“Wah, kalau begitu kita tanya saja ke orang-orang itu,” ujar temen saya yang lain. Ketika itu memng terlihat beberapa orang tengah berjalan searah dengan kami atau sebaliknya. Sangat aneh!
“Sebentar dulu,, kita jalan saja dulu pelan-pelan. Coba perhatikan ada yang aneh nggak dengan suasana di kampung ini. Perasaanku mengatakan, kampung ini memang aneh.” Kataku setengah berbisik.
[caption id="attachment_333852" align="aligncenter" width="512" caption="Kali Tempuk (tempuran)"]
Kami berjalan pelan dan sesekali berhenti. Kami perhatikan kampung itu dengan hati yang kian tak menentu. Hal utama yang menarik perhatianku adalah ketika aku melihat banyak sekali jagung yang sudah dikupas dibiarkan begitu saja di pinggir jalan perkampungan. Beberapa orang laki-laki juga terlihat berdiri di depan pintu pagar rumahnya masing-masing. Ada juga terlihat wanita-wanita yang menggendong anak-anaknya dengan kain batik. Saya lihat juga ada orang sedang membuat perapian di halaman rumahnya. Dari semua yang kami perhatikan itu, untuk sementara kami belum menyadari adanya keanehan dari orang-orang itu.
“Kita berhenti saja kang di depan warung itu. Kita coba tanya saja jalan ke Palenggahan Agung!” pinta seorang temen sambil menunjuk keaarah sebuah kedai yang ada di pinggir jalan. Dan saya menyepakatinya. Ternyata pemilik warungnya adalah seorang wanita. Namun sebelum bertanya, saya bisikkan pada temen untuk membaca Bismillah…
Sementara seorang teman berjalan kearah wanita pemilik warung itu dan sedang sibuk menyapu lantai warungnya barangkali menjelang tutup, pikir saya. Saya memperhatikan warung kecil itu. Warung itu terlihat menjual berbagai kebutuhan hidup sehari-hari seperti sabun, odol, kue-kue kecil, aneka gorengan, beras, kopi sachet, sapu lidi, dll. Lanjutkan membaca
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H