Â
Dalam hubungan dengan penanganan permasalahan Bank Century, KSSK mempertimbangkan dampak berantai yang mungkin akan terjadi (contagion effect) yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan. Untuk itu, dalam rangka menetapkan kebijakan yang akan diambil, KSSK mempertimbangkan berbagai hal yang mencakup kondisi perekonomian nasional, regional dan perekonomian global yang pada saat itu sedang dalam kondisi krisis berikut dampak psikologisnya.
Â
Dalam pengambilan keputusan, tidak dapat dipungkiri adanya faktor profesional judgment yang didasarkan kepada kondisi objektif Bank Century dan kondisi perekonomian nasional, policy response negara-negara lain terhadap krisis global, serta pengalaman Indonesia dalam krisis tahun 1997-1998.
Professional judgment yang dilakukan tersebut di dasarkan pada indikator-indikator ekonomi, baik global maupun domestik, yang mengindikasikan terjadinya krisis sistem keuangan. Selain itu, secara umum Bank Century telah memenuhi kualifikasi sebagai Bank Gagal karena pada saat itu Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya negatif 3,53 persen. Sedangkan mengenai dampak sistemik Bank Century, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dalam kondisi normal, penutupan bank seukuran Bank Century diperkirakan tidak akan menimbulkan dampak sistemik bagi bank lain atau sistem perbankan nasional. Namun demikian, dalam kondisi perekonomian yang bergejolak sebagaimana tersebut di atas, maka penutupan Bank Century akan menimbulkan dampak sistemik (contagion effect) berupa upaya atau kondisi rush terhadap bank-bank lainnya, terutama peer banks atau bank yang lebih kecil (Sumber Bank Indonesia).
Pertanyaan yang muncul terkait Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tentang masalah Bank Century:
Apakah dalam penanganan bail-out Bank Century (BC) terdapat tindakan oleh KSSK/Menteri Keuangan yang melawan hukum? Hal tersebut tidak benar.
Tindakan KSSK dalam melakukan penyelamatan/bailout Bank Century tidak mengandung unsur melawan hukum, karena:
Â
Â
Penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berdampak sistemik yang dilakukan oleh KSSK pada tanggal 21 November 2008 memiliki landasan hukum, yaitu didasarkan pada Perppu Nomor 4 Tahun 2004 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan.
KSSK mempunyai kewenangan menetapkan bank gagal yang berdampak sistemik dengan memperhatikan usulan Bank Indonesia (Pasal 18 ayat (1) Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang JPSK)
Â
Keputusan KSSK nomor; 04/KSSK.03/2008 tanggal 21 November 2008 yang menetapkan BC sebagai bank gagal yang berdampak sistemik dan meminta LPS untuk melakukan penanganan sesuai dengan UU LPS ditetapkan sebelum tanggal 18 Desember 2008, yaitu saat DPR meminta Pemerintah mengajukan RUU tentang JPSK paling lambat 1 Januari 2009
Terkait perkembangan kondisi makro tentang situasi dan kondisi krisis keuangan dunia serta indikator ekonomi dan keuangan nasional maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal atau pejabat yang bertanggung jawab menjaga stabilitas keuangan memiliki kewajiban hukum untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan BC yang mengancam stabilitas keuangan nasional karena jika tidak bertindak maka Menteri Keuangan bisa disalahkan atau dianggap gagal.
Peran Institusi dalam Penanganan Bank Century
Â
Terdapat tiga lembaga utama yang berperan dalam proses penanganan Bank Century yaitu Bank Indonesia, KSSK, dan LPS.
Bank Indonesia (BI):
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 yang diubah dengan undang-undang no.3 tahun 2004 maka BI memiliki fungsi pengawasan sepenuhnya dan independen terhadap bank-bank yang ada di Indonesia. Dalam fungsi ini melekat kewenangan yang dimiliki BI untuk merekomendasikan rapat kepada KSSK jika menemukan bank yang mengalami kesulitan keuangan (kesulitan likuiditas dan permasalahan solvabilitas) dan ditenggarai berdampak sistemik. Hal ini diatur dalam Perppu JPSK (Perppu Nomor 4 Tahun 2008) yang berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
Berdasarkan Perppu JPSK, yang dimaksud KSSK adalah Menteri Keuangan sebagai ketua merangkap anggota dan Gubernur BI sebagai anggota. KSSK berfungsi menetapkan kebijakan dalam pencegahan dan penanganan krisis. Keputusan rapat dalam KSSK diusahakan dengan suara mufakat namun jika tidak mufakat, ketua KSSK berhak mengambil keputusan secara mandiri. Dalam pasal 20 dijelaskan kewenangan KSSK untuk mengambil tindakan penanganan krisis dan tidak disebut keharusan ketua KSSK untuk meminta izin dari Presiden RI maupun Wapres RI dalam pengambilan keputusan.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
LPS didirikan berdasarkan UU No 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang berfungsi menjamin simpanan nasabah bank (dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito dan tabungan). LPS harus aktif memelihara stabilitas sistem perbankan nasional. Untuk itu, LPS berwenang menetapkan dan memungut premi penjaminan dari bank-bank (yang dikumpulkan menjadi dana LPS) dan menangani bank gagal.
Â
Pasal 37 menyatakan bahwa LPS bertanggung jawab atas kekurangan biaya penanganan bank gagal setelah pemegang saham lama melakukan penyertaan modal. Biaya itu akan masuk dalam penyertaan modal sementara LPS kepada bank.
Â
Kekayaan LPS dan Penyertaan Modal Sementara pada Bank Century
Â
Kekayaan LPS pada pertengahan November 2008 lalu berkisar senilai Rp 14 triliun. Kekayaan LPS tersebut terdiri atas sebesar Rp 10 triliun yang berasal dari premi bank-bank yang dijamin LPS dan Rp 4 triliun yang berasal dari modal awal pemerintah dan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan. Dana LPS untuk menangani Bank Gagal dari premi dan bukan dana APBN yang disetor sebagai modal awal pada tahun 2004. LPS tidak membutuhkan izin DPR untuk menggunakan dananya dalam rangka penanganan Bank Gagal.
Berdasarkan Pengumuman LPS Nomor Peng.005/KE/XII/2009 tentang Langkah-Langkah Penanganan PT Bank Century, Tbk oleh LPS dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
Dalam rangka penanganan Bank Century, LPS telah menyetor biaya penanganan yang merupakan Penyertaan Modal Sementara (PMS) LPS pada Bank Century dengan total sebesar Rp6,76 triliun untuk memenuhi ketentuan tingkat kesehatan bank.
Â
Biaya penanganan tersebut merupakan tambahan modal Bank Century yang disetorkan secara tunai sebesar Rp5,31 triliun dan dalam bentuk penyerahan Surat Utang Negara senilai Rp1,45 triliun. Dalam rangka memastikan adanya akuntabilitas yang memadai, penetapan biaya penanganan dilakukan dalam 4 tahap yang merupakan satu kesatuan yang didasarkan pada data/assessment dari Bank Indonesia dan Kantor Akuntan Publik (KAP).
Penetapan biaya penanganan dilakukan pada tanggal 23 November 2008 sebesar Rp2,77 triliun, tanggal 5 Desember 2008 sebesar Rp2,20 triliun, tanggal 3 Februari 2009 sebesar Rp1,16 triliun, dan tanggal 21 Juli 2009 sebesar Rp630 miliar.
Â
Sumber dana untuk PMS berasal dari kekayaan LPS yang sampai akhir bulan Oktober 2009 berjumlah Rp18 triliun, termasuk PMS pada Bank Century sebesar Rp6,76 triliun. Kekayaan tersebut terutama berasal dari modal awal sebesar Rp4 triliun, penerimaan premi dari bank peserta penjaminan selama 4 tahun sebesar Rp12,9 triliun dan hasil investasi Surat Utang Negara/Sertifikat Bank Indonesia. Dengan demikian, PMS tersebut dapat tertutupi dari premi yang diterima.