Mohon tunggu...
Abyandra Zya
Abyandra Zya Mohon Tunggu... -

scientist, tapi juga menekuni segala hal tentang sepakbola modern. twitter: @abytabligh

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Apa Salah "Micin" Padamu?

6 Januari 2018   14:03 Diperbarui: 8 Januari 2018   09:36 2152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Liputan6.com

Fenomena kembali munculnya istilah micin di Indonesia

Penggunaan internet di Indonesia telah berkembang dengan sangat pesat. Internet kini tidak lagi hanya menjadi konsumsi kalangan menengah ke atas, tapi juga kalangan bawah. Mereka yang berada di kalangan menengah ke atas merasa bisa berperilaku di dunia maya dengan lebih logis, dan saat ada petualang lain di dunia maya yang dianggap kurang berpikir logis dalam berperilaku, maka konfrontasi tidak terhindarkan.  

Mereka yang merasa bisa perperilaku dengan lebih logis mulai gemas dengan dunia maya yang mulai diusik oleh orang-orang yang mereka anggap kerap berperilaku kurang logis. Muncul anggapan bahwa orang-orang yang kurang logis tersebut adalah mereka yang berasal dari kalangan bawah yang kini mulai bisa menjangkau dunia maya.

Harus disadari, kalangan menegah ke atas yang mayoritas merasa dirinya lebih logis justru pada beberapa hal sangat mudah "termakan" isu atau mitos yang dibangun beberapa pihak demi mendapatkan keuntungan finansial. Salah satunya adalah isu tentang micin. Kalangan menengah ke atas adalah sasaran empuk bagi beberapa produsen produk makanan maupun rumah makan yang menjual produknya dengan harga yang jauh lebih mahal, dengan jargon lebih sehat karena tidak menggunakan micin. 

Hal yang sama juga terjadi saat kalangan menengah ke atas ini dengan mudahnya "termakan" isu yang menyatakan bahwa yang namanya pengawet dan pemanis buatan itu berbahaya, dan makanan yang tidak menggunakan pengawet dan pemanis buatan itu lebih sehat. 

Pemikiran tersebut membuat mereka mau membeli produk dengan harga yang jauh lebih mahal, asalkan produk tersebut menyatakan tidak menggunakan pengawet dan pemanis buatan. Khusus untuk bahan pengawet, demi mewujudkan industri yang ramah energi dan lebih terjangkau masyarakat, justru bahan pengawet adalah solusi terbaik. Betapa banyak energi yang harus terbuang untuk mengawetkan produk minuman dalam kemasan melalui proses pemanasan, sedangkan produk tersebut sebenarnya bisa diawetkan hanya dengan menggunakan bahan pengawet.

Mereka-mereka yang merasa dirinya mampu berperilaku dan berpikir lebih logis di dunia maya, dan sudah "termakan" isu micin, mulai berpikir bahwa mereka-mereka yang ada di dunia maya namun dianggap kerap berperilaku kurang logis adalah berasal dari kalangan bawah yang dianggap terbiasa mengkonsumsi micin, sehingga kemampuan berpikir otaknya kurang, sebagai dampak dari mengkonsumsi micin. Kalangan bawah mereka anggap tidak cukup berpendidikan untuk mengetahui dan memahami isu micin, serta tidak cukup secara ekonomi untuk membeli produk makanan sehari-hari yang bebas micin, karena harganya yang jauh lebih mahal.

Berdasar pada anggapan-anggapan yang sudah diuraikan di atas, saat mereka yg merasa lebih logis menemui mereka yang dianggap kurang logis di dunia maya, maka istilah micin keluar sebagai bentuk ejekan dan simbol kelemahan dalam berpikir. Istilah micin sebagai ejekan untuk orang yang dianggap kurang mampu berpikir menjadi semakin populer karena terus digunakan saat konfrontasi di dunia maya terjadi.

Kini menjadi menarik untuk ditunggu, eskalasi apalagi yang akan muncul dari penggunaan istilah micin ini. Setelah bertransformasi menjadi istilah "generasi micin", layak untuk ditunggu istilah apalagi yang akan muncul sebagai hasil dari transformasi istilah micin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun