Bahkan jauh sebelum Pangeran Diponegoro membakar semangat masyarakat Jawa dengan perang Jawa, Prawatasari sudah melakukan perlawanan di Jawa Barat terlebih dahulu dengan melancarakan perlawanan bersenjata.
Haji itu gelaran untuk kaum yang melawan. Mungkin itu yang dipikirkan beberapa Haji dari Banten di tahun 1888. Haji Ishak di Saneja, Haji Wasid di Jombang Wetan, Haji Abdulgani, Haji Usman dan Haji Tubagus Ismail di Cilegon. Â Para haji ini kemudian mengasasi perlawanan petani Banten pada tahun 1888. Haji Ishak memimpin pasukan dan menyerang kediaman Henri Fancois Dumas, seorang juru tulis pada kantor Residen. Namun Dumas melarikan diri dan bersembunyi pada rumah salah satu jaksa yang menjadi tetangganya. Istri Dumas, terluka. Dua anaknya berlindung pada rumah ajun kolektor. Dan si bungsu kemudian dilindungi sang pembantu, Minah namanya.
Sementara itu pada markas Pasar Jombang Wetan berkumpul haji Wasid dan ratusan pengikutnya, disana Haji Wasid memimpin pemberontakan, dia kemudian membagi kelompok menjadi tiga, kelompok pertama dipimpin Lurah Jasim, kelompok kedua dipimpin oleh Haji Abdulgani dan Haji Usman sementara pada kelompok yang ketiga dipimpin oleh Haji Tubagus Ismail dan Haji Usman. Pemberontakan ini sasarannya adalah penjara untuk membebaskan tahanan, kepatihan dan rumah asisten residen di alun-alun Cilegon.
Haji-haji ini kemudian melakukan perlawanan umum, Haji Tubagus menjumpai Dumas yang bersembunyi di rumah orang Tionghoa, Tan Heng Kok. Istri dan Anaknya Alfred Dumas, mengalami luka dan kemudian dibawa ke Kepatihan oleh Ajun Kolektor, di tempat lain anak bungsu Dumas dan Minah ditemukan di Sawah dalam keadaan hidup namun terluka, anak bungsu itu kemudian wafat pada tanggal 24 Juli 1888. Sementara itu Haji Tubagus Ismail juga membunuh Johan Henrick Hubbert Gubbles, Haji Usman dan pasukannya menyerang Ulric Bachet, Lurah Jasim melakukan perlawanan di rumah Ajun Kolektor dan melawan sang anak ajun yang mahir bersilat. Haji-haji ini.Â
Semoga kelak kita semua bisa memenuhi panggilanNya, dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Menjadi haji yang kemudian pulang dan tetap menebar kemanfaatan, menjadi penyejuk di tengah masyarakat dan menjadi penyokong kebaikan di tengah keburukan yang besar. Semoga para haji yang pulang ke tanah air menjadi haji yang mabrur dan mabruroh, di sehatkan fisik sampai berjumpa dengan keluarganya kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H