Kata pembawa acara, "Pak Kiai," begitu ia menyapa narasumber. "Sebenarnya apa keutamaan bulan Ramadhan itu?". Pak Kiai yang saat itu mengenakan peci putih dan lehernya dililit surban menjawab dengan penuh percaya diri bahwa keutamaan bulan Ramadhan itu ada lima macam. Kemudian Ia mengatakan, "Dalam sebuah Hadis,
Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa tidurnya Orang yang berpuasa itu merupakan ibadah, diamnya saja sama dengan membaca tasbih. Pahala amalnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni."
"Itulah keutamaan bulan Ramadhan," kata narasumber tadi tanpa sedikit pun ragu-ragu bahwa Hadis yang dia sampaikan itu adalah
Hadis yang bermasalah. Sementara sang artis yang menjadi pembawa acara sekaligus pewawancara tadi manggut-manggut saja.
C. Tidak Populer
Hadis yang disebut-sebut di tiga tempat di atas itu layaknya merupakan Hadis populer karena banyak orang mengetahuinya. Namun ternyata Hadis tersebut tidak tercantum dalam kitab-kitab Hadis
populer. Hadis itu diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu'abul Iman, kemudian dinukil juga oleh Imam as-Suyuti dalam kitabnya al-Jami' ash-Shagir.
Teks lengkap Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
d. Hadis Palsu
Menurut Imam as-Suyuthi, kualitas Hadis ini adalah dha'if (lemah). Bagi orang yang kurang mengetahui ilmu Hadis, pernyataan Imam as-Suyuti ini dapat menimbulkan salah paham, sebab Hadis dha'if itu secara umum masih dapat dipertimbangkan untuk diamalkan. Sedangkan Hadis palsu (maudhu'), semi palsu (matruk), dan munkar, tidak dapat dijadikan dalil untuk beramal sama sekali, hatta sekadar untuk mendorong amal-amal kebajikan (fadhail al-a'mal).
Kesalahpahaman itu akan segera hilang manakala diketahui bahwa Hadis palsu dan sejenisnya itu merupakan bagian dari Hadis dha'if. Karenanya, suatu saat, Hadis palsu juga dapat disebut Hadis dha'if. Walau bagaimanapun, Imam as-Suyuthi akhirnya menuai kritik juga dari para ulama lain atas pernyataannya itu, karena beliau dianggap tasahul (menggampangkan) dalam menetapkan kualitas Hadis. Salah satunya
adalah dari Imam Muhammad Abd al-Ra'uf al-Minawi dalam kitabnya Faidh al-Qadir yang merupakan kitab syarah (penjelasan) atas kitab al-Jami' ash-Shagir.
Al-Minawi menyatakan, bahwa pernyataan as-Suyuthi itu memberikan kesan bahwa Imam al-Baihaqi menilai Hadis tersebut dha'if, padahal masalahnya tidak demikian. Imam al-Baihaqi telah memberikan komentar atas Hadis di atas, tetapi komentar Imam al-Baihaqi itu tidak dinukil oleh Imam al-Suyuti. Imam al-Baihaqi ketika menyebutkan Hadis tersebut, beliau memberikan komentar atas beberapa rawi yang terdapat dalam sanadnya.
Menurut Imam al-Baihaqi, di dalam sanad Hadis itu terdapat nama-nama seperti Ma'ruf bin Hisan, seorang rawi yang dha'if, dan Sulaiman bin Amr an-Nakha'i, seorang rawi yang lebih dha'if daripada Ma'ruf. Bahkan menurut kritikus Hadis, Imam al-Iraqi, Sulaiman adalah seorang pendusta. Demikian komentar Imam al-Baihaqi seperti dinukil oleh al-Minawi.
Al-Minawi sendiri kemudian menyebutkan beberapa nama rawi yang terdapat dalam sanad Hadis di atas, yaitu Abd al-Malik bin Umair, seorang yang dinilai sangat dha'if. Namun, rawi yang paling parah ke-dha'if-annya adalah Sulaiman bin Amr al-Nakha'i tadi, yang oleh para ulama kritikus Hadis dinilai sebagai seorang pendusta dan pemalsu Hadis.