Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan Tidak Perlu Dibela!

16 Agustus 2014   18:35 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:23 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbedaan adalah rahmat. Perbedaan itu indah. Perbedaan adalah sesungguhnya hanyalah perbedaan sudut pandang. Dan perbedaan itu akan membawa kita kepada hal yang satu, karena dunia ini pada dasarnya adalah satu. Semuanya merupakan perwujudan dari Dia yang satu.

Perasaan seperti inilah yang saya rasakan barusan, ketika di BBM saya berstatus “Bismillahirrahmanirrahiim” dan seorang sahabat yang berbeda keyakinan yakni Nasrani mengomentari statusku yang isinya menanyakan apa arti dari status saya tersebut. Karena saya anggap mungkin dia hanya say hello jadi saya tidak menanggapinya secara serius. Saya membalas pendek saja dan itupun secara harfiah, Bismillahirahmanirrahiim, Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Satu kalimat suci yang sangat penting dan merupakan hakikat dari Agama Islam.

Dari balasannya dia mengatakan, cinta dan kasih identik denga Kristiani, inilah persamaan terpenting dari ajaran Kristen dengan ajaran Islam. Berarti inti agama adalah cinta dan kasih.

Karena saya tidak ingin membahasnya lebih jauh, takut terjadi salah penafsiran. Saya Cuma membalas, iya barangkali. Cukup sampai disini obrolan BBM. Bebrerapa saat merenungkan balasan dia yang mengatakan inti agama adalah cinta dan kasih. Benar juga, Tuhan adalah Maha Kasih, dan Tuhan adalah sumber dari segala sumber kasih. Barangkali itulah sebabnya ketika seorang hamba mencari Tuhan dengan serius dan bersungguh-sungguh yang akan ditemukan adalah kasih.

Bukankah kasih yang membuat kita hadir dan hidup di dunia ini? Bukankah kasih yang kita cari selama hidup kita? Dan bukankah nilai dari seseorang ditentukan oleh kadar kasihnya kepada sesama?

Dari sinetron Para Pencari Tuhan saya menangkap pesan, orang beragama secara sungguh-sungguh dan mempergunakan seluruh hidupnya untuk “menemukan” Tuhan akan menemukan esensi dari sebuah ajaran agama yang benar adalah kasih. Bertelekan dari ini, saya rasa tindakan menyerang, menyakiti dan menghakimi orang lain yang berbeda kepercayaan dan keyakinan dengan kita pastilah bukan bersumber dari ajaran agama. Namun ironisnya, banyak di antara kita yang melakukan tindakan penyerangan dengan berdalih bahwa kita sedang membela Tuhan.

Seperti yang kita tahu, Tuhan adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Saya rasa ini sangat bertentangan pada penyerangan dan perusakan terhadap siapa pun dengan alasan apapun sesungguhnya tidaklah sesuai tidaklah sesuai dengan sifat-sifat Tuhan? Saya jadi berpikir dan terbersit pertannyaan, siapakah sebenarnya yang sedang kita perjuangkan? Kepentingan Tuhan ataukah kepentingan diri kita sendiri?

Ternyata, kita belum bisa sepenuhnya menangkap esensi agama yang sesungguhnya. Kita mungkin religius dalam ibadah syariah namun belum jaminan sudah spiritual. Kita menilai agama dari luar. Kita belum masuh ke dalam agama secara totalitas.

kalau diumpamakan kita seperti jeruji pada sebuah roda. Bayangkan saja, ketika kita berada di luar maka jarak antara satu jeruji dan jeruji yang lain sangatlah besar, tetapi semakin masuk ke dalam. Semakin kita akan menemukan bahwa sebenarnya sangatlah dekat. Pemahaman kita pada agama kita masing-masing mestinya semakin membuka mata kita bahwa esensi agama tak lain dan tak bukan adalah cinta dan bahwa hal terpenting yang perlu kita lakukan di dunia ini adalah mencintai dan mengasihi orang laib dengan sebuah tindakan yang nyata.

Tuhan itu tidak perlu dibela. Sejauh ini kita menyangka bahwa kita membela Tuhan namun sebenarnya sedang membela diri kita sendiri. senyatanya kita tidak suka perbedaan. Perbedaan membuat kita takut dan terancam. Kita takut bila pendapat yang berbeda tersebut akan menggoyahkan sendi-sendi keimanan kita. Padahal bukankah rasa takut yang berlebihan tersebut justru menunjukkan bahwa kita tidak sepenihnya yakin akan pendapat kita sendiri?

Senyatanya, kita belum sadar bahwa Tuhan sama sekali tidak terganggu dengan perbedaan sudut pandang tersebut. Tuhan bahkan sama sekali tidak merasa dirugikan jika manusia tidak lagi percaya kepada-Nya. Lantas, siapa yang kita bela? Dapatkah kita membela Tuhan?

Bukankah Tuhan adalah Yang Maha Kuat? Bukankah Tuhan adalah Yang Maha Kuasa? Lantas, bagaimana mungkin kita bisa membela Tuhan Yang Maha Kuat? Mengatakan bahwa kita dapat membela Tuhan sebenarnya hanyalah menunjukkan kearoganan kita. Bagaomana kita yang lemah ini mampu membela Tuhn Yang Maha Kuat itu? Logikanya, kita dapat membela mereka karena kita memang lebih kuat dari mereka. Masih mau membela Tuhan…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun