Mohon tunggu...
Abu Yasin
Abu Yasin Mohon Tunggu... wiraswasta -

penulis apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Terbuka untuk Presiden Jokowi dan Menko Polhukam

24 Maret 2016   14:34 Diperbarui: 24 Maret 2016   15:08 1141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal, anak seorang teroris tidak secara otomatis bisa digolongkan sebagai teroris, apalagi mereka masih di bawah umur. Demikian pula istri seorang teroris tidak secara otomatis dimasukkan ke dalam kelompok teroris, sebab yang bersalah adalah suaminya bukan istrinya. Dengan demikian istri dan anak teroris yang mendapat stigma sebagai keluarga teroris, tidak sepantasnya mendapat hukuman social sebagaimana yang dialami suami/bapak mereka.

Celakanya, tatkala acara peletakan “batu pertama” ponpes tersebut, yang dilakukan oleh Kepala BNPT (waktu itu) Komjen Pol Drs Saud Usman Nasution dan unsur Muspida Plus Propinsi Sumut, sekaligus menjadi “batu terakhir”. Alasan yang dikemukakan oleh mantan Kepala BNPT tersebut adalah, Pesantren menjadi domainnya Kementerian Agama bukan BNPT. Astaghfirullah!

Padahal, ide-ide yang dilakukan oleh ponpes Darusy Syifa’ tersebut bisa “memutus” mata rantai radikal terorisme ke depannya, dengan merubah mindset anak-anak mantan dan napi teroris yang sudah terlanjur menyimpan dendam dalam memori ingatan mereka. Masih lupakah kita bagaimana sang ayah “mewarisi” semangat radikalis teroris kepada anak-anaknya? Ambil contoh anak Imam Samudera dan Abu Jibril yang tewas di Suriah karena bergabung dengan ISIS, ini membuktikan ada jaringan yang terhubung antara orangtua dengan anaknya, untuk juga menjadi teroris.

Nah, ponpes Darusy Syifa’ merupakan satu-satunya di Indonesia yang tengah berjuang mengumpulkan anak-anak mantan dan napi teroris untuk dididik dengan sistem pendidikan gratis berbasis “Pesantren”, agar mereka tidak lagi mengikuti jejak ayah/bapaknya dengan melakukan jihad yang salah. Namun ironinya, lembaga negara seperti BNPT yang seharusnya bertanggungjawab terhadap nasib anak-anak dan keluarga mantan dan napi teroris, justru “menutup mata” terhadap realitas ini dan menggunakan anggaran untuk program-program mubazir yang sama sekali tidak menyentuh visi dan misinya.

Sekali lagi, inilah surat terbuka untuk Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menko Polhukam Luhut Pandjaitan, agar – sesuai dengan program Kabinet Kerja yang terkenal dengan gaya “blusukan” – datang dan tengoklah Ponpes Darusy Syifa’ di Medan yang mendidik anak-anak mantan dan napi teroris, agar tidak ada lagi terdengar “anak mantan teroris melakukan tindak pidana teroris”, agar terorisme tidak berlanjut hingga ke anak cucu!

Wassalam Saya,

Abu Yasin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun