Mohon tunggu...
Yibbz
Yibbz Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Terimakasih Atas Penilaian dan Masukannya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Kelangkaan Kedelai yang Berulang

10 Januari 2021   17:07 Diperbarui: 10 Januari 2021   17:07 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Produksi kedelai dalam negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan masyrakat mengakibatkan kelangkaan kedelai yang berulang. Indonesia sebagai negara dengan konsumsi kedelai terbesar belum mampu swasembada, karena 90% kedelai yang ada merupakan hasil impor.

Menurunnya daya tarik petani untuk menanam kedelai serta lahan yang diproyeksikan ditahun 2021 hanya sekitar 125.000 hektare. Seperti diketahui harga beli kedelai dikalangan petani yang dianggap tidak menguntungkan yaitu sebesar Rp.6.000 ditambah dengan produktivitas kedelai yang rendah serta tanaman komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan seperti padi.

Sebenarnya, ada varietas kedelai yang belum dioptimalkan hingga ke petani misalnya Detam 1 (2008), Dena 1 (2014), Devon 1 (2015), Dega 1 (2016), Detap 1 (2017), Devon 2 (2017), Derap 1 (2018), Demas 2 dan Demas 3 (2020). Dulu sebenarnya ada kedelai yang bisa merambat namun, bijinya yang kecil membuat petani kurang berminat untuk menanamnya.

Kedelai dipasar Internasional meroket dari harga Rp6.500/kg mencapai Rp.9.500/kg dikarenakan meningkatnya permintaan Amerika Serikat mencapai 92 juta ton. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) impor kedelai mencapai 1,27 juta ton di semester-1 2020.

Sementara itu, konsumsi kedelai tiap tahun cenderung meningkat 1,7% per tahun, ditahun 2020 konsumsi kedelai sebesar 6,6 kg/kapita/tahun. Konsumsi masyarakat yang terus meningkat dan harga kedelai yang menjulang membuat Indonesia tidak dapat mengendalikan harga dipasaran.

Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah dengan menjadi anggota WTO tahun 1995 dan Letter of Intent (LOI) tentang pasar bebas berimbas pada impor yang masuk secara bebas dan kedelai produksi petani yang kalah dengan kualitas kedelai impor. UU Cipta Kerja juga berpotensi memberikan ruang impor yang lebih besar. Larangan impor dihentikan jika kebutuhan dalam negeri mencukupi atau penggunaan produk pangan dihapus.

Penerapan UU pangan No 18 Tahu 2021 dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani No 19 Tahun 2013 terkait dengan perlindungan pasar dan kesejahteraan petani belum mampu mengurangi impor kedelai serta kesejahteraan petani kedelai Indonesia.

Kebijakan perlindungan varietas tanaman untuk melindungi benih lokal harus dilakukan agar tidak hilang. Justru UU No 20 Tahun 2020 tentang perlindungan Varietas Tanaman dihapuskan sehingga hasil Genetically Modified Organism (GMO)  dapat menghilangkan benih kedelai lokal.

Sejahterakan Petani

Sistem pangan kita yang sudah terintegerasi  dengan pangan dunia merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah. Perhatian seharusnya tertuju kepada kesejahteraan petani yang diimbangi dengan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas.

Pemenuhan kebutuhan pasar dengan cara impor tidak selaras dengan keinginan swasembada. Kedelai wilis berasal dari Grobogan yang memiliki biji yang besar cukup berpotensi menjadi standar kedelai indonesia.

Harga kedelai lokal harus memiliki nilai ketetapan yang dapat melirik petani agar kembali menanam kedelai. Penyediaan bibit yang unggul dan terjangkau serta bimbingan teknis dan rencana kerja yang memadai untuk mencapai swasembada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun