Mohon tunggu...
Ulul Rosyad
Ulul Rosyad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Jangan hanya melihat dan menilainya, hampiri dan ikut prosesnya, Dan kau akan tau bagaimana Rasanya

Seorang Pencari Susuhe Angin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Baduy, Eksotisme Peradaban Ke XV yang Masih Bertahan

21 Desember 2014   06:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:49 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu sampai di Baduy dalam saya sempat berpikir bahwa enak juga ya kalau tinggal di Baduy dalam lebih lama, karena tidak akan bertemu dengan stress, polusi dan lainnya. Ternyata Ijin tinggal di Baduy dalam hanya boleh dua malam saja. Kata Pak Jaro Daina dulu pernah ada yang tinggal sampai sebulan, tentu bukan maksud untuk jalan-jalan semata, mereka adalah para peneliti dari universitas di daerah bandung. Terus mereka menginap di rumah orang situ selama sebulan? Tentu tidak, pada akhirnya masyarakat suku baduy dalam pun bergotong royong untuk membuatkan sebuah rumah khusus bagi para peneliti tersebut. Masyarakat Baduy memang dikenal sangat bergotong royong satu sama lain. Terutama jika ingin membangun rumah, maka mereka rela untuk menyediakan tenaganya tanpa di bayar sepeserpun uang.

Mungkin bagi sebagian orang terutama saya, tidak menggunakan alas kaki kemanapun merupakan hal yang tidak biasa dan kesannya aneh aja. Sangat berbeda dengan orang Baduy dalam, mereka harus, kudu, wajib untuk tidak menggunakan alas kaki alias nyeker kemanapun sekalipun itu di mal. Itu merupakan ketentuan dari leluhur. Walau begitu, ketika masuk rumah, mereka akan selalu mencuci kaki dengan air dalam sebuah wadah bambu semacam kentongan yang sudah di siapkan di depan rumah, kemudian mengalas kaki pada kain kecil berwarna biru kehitaman.

Saya masih ingat sekali teman seperjalan saya yang asli orang Banten, Cleo sangat terkesan akan bak sampah di pemukiman Baduy ini, baik Baduy dalam maupun luar. Hampir bisa dipastikan bak sampah yang terbuat dari anyaman bambu yang dibuat sedemikian rupa ada di setiap rumah dan ujung dua sisi jembatan.

[caption id="attachment_360789" align="aligncenter" width="512" caption="(Dok. Ulul Rosyad)"]

14190907021001208333
14190907021001208333
[/caption]

Sebenarnya masih banyak hal yang bisa menjadi bahan tulisan dari obrolan dengan Jaro Daina atau semacam perdana menteri ini. Terutama tentang sanksi adat yang sangat menarik perhatian kami berdua. Ada hal yang menarik lainnya di Baduy dalam ini, seperti yang kita tahu pada umumnya ronda dalam kehidupan keseharian kita dilakukan pada malam hari. Namun di sini ronda adalah pada siang hari yang dilakukan secara bergilir. Karena pada pagi hingga sore kampung Baduy dalam ini penduduknya semua ke huma.

Selesai berbincang dengan Jaro Daina kami kembali ke rumah Mang Idong dan rupa-rupanya sarapan sudah siap. Sekedar membasuh muka dan cuci tangan langsung sarapan dan langsung persiapan kembali lewat Cijahe. Dan di pagi hari yang sejuk karena sisa gerimis semalam, kami berjalan perlahan meninggalkan Cibeo. Kami meninggalkan perumahan warga Baduy Cibeo dengan berbagai perasaan yang berkecamuk. Kami melangkah perlahan-lahan, tanah sedikit becek karena hujan semalam. Menapaki tanah basah dan sedikit licin, kami berjalan perlahan dengan semangat tinggi.

[caption id="attachment_360794" align="aligncenter" width="491" caption="(Dok. Ulul Rosyad)"]

1419090917588260944
1419090917588260944
[/caption]

Kami terus berjalan dan melewati beberapa lumbung padi sekitar 200 meter dari kampung. Menurut Mang Idong yang mengantarkan kami, lumbung sengaja ditempatkan di luar kampung, agar jika terjadi kebakaran di kampung, maka lumbung padi tidak habis terbakar bersama. Sebuah tindakan preventif yang cukup cerdas.

Jam 08.30 kami sampai di sebuah jembatan, batas antara Baduy dalam dan Baduy luar. Berarti kami boleh mulai memotret dan mengambil gambar disini. Saya buru-buru menyiapkan kamera dan mulai memotret d sambil berjalan perlahan melewati jembatan. Setelah melalui jembatan, saya minta tolong Mang Idong untuk mengambil gambar saya dan Cleo sebagai kenang-kenangan pada waktu keluar dari wilayah Baduy dalam.

[caption id="attachment_360796" align="aligncenter" width="512" caption="(Dok. Ulul Rosyad)"]

14190911311297035505
14190911311297035505
[/caption]

Dari kejauhan sebuah antena BTS sudah kelihatan, berarti desa Cijahe sudah dekat, kembali dari dunia yang hilang. Sungguh sebuah kelegaan sendiri, melihat tanda-tanda masyarakat modern yang dapat dilihat dari kejauhan. Cleo menunjuk sebuah kampung Baduy luar jauh di lembah, di sebelah kanan kami. Batubeulah, itu sebuah desa tempat pembuatan bedok atau golok khas Baduy.
Sebenarnya ini hal yang cukup mengherankan, ternyata suku Baduy memproduksi sendiri golok di kampung Batubeulah, Cisadane dan Cibageuleut. Mang Idong menjelaskan bahan bakunya dari per bekas, yang dibeli dari luar Baduy. Berarti suku Baduy memiliki kemampuan teknologi untuk membuat alat bekerja yang sangat vital ini. Sayang terlalu jauh untuk turun menyambangi ke kampung-kampung itu. Padahal saya ingin melihat proses produksinya dan membeli golok khas Baduy sebagai kenang-kenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun