[caption id="attachment_333155" align="aligncenter" width="526" caption="Kayangan Api"][/caption]
Matahari mulai rebah di langit barat, ketika kami berempat dari Tuban mengemudikan kendaraan menuju wilayah selatan Bojonegoro. Sore itu kami berencana menuju lokasi wisata Kayangan Api, saya ingin memenuhi janji mengantar ketiga kawan jalan-jalan ke sana sekaligus mandi api di lokasi tersebut. Senagaja saya pilih berangkat sore karena saya rasa waktu yang tepat untuk melihat nilai lebih keindahan Kayangan Api dibanding saat siang.
Melintasi jalan menuju arah Dander yang sudah diaspal sangat nyaman, lokasi persawahan di kanan kiri sudah mulai berubah menjadi area perumahan, kadang-kadang saya berpikir dimana lagi nanti harus tanam padi ya ? kalau sawah sudah jadi perumahan, lama-lama kita mesti import terus menerus beras dari Negara tetangga.
Seperti untuk diketahui, Kahyangan api adalah salah satu obyek pariwisata yang ada di Kabupaten Bojonegoro. Sumber api yang tidak pernah kunjung padam, yang terletak di kawasan hutan lindung, tepatnya berada pada Desa Sendangharjo, Kecamatan Ngasem dikelilingi kabut misteri yang belum terpecahkan hingga kini. Ada kepercayaan di kalangan pesinden dan pedagang yang ingin meraih sukses untuk melakukan ritual di sana.
Lanjut sampai di pertigaan pasar Dander untuk mencapai lokasi obyek wisata ini kita berbelok ke kanan, berubah melawati jalan yang tidak terlalu mulus, Lepas dari perumahan penduduk kita memasuki kawasan hutan jati. Musim kering membuat suasana hutan yang meranggas, ada juga beberapa bekas kebakaran. Hutan yang dilewati menjadi terang benderang, jauh berbeda dari beberapa tahun silam yang rimbun.
Bea masuk kelokasi wisata cukup murah hanya Rp 3000,- Lahan parkir di sekita lokasi wisata juga ada, jangan lupa siapkan uang pas buat bayar parkir. Masuk ke area wisata melewati gapura, ada beberapa lokasi yang bisa kita lihat antara lain : sumber api, air belerang, pendopo dan lokasi bermain anak.
Lurus dari gapura pintu masuk, kita akan sampai di lokasi sumber api yang sudah dipagari melingkar, beberapa pengunjung membuka pintu pagar yang membatasi dan berjalan melintasi api untuk berfoto. Memang aneh bin ajaib, melintasi api tapi tidak terbakar tapi kalau panas ya sudah pasti, inilah yang saya sebut MANDI API. Konon menurut legenda api ini adalah jalan untuk menuju kayangan..
Api ini berasal dari sumber gas yang tidak pernah padam meskipun hujan dan gelap. Entah benar atau tidak, sumber api abadi ini adalah terbesar se-asia tenggara menurut Tim geologi dari Inggris yang pernah meneliti sumber api ini. Selain itu, Kayangan api juga dipercaya masyarakat sekitar mempunyai nilai magis. Sekitar 80 meter dari semburan api, terdapat sebuah kolam dengan air keruh menggelegak menyerupai air mendidih. Aroma belerang, tersebar begitu mendekat ke sumber air hangat ini. Masyarakat sekitar menamainya, sumber “AIR BLEKHUTUG”. Uniknya, air ini tak akan terasa panas jika disentuh.
[caption id="attachment_333159" align="aligncenter" width="530" caption="Mandi Api"]
[caption id="attachment_333160" align="aligncenter" width="560" caption="Air Blekhutug"]
Menurut juru kunci Kayangan api sayangnya saya lupa menanyakan siapa nama beliau, dulunya tempat ini merupakan tempat Empu Kriya Kusuma mencelupkan kerisnya yang telah selesai dipanaskan. Di samping itu, ada yang percaya bahwa air blekuthuk ini mempunyai khasiat menyembuhkan berbagai penyakit.
Empu Kriya Kusuma memang mempunyai keterkaitan yang erat dengan kawasan ini. Tak jauh dari Kayangan api, misalnya. Terdapat sebuah pohon Beringin besar yang dipagari kayu jati. Tepat di bawahnya tersusun gundukan batu bata berukuran 20 kali 30 centimeter. Ada yang mempercayai, di bawah pohon itulah tempat tirakat Empu Kriya Kusuma sambil membuat kerisnya. Salah satu kerisnya yang terkenal adalah Dapur Jangkung Luk Telu Blong Pok Gonjo yang kini menjadi pusaka kabupaten Bojonegoro.
[caption id="attachment_333161" align="aligncenter" width="560" caption="Air Blekhutug"]
Dan pada hari-hari tertentu terutama pada hari Jum’at Pahing banyak orang berdatangan di lokasi tersebut untuk maksud tertentu seperti agar usahanya lancar, dapat jodoh, mendapat kedudukan dan bahkan ada yang ingin mendapat pusaka. Acara tradisional masyarakat yang dilaksanakan adalah Nyadranan sebagai perwujudan terima kasih kepada Yang Maha Kuasa. Sayang rasanya jika para pembaca ketika berkesempatan ke Kota Bojonegoro melewatkan mengunjungi Obyek Wana Wisata yang satu ini. Sekian dulu dan terima kasih. Wassalam...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H