Hari yang baik pun tiba. Sang Anak menyiapkan segala keperluan untuk pulang. Oleh-oleh untuk ibunda tersayang disiapkan paling duluan. Isterinya ikut membantu mengemasi barang-barang. Kapal laut ia beli untuk menyeberang pulang ke Pulau Sumatera. Puluhan anak buah dan pengiring ikut dalam rombongannya. Alat musik kesayangannya ia bawa pulang untuk kenang-kenangan. Kapal mulai meninggalkan tanah jawa, kabar kepulangan sang Anak terdengar sampai ke telinga ibunda. Sang Ibu bergembira menanti kedatangan anaknya di pinggir sungai tempat ia tinggal. Ia tidak sabar bertemu anaknya yang telah berhasil di rantau orang. Ia bayangkan wajah anaknya.
“Dia pasti tampan dan gagah”. Bisik sang Ibu dalam hati.
Dua puluh hari telah berselang. Rombongan kapal sang Anak hampir sampai di Kampung Surau. Sang Anakpun tak sabar bertemu ibunya. Sudah dua puluh tahun ia tinggalkan orang tua tercintanya. Kapal pun menepi ke daratan. Sang Anak melihat kampungnya dengan wajah bersinar. Kampungnya yang nyaris tak ada perubahan sejak ia tinggalkan.
Sang Ibu melihat kedatangan kapal itu dari atas bukit dimana gubuk reyotnya dibangun. Bergegas ia turuni lereng bukit itu dan sampai ditepi sungai walaupun dengan langkah kaki diseret. Sang Anak yang masih berada diatas kapal terkejut melihat ibunya, berlari menyongsong kedatangannya. Dilihatnya sang Ibu datang dengan kain yang lusuh dan compang-camping. Kulitnya yang keriput dan rambutnya yang putih penuh uban membuat sang Ibu terlihat tak terurus. Dengan langkah gontai sang Ibu dekati kapal anaknya. Melihat pemandangan itu sang Anak merasa jijik dan malu mengakui bahwa itu ibunya.
Dengan perasaan gembira sang ibu ingin melompat kedalam kapal anaknya yang telah dari tadi menepi di daratan Kampung Surau
“Anakku”. Sang Ibu berteriak gembira.
Sang Anak terdiam kaku dalam kebingungan. Ia malu pada isteri dan anak buahnya, jika mereka mengetahui kalau majikannya yang kaya raya ini mempunyai ibu yang tua renta dan tidak terurus seperti yang datang kehadapan mereka. Cepat-cepat sang Anak menyuruh pengiring dan anak anak buahnya mengambil sebuah gala yang panjang untuk mendorong kapal ketengah sungai dan mengusir wanita tua itu. Sang Anak ingin kembali ke tanah seberang. Dengan sigap anak buahnya mendorong kapal ketengah sungai dan menolak badan sang Ibu dengan gala.
Kapal kembali ketengah dan sang Ibu terjatuh ketepi sungai. Sang Ibu sangat sedih dan menangis menyesali perbuatan anaknya. Ia menyesal melahirkan anak yang durhaka itu. Sang Ibu berusaha naik ke daratan dengan sisa tenaganya. Sesampai di daratan ia berdo’a kepada Allah Swt. Sambil menengadahkan tangan dan berurai air mata ia memohon kepada Yang Kuasa.
“Karam kapal waang handaknyo, Nak dan jadi batu lah waang”.
Tiba-tiba petir menggelegar dari langit yang masih terang, kilat menyambar dan hujan pun turun. Kapal sang Anak tiba-tiba oleng ditengah sungai. Kapal itu miring dan tenggelam. Hartanya berserakan termasuk alat musik yang dibawanya. Do’a sang Ibu langsung dijawab Allah Swt, kapal yang sudah miring ke sungai tiba-tiba mengeras menjadi batu. Sang Anak, isteri dan rombongannya tertimbun oleh material kapal. Alat musik Gong yang besar itu tersangkut disisi kapal. Riwayat anak durhaka dari Kampung Surau tamatlah sudah.
Sejak kejadian itu kapal sang Anak yang berubah menjadi batu akibat dikutuk oleh ibunya dinamai Batu Gong, karena ada alat musik Gong yang besar menempel disisi kapal. Orang Kampung Kampung Surau hingga saat ini menyebutnya Batu Aguang atau Batu Agung.
* * * Cerita ini sudah dilombakan pada Lomba Menulis Cerita Rakyat Tingkat Kab. Dharmasraya dan mendapat Peringkat Pertama.
** Penulis adalah Guru SDIT ASA DHARMASRAYA
Arti kosa kata :
1. Hati-hati di rantau urang Nak. : Hati-hati dirantau orang, Nak
2. Capek pulang kalau lah berhasil. : Cepat pulang kalau sudah berhasil
3. Necys : Rapi
4. Pupuik Batang Padi : Seruling dari batang padi.
5. Caliaklah anak Amak ko, Mak. : Lihatlah anakmu ini, Bu.
6. Nasib kito lah barubah : Nasib kita sudah berubah.
7. Dan Amak berhak manikmatinyo. : Dan Ibu berhak menikmatinya.
8. Karam kapal waang handaknyo, Nak. : Mudah-mudahan Tenggelamlah kapalmu, wahai anakku.
9. Dan jadi batu lah waang. : Mudah-mudahan engkau jadi batu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H