Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Menjejak Tepi Surga di Puncak Rinjani

16 Mei 2014   20:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:28 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


"Kehidupan sesungguhnya seperti mendaki gunung, keberadaan kita dan segala kelemahan kita dituntut untuk menjalani setiap langkah baik mendatar menurun maupun menanjak. kita diminta untuk memahami siapa diri kita dan apa yang harus kita dilakukan untuk mencapai titik puncak dan titik pulang kembali"

Alhamdulillah, pada tanggal 13 Nopember 2013 tahun yang lalu, saya berkesempatan berkunjung ke Lombok karena ada undangan dari seorang sahabat yang kebetulan bekerja di sana. Memanfaatkan momentum di Lombok saya tidak menyiakan kesempatan untuk mengagumi Gunung Rinjani yang konon luar biasa. Setidaknya di kakinya cukuplah.

Ee, ndilalah begitu sampai rasa penasaran dan semangat timbul seketika setelah ada 3 mahasiswa dari Kalimantan yang mangajaknya bareng.

Mendaki Gunung Rinjani menjadi yang pertama seumur hidup dari seluruh pengalaman berkunjung ke daerah lain di Indonesia selain pulau Jawa.  Perjalanan dimulai dari Sembalun (1200 mdpl), desa kecil di bawah kaki gunung, melewati hamparan sabana dengan jalan yang mendatar selama hampir 6 jam untuk sampai ke Pos III, tempat kami memasang tenda beristirahat.  Ini bukan rencana awal, karena tadinya kami bermaksud untuk naik sampai Plawangan baru beristirahat. Tapi syukur kami tidak lanjut malam itu, karena sekejap kami masuk ke tenda, hujan turun; dan ternyata dari Pos III ke Plawangan, jalan mulai menanjak sampai dengan kemiringan 45 derajat.  Aku tidak bisa membayangkan jika perjalanan dilanjutkan malam itu, bisa jadi aku pingsan. Realistis terhadap umur.Setiap pengalaman baru saya yakin bagi siapa saja selalu memberi reaksi baru bagi tubuh kita.  Malam itu di Pos III, saya mengalami Panic Attack, sesak nafas dan ingin melakukan hal yang tidak masuk akal, seperti ingin membuka semua baju dan lari pulang ke penginapan di Wisma Nusantara II di kawasan Cakranegara, sayangnya itu jauh juga. Untung ada kawan yang mengajak berbicara dan membuatkan air panas untuk meredakan serangan itu.  Malam bisa berlalu, walau saya sedikit masih khawatir dengan cuaca yang ekstrim dan hanya bisa berdiam tenda yang dingin.  Satu hal yang saya syukuri, inilah kali pertama saya dapat mengatasi rasa panik itu; melewati dengan berusaha berpikir waras dan kembali kepada kenyataan yang ternyata tidak apa apa.

Esok pagi kami melanjutkan pendakian hingga Plawangan; rasa khawatir itu tetap ada, apalagi jika membayangkan malam nanti akan datang lagi, bagaimana jika rasa panik itu datang lagi?, Belum lagi ketinggian di Plawangan (2700 mdpl) tentu membuat cuaca lebih dingin. Semua teman memberi pendorong semangat, meski mereka baru saya kenal saat akan mendaki, menurut mereka saya pasti kuat, terlebih saya yang paling uzur, saran mereka jalani saja satu langkah untuk tiap saat, jangan melihat ke atas, lihatlah jalanan satu langkah di depan dalam satu tarikan dan hembusan nafas. Pelan dan pelan dan pelan, satu langkah satu langkah, sambil berpikirtentang orang orang yang kita sayang; itu semua yang saya masukkan ke dalam pikiran dan dengungan doa dalam hati, pikiran saya hanya satu, ingin melangkah satu langkah lagi, walau terjal dan sulit.  Setelah 5 jam pendakian, saya sampai di Plawangan disambut dengan pemandangan Danau Segara Anak yang tertutup awan di bawah kaki saya. Sungguh ajaib apa yang kurasa, luar biasa karya cipta-Nya; saya berada di atas batas kesanggupan yang saya pikir selama ini; anggapan tentang kekuatan saya selama ini salah besar. Penyerahan diri kepada kuasa Allah swt yang kusebut dalam tiap nafas yang tersengal, dorongan para kawan, kosongnya pikiran dari cara berpikir yang dahulu, ternyata membuktikan bahwa ini lah kenyataan saya. Saya sanggup sampai di puncak Plawangan.

[caption id="attachment_323918" align="alignleft" width="300" caption="Danau Segara Anak"]

1400222860268230024
1400222860268230024
[/caption]

Keindahan danau Segara Anak dengan awan awan yang bergerak beriringan, puncak Rinjani yang menyapa di sebelah kiri saya dan gunung – gunung lain di bawah kami, menjadi bonus atas perjuangan dengan semua paket tadi yang mengiringinya. Indahnya bintang yang seperti pasir berserakan di pantai, malam ini terasa begitu dekat dan bisa dipegang.  Indah . dianatara kami beremapat hanya saya dan seorang kawan Badri yang sampai di puncak Rinjani ((3729 mdpl), berangkat di subuh jam 3.Jam 13.00 hari ketiga setelah kami berdua kembali dari puncak Rinjani, kami mulai turun gunung. Ternyata turun lebih sakit dari naik.  Lutut dan engkel kaki terasa perih karena menopang berat badan. Baru sampai Pos III, kaki rasanya tidak bisa ditekuk dan harus ditopang dengan tongkat. Langkah kaki hanya sedikit sedikit sementara perjalanan makin lama dan hari mulai gelap dan dingin. Perjalanan terberatsaya rasa setelah Pos I menjelang home base Sembalun, walaupun jalannya datar, tapi jaraknya jauh sementara hari sudah gelap, ditambah lagi dengan badan yang seperti sudah amat teramat capek. Beberapa kali kaki harus diluruskan oleh porter. Hampir pukul 21.00, akhirnya terpaksa saya menmpang ojek di 1 km terakhir, karena badan sudah hampir pingsan. Akhirnya sampai juga. Demikian sekelumit catatan saya menjejak tepi surga di gunung rinjani, dan yang tersisa dan harap semoga masih ada satu kesempatan lagi menikmatinya bersama orang yang paling kita kasihi di dunia ini. Untuk seorang yang memberi arti dalam mengarungi kehidupan selaiknya mendaki gunung...semoga???

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun