Eko Setiadi, tulisan ini pernah dimuat di Majalah Energy Nusantara, Oktober 2015
Minyak dan gas(migas) selain merupakan sumber pasokan utama kebutuhan energi nasional, hingga saat ini masih menjadi sumber pendapatan negara, sehingga ada parameter migas (asums ilifting dan harga minyak mentah) dalam penyusunan APBN. Kegiatan usaha hulu migas memiliki kontribusi sekitar 30 persen dari penerimaan negara. Hasil migas yang dinikmati hari ini faktanya adalah hasil dari pencarian atau eksplorasi yang dilakukan belasan tahun atau bahkan puluhan tahun lalu.
Kegiatan Hulu Migas
Kegiatan hulu migas diawali dengan penyiapan tender wilayah kerja migas yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). Penyiapan tender ini diawali dengan survei awal yang meliputi pengumpulan, analisis, dan penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk memperkirakan letak dan potensi migas. Setelah mengidentifikasi area-area yang diperkirakan mengandung migas, Ditjen Migas selanjutnya menawarkan wilayah kerja ini melalui tender terbuka. Investor yang berminat akan menyampaikan ketertarikan mereka,termasuk komitmen eksplorasi selama tiga tahun pertama. Proposal mereka menjadi dasar dalam menentukan pemenang tender untuk masing-masing wilayah kerja. Setelah pemenang ditetapkan, langkah selanjutnya adalah merumuskan kontrak kerja sama. Pada fase ini pemerintah akan berusaha membuat kontrak yang paling menguntungkan bagi negara, namun tetap menarik bagi investor. Tahap berikutnya adalah penandatanganan kontrak kerja sama dengan pemenang tender,yang disebut sebagai kontraktor kontrak kerja sama (Kontraktor KKS). SKK Migas menjadi wakil pemerintah dalam penandatanganan kontrak ini. Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau dikenal dengan istilah Kontraktor KKS adalah perusahaan terpilih yang akan melaksanakan kegiatan eksplorasi dan produksi migas di wilayah kerja yang telah ditentukan oleh pemerintah Republik Indonesia. Contoh Kontraktor KKS adalah PTPertamina EP, Medco E&P Indonesia, PT Chevron Pacific Indonesia, dan lain-lain. Sebagai kontraktor yang mengerjakan proyek pemerintah,perusahaan-perusahaan ini wajib menyediakan investasi dan sumber daya lain untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi migas di Indonesia. Seluruh kegiatan mereka diawasi dan dikendalikan oleh SKK Migas. Dalam Kontrak KerjaSama, Kontraktor KKS wajib menyediakan dana awal untuk membiayai kegiatan hulu migas baik pada fase eksplorasi maupun fase produksi.Â
Kegiatan hulu migas secara mendasar terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu eksplorasi dan eksploitasi/produksi. Kegiatan eksplorasi adalah tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan hulu migas, yang bertujuan untuk menemukan cadangan migas. Secara umum, aktivitas eksplorasi meliputi studi geologi, studi geofisika, survei seismik, dan pengeboran eksplorasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan cadangan baru,baik di wilayah kerja yang sudah berproduksi maupun di wilayah kerja yang belum diproduksikan.
Kegiatan eksplorasi memerlukan biaya yang sangat besar untuk memperoleh informasi geologis, survey seismik, pengeboran sumur, dan pengolahan data. Di sisi lain,kegiatan ini mengandung risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi. Karena hasil kegiatan eksplorasi dapat bervariasi, investor bisa saja gagal menemukan cadangan migas, atau menemukan cadangan namun tidak ekonomis untuk dikembangkan. Jika berhasil menemukan cadangan yang cukup ekonomis untuk dikembangkan, kegiatan akan dilanjutkan ke fase appraisal drilling, pengembangan lapangan dan pada akhirnya ke fase eksploitasi (produksi).
Kegiatan eksploitasi (produksi) adalah kegiatan untuk menggali dan mengangkat minyak dan gas bumi dari dalam perut bumi, untuk kemudian diproses menghasilkan (memproduksikan) minyak dan gas bumi yang siap dijual. Oleh karena itu,perusahaan yang bergerak di sektor hulu migas (oil company) lazimnya mencantumkan identitas tersebut di belakang nama perusahaannya, seperti:Petronas Carigali (Cari dan Gali), PT Pertamina EP (Exploration &Production), Total E&P Indonesie, Medco E&P Indonesia.Â
Kegiatan hulu migas secara menyeluruh dapat dilihat pada gambar berikut:
Mengenal Kegiatan Eksplorasi Migas
Eksplorasi seismik merupakan salah satu kegiatan eksplorasi minyak dan gas yang menggunakan metode geofisika dengan memanfaatkan penjalaran gelombang di bawah permukaan menggunakan sumber getar dan penerima getar yang dibentangkan di atas permukaan tanah. Sumber getar menghasilkan gelombang pantul ke dalam tanah dan dipantulkan kembali ke permukaan oleh lapisan-lapisan batuan yang akan diterima penerima getar. Hasilnya berupa penampang lapisan batuan bawah permukaan yang berguna untuk mencari sumber potensial cadangan migas dan  melihat kemungkinan adanya jebakan-jebakan hidrokarbon berdasarkan interpretasi dari penampang seismiknya. Jika hasilnya menunjukkan adanya keberadaan prospek reservoir hydrocarbon, perusahan minyak kemudian melanjutkan dengan site survey.
Site survey dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang data geologi permukaan, kedalaman akhir, target lapisan, water column dan lingkungan di sekitar lokasi pemboran yang potensial. Apabila hasilnya mendukung identifikasi prospek tersebut, aman dan layak secara lingkungan, perusahaan minyak dapat melanjutkan ke kegiatan pemboran eksplorasi.
Pemboran eksplorasi dilaksanakan dengan tujuan membuktikan adanya hydrocarbon dan mendapatkan data bawah permukaan (subsurface) sebanyak mungkin. Dimulai dengan penyusunan rencana pemboran, yang meliputi: titik koordinat, elevasi, perkiraan lithologi dan tekanan formasi, mud program, konstruksi sumur, program coring, analisa cutting, logging dan testing. Kemudian persiapan pemboran, yaitu: pembuatan jalan akses ke lokasi pemboran, pemilihan rig dan peralatan penunjang, instalasi infrastructure, dan perhitungan biaya pemboran. Pemboran eksplorasi dilaksanakan sekaligus mengumpulkan data-data formasi melalui coring dan pemeriksaan cutting. Kemudian, dilakukan uji produksi dengan Drill Stem Test dan dilakukan evaluasi formasi untuk menghitung besarnya sumber daya (resources) minyak dan gas.
Apabila jumlah sumber daya migas dinilai prospektif, maka dilanjutkan dengan program appraisal well, yaitu pemboran deliniasi (biasanya terdiri dari 3 atau 4 sumur), yang bertujuan untuk memastikan batas reservoir, menentukan struktur reservoir dan mengidentifikasi batas Gas Oil Contact dan Water Oil Contact. Kemudian dilakukan analisa data, perhitungan estimasi besarnya cadangan dengan metode volumetric, perencanaan jumlah sumur dan posisi sumur pengembangan untuk eksploitasi lapisan reservoir yang ditemukan. Selanjutnya, dilakukan kajian untuk mengkonfirmasi apakah reservoir tersebut layak secara komersial (memenuhi kaidah keekonomian untuk pengembangan lapangan).
Cadangan Migas dan Risiko Eksplorasi
Sumber daya (contingent resources): Jumlah perkiraan kuantitas migas yang, pada saat perhitungannya, diperkirakan  secara potensial dapat diperoleh akan tetapi pada saat ini proyek pengembangan dan tingkat komersialitas belum memadai karena masih adanya satu atau lebih kondisi yang tidak dapat dipenuhi.
Cadangan definitif (reserves): adalah kuantitas migas yang dapat diperoleh/diproduksikan secara komersial dan ini dinilai berdasarkan aplikasi sebuah proyek pengembangan terhitung dari suatu waktu tertentu ke depan dibawah kondisi-kondisi yang telah secara jelas didefinisikan. Pada dasarnya, terdapat 3 kategori cadangan migas berdasarkan nilai kepastiannya, yaitu cadangan terbukti (proved reserves), cadangan mungkin (probable reserves) dan cadangan harapan (possible reserves). Pada umumnya, untuk melihat jumlah asset yang dikelola suatu perusahaan, investor akan menilai asset sebagai 100% proven reserve + 50% probable reserve + 25 % possible reserve. Cadangan terbukti selanjutnya dipilah-pilah menjadi cadangan terbukti yang sudah dikembangkan dan cadangan terbukti yang belum dikembangkan.
Cadangan juga harus memenuhi empat kriteria sebagai berikut: telah ditemukan (discovered), dapat diambil (recoverable), memenuhi syarat komersialitas (commercial), dan masih ada sejumlah yang tersisa (remaining) berdasarkan proyek pengembangan yang diterapkan.
Terbatasnya cadangan minyak dan gas yang semakin sedikit dan dengan lokasi yang semakin sulit menyebabkan biaya eksplorasi di Indonesia semakin mahal. Data 13 tahun terakhir menunjukkan, angka rata-rata oil reserve replacement ratio (RRR) adalah sebesar 73,64 persen. Artinya, angka penemuan cadangan minyak lebih sedikit dibanding cadangan yang diproduksikan dan cadangan minyak di Indonesia akan terus berkurang. Itulah mengapa perlu dilakukan kegiatan eksplorasi secara masif. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di tahun 2014 pernah melansir biaya yang harus dikeluarkan investor dalam kegiatan eksplorasi, bahwa untuk menemukan satu sumber migas baru di darat atau onshore, rata-rata diperlukan investasi minimal US$ 30 juta atau sekitar Rp 360 miliar. Sementara untuk kegiatan eksplorasi di WK laut dalam atau deepwater offshore, diperlukan investasi sekitar US$ 100 juta atau setara Rp 1,2 triliun. Suatu angka yang fantastis, mengingat investor belum tentu menemukan cadangan hidrokarbon yang ekonomi, atau malah dapat menemui kegagalan eksplorasi (dry hole) dengan konsekwensi hilangnya biaya eksplorasi yang sudah dikeluarkan. Menurut data Kementerian ESDM, sepanjang 2009 hingga 2013 terdapat 12 Kontraktor Kontrak Kerja (KKKS) migas asing yang mengalami kerugian hingga US$1,9 miliar atau Rp 19 triliun di 16 blok eksplorasi di laut dalam. Kerugian itu sebagai imbas dari kegagalan mereka dalam mendapatkan cadangan minyak dan gas yang ekonomis. Seluruh kerugian dalam kurun waktu 2009 hingga 2013 tersebut ditanggung sendiri oleh KKKS asing tersebut dan tidak diganti oleh negara.
Adapun temuan cadangan minyak yang diperoleh setelah kegiatan eksplorasi berhasil, sebagai contoh di blok Cepu, menurut studi internal ExxonMobil di tahun 2009 sebesar 352 juta barrel.
Note: Satu barel minyak mentah setara dengan volume 159 liter, atau sekitar 8,4 galon air mineral.
Pengembangan Lapangan Migas (Plan of Development)
Apabila pada suatu wilayah kerja (WK) ditemukan cadangan migas dengan volume yang cukup komersial, dan berdasarkan perhitungan sementara menunjukkan kelayakan untuk dikembangkan, maka kontraktor akan menyusun rencana pengembangan pertama atau plan of development (POD) I. Kegiatan ini merupakan rencana pengembangan satu atau lebih lapangan migas secara terpadu (integrated) untuk mengembangkan dan memproduksikan cadangan hidrokarbon secara optimal dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomis, Quality Health Safety Environment dan legal. SKK Migas akan menyampaikan evaluasi dan rekomendasi untuk usulan POD I ini kepada Menteri ESDM. Keputusan untuk menyetujui POD I ini sepenuhnya berada di tangan Menteri ESDM. Dengan adanya persetujuan terhadap POD I ini menandai bahwa sebuah wilayah kerja telah memasuki fase eksploitasi produksi. Kegiatan utama dalam tahap pengembangan ini adalah menyusun rancang bangun dan development scenario untuk mengangkat dan memproduksikan cadangan migas yang telah ditemukan. POD bertujuan untuk mengembangkan lapangan baru secara ekonomis, menjaga kesinambungan produksi, dan menaikkan keekonomian WK migas. Rencana pengembangan mencakup seluruh kegiatan yang disusun secara terintegrasi. Kegiatan pemboran sumur infill atau sumur pengembangan harus mempertimbangkan jadwal penyelesaian pembangunan fasilitas produksi. Sedangkan pembangunan fasilitas produksi juga harus disiapkan selaras dengan pembangunan pipa untuk menyalurkan migas sampai ke titik serah.
Di dalam POD, terdapat beberapa faktor yang harus dievaluasi secara menyeluruh, yaitu:
- Geological finding, penjelasan tentang temuan geologis hydrocarbon menggunakan data geologi terbaru berdasarkan analisa log dan cutting yang digunakan untuk revisi peta geologi, yaitu: stratigrafi, struktur, korelasi, peta, karakteristik reservoir (property batuan dan fluida), dan reserves (proved, probable dan possible).
- Keekonomian lapangan
- Perhitungan dan analisa keekonomian merujuk pada data terakhir dari: cadangan yang tersertifikasi, harga minyak dan gas, production forecast, dan biaya pengembangan. Biaya pengembangan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasi. Biaya investasi yaitu: biaya pemboran sumur, biaya pembangunan fasilitas produksi, biaya instalasi pipa, platform/anjungan, dan peralatan penunjang fasilitas produksi. Biaya operasi, yang terdiri dari: direct production cost, work over/stimulation, maintenance, administrasi & umum. Biaya pengembangan tersebut diperkirakan mulai dari awal proyek hingga berakhirnya wilayah kerja migas.
- Hasil analisa keekonomian akan ditunjukkan dalam indicator keekonomian, yaitu dari perspektif penerimaan negara (government): income yang jadi bagian dari pemerintah (GOI) dan % GOI terhadap Gross Revenue, dan dari indicator perusahaan minyak (contractor): Net Cashflow (NCF), Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV), Profit to Investment Ratio (PIR), Pay out Time (POT). Rencana pengembangan akan dilanjutkan ke tahap eksekusi proyek jika analisa keekonomian dinilai layak/feasible sesuai dengan indicator yang ditetapkan perusahaan. Sebagai contoh: perusahaan minyak Alfa menetapkan indicator untuk pengembangan lapangan Delta, NPV senilai 1,2 milyar USD, IRR 27% dan POT 7 tahun. Setelah dilakukan kajian berdasarkan parameter terkait: cadangan, profil Produksi, harga minyak dan gas, biaya investasi, dan biaya operasi, didapatkan NPV senilai 700 juta USD, IRR 14% dan POT 15 tahun. Maka perusahaan minyak Alfa akan melakukan kajian ulang dan memperbaiki skenario pengembangan, atau menyusun strategi baru, termasuk meminta insentif fiscal, penundaan first tranche petroleum (FTP), domestic market obligation (DMO), dll kepada pemerintah, sehingga indicator keekonomian sesuai dengan yang ditetapkan.
- Skenario pengembangan, terdiri dari strategi pengembangan dan strategi pemboran & produksi. Strategi pengembangan terdiri dari: phasing development, full development, development strategy dan production optimization. Strategi pemboran pengembangan, terdiri dari: platform/cluster/well location (onshore/offshore), well design (vertical/directional/horizontal), jadwal pemboran, well completion.
- Fasilitas pengembangan lapangan, terdiri dari primary recovery facilities (fasilitas produksi onshore dan offshore serta artificial lift equipment) Â dan rencana enhanced oil recovery (EOR) facilities.
- Jadwal proyek pembangunan fasilitas, menguraikan tahapan jadwal pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan selama pengembangan berlangsung, yaitu: planning (screening study, feasibility study, conceptual engineering), execution (detail engineering, procurement, construction, fabrication, installation, commissioning, start up) dan operation (on stream produksi).
- QHSE dan community development, kajian menyeluruh terhadap dampak kegiatan pengembangan terhadap kesehatan, keselamatan dan lingkungan sekitar lapangan, sejak pra-konstruksi sampai fase pasca operasi.
- Abandonment & site restoration, merupakan kajian teknis penutupan lapangan, setelah cadangan migas habis sehingga lapangan tersebut tidak berproduksi lagi.
Setelah dilakukan kajian seluruh aspek, termasukberbagai kenario yang disusun, baik dari sisi teknis maupun aspek keekonomianproyek, maka akan  diajukan dalam 1dokumen POD.
Exhibit 4. Gambaran keekonomian Plan of Development
Berikut ini adalah diagram proses pemilihan skenario proyek pengembangan, mulai dari tahap Appraise, Select, Define, Final Investment Decision (FID). Pada tahap FID ini lah akan ditentukan proyek tersebut dilanjutkan hingga tahap pelaksanaan (project execution), dievaluasi ulang, ditunda atau malah dibatalkan
    Exhibit 5. Capital Value Process – Upstream Project Management
Proyek Pengembangan Fasilitas Produksi Migas
Pelaksanaan pengembangan tepat waktu dan sesuai dengan budget, yang memenuhi aspek kualitas, standard HSE dan operational excellence, dengan tujuan mempercepat on stream produksi, dan bisa segera di-llifting sehingga mendapatkan revenue atas hasil migas tersebut, merupakan target utama proyek pengembangan fasilitas produksi migas. Apalagi jika mempertimbangkan besarnya investasi yang sudah dikeluarkan. Sebagai contoh, revisi rencana pengembangan lapangan (POD) Lapangan Tiung Biru – Jambaran yang disetujui SKK Migas. pada Agustus 2015, akan dilakukan pemboran enam sumur pengembangan dan pembangunan fasilitas pengolahan dan pendukungnya. Total investasi diproyeksikan sebesar US$2,056 miliar atau sekitar Rp 28 triliun dengan rincian US$279,5 juta untuk biaya sumur dan US$1,777 miliar untuk fasilitas produksi. Lapangan ini ditargetkan mulai produksi sebesar 227 mmscfd per hari pada kuartal pertama 2019 dan mencapai puncak produksi sebesar 315 mmscfd pada 2020. Berdasarkan data revisi POD tersebut, dengan asumsi harga gas bumi sebesar US$8 per juta btud, hasil penerimaan hingga kontrak berakhir pada 2035 mencapai US$12,97 miliar. Dari penerimaan tersebut, sebanyak 45,8 persen menjadi milik pemerintah, sebesar 24,5 persen bagian kontraktor KKS, dan 29,7 persen untuk pengembalian biaya operasi (cost recovery).
Referensi:
- Introduction to Petroleum Exploration for Non-Geologists, Robert Stoneley, Oxford University Press, 1995
- Guidelines for Application of the Petroleum Resources Management System, SPE, 2011
- Capital Value Process, British Petroleum
- Proyek Hulu Migas: Evaluasi dan Analisis PetroEkonomi, Rinto Pudyantoro, Petromindo, 2014
- Plan of Development, BPMIGAS, 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H