut dia ada kesamaan dengan tempat ini, airnya sama-samaasin. Adanya  kandungan  garam  ditempat  itu  oleh  masyarakat  setempat  dimanfaatkan  untuk  membuat  garam  secara  tradisional  dengan cara airnya dikeringkan di glagah (bambu yang dibelah jadi dua) , ada juga yang membawa lumpur bledug untuk dibawa pulang konon lumpur itu buat lulur di kulit agar kulit terhindar dari penyakit kulit dan tampak lebih cemerlang bagi kulit yang sudah sehat.

13584862812137380225
13584862812137380225

Bahkan letupan di Bledug Kuwu ini juga punya nama masing-masing. Letupan terbesar Bledug Kuwu dinamai Joko Tuwo. Dia meledak secara berkala sekira 15 detik sekali dengan bunyi “Bledug” seperti namanya kini. Lemparan lumpur sekira 5-10 meter ke udara dan jatuh ke tanah sekira 10 meter. Sementara letupan terkecil disebut Roro Denok, bunyinya lebih lemah. Kapasitas lemparan ke udara hanya 1-2 meter ke udara. Frekuensi letusan Joko Tuwo 4-5 kali per menit. Sementara letusan kecil mencapai 10 kali lebih per menit. Demikian menurutcerita yang saya dapat dari kuncen.

Karena hari sudah menjelang maghrib, saatnya lokasi wisata ini akan di tutup dan saya bersiap untuk melanjutkan perjalanan ke makam Syeh Jangkung di Desa Landoh, Kecamatan kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Sampai jumpa….wassalam

1358486425623151713
1358486425623151713
13584865061633287495
13584865061633287495

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun