Mohon tunggu...
Abu Yasin
Abu Yasin Mohon Tunggu... wiraswasta -

penulis apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika 100 Mantan Teroris dan Kombatan Berkumpul bersama BNPT di Masjid Istiqlal

9 Januari 2018   00:32 Diperbarui: 9 Januari 2018   16:06 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, Senin 18 Desember 2017, suasana Mesjid Istiqlal Jakarta agak berbeda dari biasanya. Ditemani udara dan hangatnya mentari pagi, 100 orang mantan teroris dan kombatan berkumpul di Aula Perpustakaan Mesjid Istiqlal. Lho, mengapa para pelaku sejarah mendadak muncul di mesjid kebanggaan nasional itu? Teror modus barukah? Atau, ada hajatan apa gerangan?

Luar biasa, dan ini belum pernah terjadi sejak Indonesia Merdeka, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius, menggagas acara Silaturahmi Nasional bertajuk "Gerakan Masyarakat Anti Radikalisme Negara Kesatuan Republik Indonesia" atau "GEMAR NKRI".

Tidak tanggung-tanggung, 100 orang mantan teroris hadir bertatap muka dan dialog interaktif dengan mantan Kabareskim Polri itu. Saya, termasuk di antara 100 orang eks napiter yang hadir, tanpa perasaan rendah diri dan rasa malu, kami para pelaku sejarah yang pernah "melukai" NKRI, bersembang ramah dengan orang yang pernah dinobatkan sebagai "kepala" thoghut karena mengepalai lembaga pemberantasan terorisme. Acara yang penuh persaudaraan dan diiringi gelak ketawa ketiwi itu sedianya menghadirkan sekitar 700 mantan napiter. "Namun yang hadir sekarang ada 100 orang. Mudah-mudahan ke depannya mau bergabung dan bersilaturrahim dengan yang lain sehingga dapat bertukar pikiran untuk kemajuan bersama ke depannya," ucap kepala BNPT ketika membuka acara Silaturrahmi Nasional tersebut.

Lanjut Suhardi, "Silaturahim Gemar NKRI ini merupakan yang pertama kali kita adakan. Kegiatan ini untuk membuka wawasan karena jangan pernah menyangsikan mantan napiter juga sangat mumpuni dalam bidang agama dan wawasan kebangsaan serta kewirausahaan. Saya meminta kepada rekan ikhwan tidak putus harapan. Informasikan kepada kami apa yang bisa kami bantu. Insya Allah kami akan fasilitasi. Ini sebagai bukti negara hadir di tengah rekan-rekan."

Merangkul pelaku sejarah -- di mana mereka terjebak pada pemahaman sempit soal kafir, surga, neraka dan lainnya, sehingga mereka mudah terpengaruh untuk menjadi "pengantin"-- sebenarnya sudah pernah dilakukan baik oleh rezim Soekarno maupun Soeharto. Ada tiga periodisasi pemberantasan terorisme di Indonesia: Periode Soekarno, Periode Soeharto, dan Periode Reformasi. Pada ketiga periodisasi ini, pemberantasan terorisme di Indonesia mengalami evolusi, sesuai dengan karakteristik dari organisasi terorisme di Indonesia.

Pada periode Soekarno, pemberantasan gerakan terorisme dilakukan oleh militer dengan pola negoisasi dan pendekatan damai. Soekarno menitikberatkan pada pendekatan militer bukan kepolisian.

Pada periode Soeharto, pemberantasan terorisme sangat didominasi oleh militer melalui Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) dan Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib).

Sedangkan pada periode reformasi, pemberantasan terorisme dilakukan melalui dua cara, yaitu Soft Approach (pendekatan halus) dan Hard Approach (penindakan hukum).

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, badan anti teror ini menggagas Soft Approach, maka pada tahun 2010, lahirlah gagasan spektakuler "deradikalisasi." Deradikalisasi adalah suatu proses dalam rangka reintegrasi sosial pada individu atau kelompok yang terpapar paham radikal terorisme. Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi dan membalikkan proses radikalisasi yang telah terjadi.

Artinya, deradikalisasi mengacu pada tindakan preventif kontraterorisme atau stratregi untuk menetralisir paham-paham yang dianggap radikal dan membahayakan dengan cara pendekatan tanpa kekerasan. Dengan kata lain, deradikalisasi mengembalikan para aktor terlibat yang memiliki pemahaman radikal untuk kembali kejalan pemikiran yang lebih moderat. Dua tujuan utama deradikalisai adalah, pemutusan (disengagment), dan penghapusan ideologi atas agama (deideologisasi).

8 Pernyataan
Hadirnya 100 eks napiter dan kombatan, dalam ajang Silaturahmi bersama kepala BNPT dan jajarannya, setidak-tidaknya mengisyaratkan delapan esensi penting:

Pertama, umat Islam yang benar pemahaman Islamnya tidak mungkin melakukan teror, sehingga jangan pernah ada lagi pihak-pihak tertentu yang mengaitkan teroris dengan agama Islam. Teror hanya aksi kriminal yang dilakukan oleh pribadi ataupun oknum tertentu.

Di masyarakat modern sekarang ini, jaringan kelompok antagonis lebih kuat dibandingkan jaringan protagonis. Itu akibat kurangnya komunikasi antara pemerintah dan ulama dalam menyebarkan program-program pencegahan terorisme. Apa yang dilakukan BNPT ini, bisa menggandeng eks napiter dan kombatan menjadi partner dalam pencegahan radikalisme dan juga terorisme.

Kedua, persatuan dan kebhinnekaan penting terus dipelihara dan diperkuat untuk menciptakan kedamaian dalam lingkup NKRI yang penuh persaudaraan atau semangat persatuan melalui dialog yang berkesinambungan. Salah satu contoh Islam menyuruh umatnya berdakwah secara hikmat dan memberi nasihat dengan cara yang baik dan lembut. Bahkan untuk setiap masalah yang terjadi, Islam menyarankan dilakukan dialog tanpa menyakiti.

Ketiga, memang ketika napi teroris di dalam penjara, BNPT sering rutin melakukan pendampingan dan pembinaan. Alangkah bagusnya jika hal ini berlanjut ketika mereka keluar penjara, tidak hanya mengadakan pertemuan tiga bulan sekali atau setahun sekali sehingga tidak terkesan seperti ajang kumpul-kumpul biasa.

Keempat, dialog 100 mantan teroris dengan pimpinan BNPT menunjukkan bahwa deradikalisasi berhasil menyasar dua faktor, pertama mencegah tersangka atau mantan napiter kembali lagi menjadi teroris, dan mencegah perekrutan generasi jaringan teroris. Ini dibuktikan sikap kebersamaan para mantan napiter dalam mengikuti acara silaturahmi bersama pimpinan BNPT.

Kelima, ke depan, efektivitas program deradikalisasi oleh pemerintah seperti mendatangkan ulama atau ustadz ke dalam penjara narapidana teroris sudah bisa diganti oleh "dai kombatan" itu sendiri yang notabene berasal dari lingkaran yang sama. Dengan demikian mantan teroris ini berfungsi juga merangkul kawan-kawannya untuk ikut terlibat sebagai pembina program deradikalisasi dan proaktif melawan penyebaran paham radikal di lingkungan masyarakat.

Keenam, melalui silaturahmi nasional yang melibatkan 100 mantan teroris, pembuat kebijakan dan penegak hukum harus sadar bahwa penggunaan kekerasan berlebihan hanya akan membuat teroris tambah subur, akan tetapi mendiamkannya pun berpotensi melahirkan pelaku baru.

Kecurigaan berlebihan terhadap kelompok-kelompok yang dipandang umum terafiliasi dengan kelompok teroris juga berbahaya. Misalkan, kita gampang menaruh curiga kepada orang-orang yang memakai burka, berjanggut lebat, celana cingkrang, atau pengajian Salafi. Nah, efek silaturahmi ini bisa menghilangkan kesan angker tersebut karena 100 mantan teroris itu hadir lengkap dengan atribut-atribut yang selama ini dikesankan sebagai warna-warna teroris.

Ketujuh, silaturahmi nasional itu juga mengindikasikan, napi teroris sekeluar dari penjara tidak lagi kembali ke kelompok asalnya. Tidak pula membuat sel teroris baru yang lebih kejam atau berbeda sama sekali dari kelompok sebelumnya.

Kedelapan, ide fenomenal Suhardi Alius selaku kepada BNPT menunjukkan dia memahami akar masalah terorisme. Setiap pendekatan yang digunakan bisa berbeda, tapi konsep deradikalisasi semestinya sama: mengubah manusia yang memilih jalan kekerasan untuk berbalik (kembali) menjadi pendukung kebaikan dan bersikap damai.

Khairul Ghazali als Abu Yasin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun