Malapraktik merupakan suatu tindak kesalahan saat melakukan profesinya yang tidak sesuai dengan standar profesi tersebut. Pada kasus malapraktik ini bocah berusia 7 tahun berinisial BAD didiagnosa mati otak batang. BAD sedang menjalani operasi untuk pengangkatan amandel, tetapi setelah dilakukan operasi korban tidak kunjung sadarkan diri. Kakak korban juga sedang menjalani operasi pengangkatan amandel yang sama dengan BAD, pasca operasi kakak korban berhasil sadarkan diri. Orang tua korban merasa janggal atas hal tersebut, dikarenakan korban hanya melakukan operasi ringan tetapi berakhir mendapat diagnosis mengalami mati otak batang, Mendengar hal itu terjadi, orang tua korban merasa adanya kesalahan yang dilakukan dokter RS Kartika Husada.
Tenaga kesehatan yang melakukan malapraktik bocah berusia 7 tahun didiagnosa mati otak batang telah melanggar kode etik profesi kesehatan. Seorang tenaga kesehatan harus bertindak jujur, adil, dan profesional. Tenaga kesehatan sebagai pelayan publik harus memiliki kewajiban moral untuk bertindak demi kepentingan masyarakat dan negara, termasuk menghormati pasien dan bertindak jujur dalam menangani data dan informasi kesehatan. Malapraktik dapat berdampak negatif dalam menanggulangi masalah penyakit pada pasien dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pelayanan kesehatan. Atas perbuatannya dalam kasus malapaktik, tenaga kesehatan tersebut dapat dijerat pasal 359 KUHP berbunyi “Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun penjara”.
Kesehatan adalah hak asasi manusia, setiap orang berhak memperoleh akses pelayanan kesehatan yang layak, aman, dan terjangkau. Di setiap pelayanan kesehatan tentunya memiliki tenaga kesehatan yang berperan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di suatu negara. Di Indonesia sebagai negara hukum sesuai dengan yang tercantum pada UUD RI Tahun 1945 yang berarti setiap aspek yang ada di wilayah NKRI harus berdasar kepada hukum dan segala bentuk perundang-undangan yang berlaku demi keadilan bagi seluruh warga negara termasuk pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan. Undang-undang tentang tenaga kesehatan tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2014.
Dalam kasus bocah berusia 7 tahun yang mendapatkan tindakan malpraktik dengan didiagnosa mati otak batang setelah menjalani operasi amandel merupakan pelanggaran hak-hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Malpraktek tersebut mengakibatkan pasien mengalami kondisi kritis dan harus dibantu alat untuk bernapas hal tersebut tentunya sangat merugikan bagi korban. Dalam hukum pidana suatu kesalahan dapat disebabkan karena kesengajaan atau karena kelalaian (culpa). Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada pasal 359 yang berbunyi “Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun penjara”.
Selain KUHP pemberlakuan sanksi pidana dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang tenaga kesehatan pada pasal 84 ayat (1) setiap tenaga kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan penerima pelayanan kesehatan luka berat dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga tahun)”. Pasal 84 ayat (2) apabila kelalaian berat mengakibatkan kematian, “setiap tenaga kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun”. Selain bentuk pidana, sanksi moral juga dapat diberikan untuk menjadi pelajaran kepada pelaku khususnya pada kasus ini yaitu tenaga medis yang terlibat yaitu dapat berupa teguran dan tuntutan secara lisan maupun tulisan, tertundanya atau bahkan gagal naik pangkat atau gaji, izin praktek dicabut sementara atau bahkan selamanya. https://doi.org/10.24002/jep.v33i1.1417, https://jurnal.unissula.ac.id/index.php/JIMU/article/download/31408/8454, https://peraturan.bpk.go.id/Details/38770
Upaya pencegahan malapraktek dalam pelayanan kesehatan adalah:
Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/analogihukum/article/view/1451/1042Disusun oleh Kelompok 7 Gizi 2022:
Putri Rahayu (22051334129)
Geraldine Candra Rais (22051334144)
Ni Nyoman Ayu Vena Maharani A. (22051334145)
Abyan Naufal Al Habib Abdallah (22051334160)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H