Mohon tunggu...
Jong Celebes
Jong Celebes Mohon Tunggu... Administrasi - pengajar

"Tidak ada kedamaian tanpa Keadilan"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Demokrasi Lempar Batu Apa Masih Perlu?

29 September 2019   09:20 Diperbarui: 29 September 2019   10:11 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prihatin, adalah satu kata yang bisa mewakili keadaaan batin saya setelah menyaksikan kondisi negeri ini beberapa hari belakangan ini. Khususnya di media massa dan media sosial yang dipenuhi gambar dan video vulgar dengan aksi brutal penuh kekerasan. 

Saya yakin, yang menyaksikan pun bukan hanya orang dewasa tapi juga anak-anak di bawah umur. Kalau dibiarkan seperti itu terus, maka tontonan seperti ini akan menjadi tuntunan bagi anak-anak bahwa kekerasan adalah hal biasa. Kekerasan turun temurun. 

Di video dan foto yang beredar masif dan viral di media sosial terlihat nyata bagaimana anarkisme itu terjadi yang diperagakan bukan hanya baik aparat kepolisian, namun juga para mahasiswa-pelajar. 

Yang paling memprihatinkan lagi, pemerintah dan DPR ikut-ikut 'Anarkis' dengan melahirkan undang-undang yang berpotensi melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ini bentuk lain dari anarkisme para elit politik. 

Kenapa disebut demikian, tanpa sosialisasi yang baik, ujug-ujug Undang-undang disahkan, sehingga menimbulkan tanda tanya besar, ada apa dibalik itu semua? Adakah upaya melemahkan KPK? Ini yang khawatirkan para mahasiswa dan pengunjuk rasa. 

Miris, menyaksikan situasi politik terkini di Indonesia. Bagi yang memiliki hati nurani, ini jelas mengiris hati sanubari kita sebagai anak bangsa yang mengaku hidup di negara berkemanusian yang adil beradab. 

Beberapa contoh saja, video viral terlindasnya salah satu demonstran pada unjuk rasa yang berlangsung di Kota 'Daeng' Makassar yang notabene 'Kampung' halaman penulis. 

Korban dikabarkan mengalami kritis di rumah sakit setempat, belum lagi mahasiswa Al Azhar yang terkena pentungan dan tendangan dari aparat kepolisian saat terjadi demo 24 September lalu. Korban mengalami geger otak dan sempat koma di rumah sakit. 

Dan  yang paling menyayat hati adalah tewasnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo Kendari Sulawesi Tenggara (sekedar Info, Kendari itu di Sulawesi Tenggara bukan di Sulawesi Tengah seperti kata Pak Presiden kemarin). 

Saya tak perlu lagi menjelaskan alasan kenapa itu semua bisa terjadi, karena kita semua sudah tahu. Yang ingin saya sampaikan bahwa kejadian itu semua karena gagalnya public relation atau humas pemerintah mengkomunikasikan semuanya. 

Komunikasi buntu antara pemerintah dan masyarakat. Ada pesan yang tidak sampai dari atas ke bawah, produk Undang-undang yang akan disahkan tidak tersosialisasi dengan baik. Pemerintah dan DPR dianggap tergesa-gesa sehingga menimbulkan kecurigaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun