Pemandangan di sekitar beranda masjid pun menjadi bagian dari perenungan malam saya. Lampu-lampu kota yang redup, suara langkah kaki yang semakin reda, semuanya menjadi bagian dari kisah hidup yang terus berputar di sekitar saya. Di sinilah saya merasa paling dekat dengan diri sendiri, di tengah keheningan malam yang hanya terganggu oleh suara langkah kaki yang perlahan-lahan menjauh.
Malam berganti malam, namun kesendirian ini tetap menjadi teman setia saya di beranda masjid yang sepi. Setiap tarikan rokok, setiap pandangan kosong ke langit yang tak berujung, semuanya menjadi saksi bisu dari kehidupan yang saya jalani. Meskipun kesendirian & kebingungan masih menyelimuti, namun ada harapan yang terus saya genggam erat, bahwa suatu hari nanti, langit malam ini akan menjadi saksi dari kesempurnaan hidup yang saya impikan.
Mungkin esok hari akan membawa perubahan, atau mungkin tidak. Namun, di bawah langit yang sama, di beranda masjid yang sama, saya akan tetap duduk, menghisap rokok, dan merenungkan arti dari kehidupan yang terus berputar di sekitar saya. Dan sementara itu, saya akan terus menjadi pelukis pikiran yang terlukis di tengah kegelapan malam.
BY: Abu Usamah Al-MundziriÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H