Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Desa Besowo: Antara Pengahasil Ledek dan Genderuwo

29 Desember 2012   13:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:51 3905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_224507" align="aligncenter" width="600" caption="Seni Tayub (dok pri)"][/caption] Menyambung tulisan saya sebelumnya tentang desa Besowo ini. Menurut penuturan masyarakat setempat, dulunya adalah gudangnya penari Tayub atau Waranggono atau juga ledek. Bahkan nama Besowo sendiri adalah berasal dari kata ‘beso’ atau ‘Bekso’ yang artinya adalah menari. Dan kata ‘Wo’ yang artinya di-gowo (dibawa). Konon, dulunya waranggono-waranggono atau ledek asal desa Besowo memang mudah dibawa atau diajak kencan setelah selesai nembang dan menari Tayub. Namun, entah kenapa, cerita itu tinggal kenangan. Ketenaran Desa Besowo, sebagai gudangnya penari tayub, kini berubah sebagai desa penghasil genderuwo. Sementara, penari-penari tayub yang konon bisa dibawa pergi kini sudah tidak ada lagi. Beberapa tahun yang lalu masih ada seorang yang berprofesi sebagai penari Tayub dari desa ini. Itupun dapat dipastikan akan marah besar kalau disebut ledek yang bisa dibawa pergi alias diajak kencan. Meski begitu, tradisi Tayub masih berjalan hingga sekarang. Setiap tahun, setiap ada hajatan sedekah bumi, di punden desa Mbah Honggo Wongso, hiburan seni Tayub tidak pernah ditinggalkan. Masih menurut mitos yang berkembang di masyarakat, jika sekali saja hiburan Tayub ditinggalkan, maka yang ‘mbaurekso’ desa tersebut akan murka. Bencana akan datang. Bahkan dulu pernah sekali ditinggalkan ‘syarat’ utama yang berupa hiburan Tayub ini karena keterbatasan dana. Dampaknya desa ini terkena pagebluk dan dalam sebulan ada 40 orang meninggal. Dan karena itu akhirnya warga desa tak berani sekalipun melanggar syarat ini yang sudah dari dulu ada. [caption id="attachment_224508" align="alignright" width="480" caption="punden desa Honggowongso (dok.pri)"]

135678625655455172
135678625655455172
[/caption] Tapi kini, orang pasti tidak akan percaya kalau dahulu Desa Besowo sebagai gudangnya penarui Tayub. Adanya adalah gudangnya genderuwo atau tempat dimana ada transaksi jual beli genderuwo. Ini bisa kita temui dari beberapa tukang ojek yang akan menunju rumah dukun sebagai perantara transaksi ini. Pun, juga sangat kontras ketika saya mencoba menggali keterangan tentang kejayaan ledek-ledek desa ini pada masanya. Berbeda halnya kalau menceritakan ketenaran Desa Besowo sebagai gudangnya genderuwo, mereka dengan mudah akan menceritakannya. Itu karena memiliki bukti, yang masih tersisa sampai sekarang. Diantaranya adalah dukun-dukun genderuwo yang hingga kini masih menjalani pekerjaannya sebagai penjual genderuwo. Bukti lainnya adalah adanya adanya makam-makam yang dikeramatkan warga. Makam-makam tersebut adalah makam leluhur Desa Besowo, yang notabene semasa hidupnya adalah dukun-deken perantara transaksi genderuwo ini. Makam-makam yang dikeramatkan ini diantaranya adalah makam Mbah Honggowongso, Mbah Palu, dan makam Mbah Joyo Usup. Makam-makam ini layaknya makam-makam para waliyullah yang dikeramatkan para santri. Saking dikeramatkannya sehinggga makam tersebut diberi pelindung bangunan atau cungkup. Juga ada kain putih yang melindungi makam-makam tersebut. Pada hari-hari tertentu makam-makam tersebut kerap dikunjungi orang yang berharap berkah. Diantara makam-makam dukun genderuwo yang dikeramatkan warga, hanyalah makam Mbah Honggowongso yang dipercaya betul-betul keramat. Menurut penuturan warga, sudah sering ada kejadian janggal di makam tua ini. Bahkan saya sendiri ketika mau mengambil gambar setelah menggali keterangan dari pak Carik Rasmadi, sekdes desa setempat, sempat menemui kejanggalan juga. Lokasi makam yang dikeramatkan ini ada dibelakang rumah pak Carik, beremapat dengan dipandu pak carik kami ke lokasi. Anehnya, sampai di lokasi dan kawan saya mengambil gambarnya. Kamera tidak bisa nyala ketika diarahkan ke makam tersebut, tapi kalau diarahkan ke tempat yang lain bisa. Melihat kejanggalan ini pak carik tanggap dan komat-kamit membaca sesuatu di makam tersebut dan meyuruh kami mencoba memotret kembali. Hasilnya, bisa. Aneh juga… Setelah berpamitan, karena pak carik enggan mengantar kami ke lokasi hutan kalang tempat habitat gendruwo berada kami dianjurkan kerumah seseorang yang biasa melayani transaksi. Akhirnya kami meluncur ke rumah seorang yang disebutkan tadi menembus malam yang berhias hujan..inilah saatnya melihat kronologis pemanggilan genderuwo di tengah hutan sejauh 5 KM dari pemukiman.. bismillah..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun