Mohon tunggu...
Abusagara
Abusagara Mohon Tunggu... -

satu hari, satu tulisan. Ingin mendapatkan kebaikan mesti harus memungut dari jalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berkas Negara "Bocor"

28 Februari 2018   10:01 Diperbarui: 28 Februari 2018   12:11 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.riauonline.co.id

Dua minggu ini sekolah kami dihadapkan dengan kejadian berkali-kali penipuan, targetnya jelas yaitu penipuan yang ditujukan kepada orang tua yang memanfaatkan anaknya yang sedang berada di sekolah. Motifnya sama persis seperti yang banyak diberitakan, penipu menghubungi orang tua siswa melalui handhphone berbekal nomor kontak yang entah dari mana mereka dapatkan. 

Penipu tidak bergerak sendiri, oknum yang lainnyapun sigap membuat skenario. Orang tua di telepon dan memberikan kabar bahwa anaknya kecelakaan dan membutuhkan treatment serius. Tidak tanggung-tanggung penipu ini menyamar sebagai guru dari anak-anak di sekolah, tujuannya jelas untuk meyakinkan orang tua sebagai korban, agar orang tua benar-benar mempercayai kecelakaan yang terjadi pada anaknya. Cukup efektif yang mereka lakukan, menggunakan foto profile guru yang dijadikan tumbal, untuk mengelabuhi korban.

style.tribunnews.com
style.tribunnews.com
Sayang beribu sayang ternyata di sekolah kami benar-benar ada orang tua yang menjadi korban, uang puluhan juta raib ke tangan penipu ini. Sontak kami di sekolahpun terkaget-kaget bagaimana penipu melancarkan aksinya. Berikut ulasan singakatnya.

Berbekal nomor handphone, penipu menelepon orang tua dan mengabarkan anaknya kecelakaan dan mengalami pendarahan yang hebat di kepala. Penipu sangat lihai bercakap-cakap, mereka bilang bahwa anak harus segera diambil tindakan untuk menyelamatkan. Penipu itu memerintahkan untuk berkomunikasi langsung dengan pihak dokter gadungan yang merupakan kawan dari penipu yang sudah bersekongkol) . 

Orang tua diarahkan untuk berbicara langsung dengan dokter, dan dengan sigap dokterpun segera berbicara dengan orang tua korban, dokter meyakinkan bahwa anaknya mengalami pendarahan hebat di kepala dan sebagai tindak lanjutnya harus dipasang alat dan alat yang dimaksud tidak tersedia di rumah sakit. Orang tua korban bisa mendapatkan alat di apotik, nomor kontak apotikpun diberikan untuk segera dihubungi oleh orang tua. 

Sang dokter menguatkan pembicaraannya bahwa yang memesan alat harus orang tua, karena kalau pihak dokter atau rumah sakit yang memesan pihak apotek tidak percaya. Jika penipuan berjalan mulus, pembicaraan ketiga terjadi antara orang tua dengan apotek gadungan, pada titik inilah closing dilakukan. Orang tua diminta untuk membayar alat dengan cara transfer, jika kebetulan orang tua korban sedang sial, panik karena kondisi anak yang direkayasa, dan uang di ATM masih banyak saldo, tanpa berpikir panjang maka orang tua akan segera mentransfer sejumlah uang yang diinginkan penipu. Inilah puncak aksi mereka meraup sejumlah uang, setelah dipastikan uang trasnfer masuk, maka semua nomor kontak yang tadi menghubungi orang tua hilang tidak bisa dihubungi.

Dengan kejadian ini, penulis menyampaikan rasa duka kepada para korban, mudah-mudah harta yang hilang segera diganti dengan yang lebih baik, lebih banyak , dan memberikan keberkahan yang berlimpah, dan mengutuk semua penipu yang telah melakukan cara-cara curang dalam mengumpulkan uang, mudah-mudah dibalas dengan setimpal.

Kejadian apapun yang ada di Indonesia pasti memiliki sisi keunikan dan memiliki sisi kontropersi, pertanyaanpun bermunculan tidak henti-hentinya. Dari mana penipu mendapatkan nomor orang tua siswa? Kok bisa penipu menghubungi orang tua berbekal foto gurunya di sekolah? Untuk menjawab itu, kita tidak memiliki sandaran pasti untuk memberikan kejelasan, hanya opini yang dibangun, tebak-tebakan, atau bahkan hanya membuat alur cerita karangan yang dikait-kaitkan agar cocok. Kalau korban melaporkan ke pihak yang berwajib dan penipu tertangkap  mungkin akan ada kejelasan dari mana penipu mendapatkan nomor kontak korban.

Opini mulai berkembang, ada yang menyampaikan bahwa nomor kontak diacak, dicoba-coba tanpa pola untuk dihubungi, kalau nyambung ke korban syukur, kalau tidak nyambung berarti bukan rezeki si penipu. Yang lucu adalah saat ortu ditelepon penipu, dan menyampaikan bahwa anaknya kecelakaan, ternyata anak dari orang tua korban sedang duduk bersama dengan orang tua, biasanya penipu mati kutu, dan penipuannya terungkap.

Asusmi lain yang berkembang adalah nomor kontak di dapat dari hasil pencarian di media sosial   calon korban, ini sangat mungkin terjadi, jika nomor kontak calon korban terpampang jelas di akun sosial media dengan alasan bisnis ataupun promosi yang memang mengharuskan untuk memajang nomor kontak di sosial media yang mereka punya.  Dari asusmsi ini kita bisa meningkatkan kewaspadaan dengan meminimalisir atau menghilangkan kontak di sosial media yang kita punya, agar celah para penipu untuk berbuat kejahatan bisa diantisipasi.

Data orang tua juga bisa dikases jika orang tua memiliki kartu nama, lengkap dengan segala data,pekerjaan, tempat kerja, nomor kantor, alamat rumah. Jangan sampai niat awal baik kita memberikan kartu nama, tiba-tiba jatuh kepada orang yang tidak tepat, dan ujung-ujungnya data yang kita berikan malah jadi bumerang bagi keselamatan kita sekeluarga. Orang awampun pasti tahu bahwa orang yang berduit saja yang memilik kartu nama, dengan berbekal kartu nama penipu seperti memiliki mata pancing untuk melancarkan niat busuknya. Dari gambaran ini , kita perlu mewaspadai dan memilah dan memastikan bahwa kartu nama kita aman dan tidak dijadikan komoditi oleh pelaku penipuan.

Karena penipuan berkedok kecelakaan ini menyasar sekolah, maka data terpadu di sekolah juga bisa menjadi titik awal bocornya data kita, apalagi saat ini  basis data terpusat dengan adanya DAPODIK (Data Pokok Pendidikan ) pada setiap jenjang pendidikan formal. 

DAPODIK ini menggambarkan secara utuh nama siswa, orang tua, alamat, pekerjaan, dan bahkan mungkin nomor kontak. Kita tidak menyalahkan pihak sekolah sama sekali. Cuma setelah data terisi di sistem yang sudah dibuat, bisa saja diretas, diambil, dan disalahgunakan atau bahkan mungkin ada orang yang berwenang yang bersekongkol dengan penipu dan dengan mudahnya memberikan data target penipuan.

Kita harus tetap waspada, karena sampai sat ini belum mendengar adanya jaminan atau securitas atas data yang sudah diinput oleh sekolah. Bahkan bulan ini handphonekita diajak untuk me-registrasi simcard mengunakan NIK dan nomor KK. Bukan kita menaruh curiga, tapi kita juga patut waspada akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Berhati-hatillah membuang sampah berupa berkas, semisal foto copy ijazah, KTP, kartu keluarga atau berkas yang lainnya yang didalamnya ada data pribadi kita. Mata nakal sang penipu itu memang dimana-mana, mereka akan mengincar semua sisi yang bisa memperlancarkan kelakuan buruk merek. Jika berkas tidak aman untuk dibuang, simpan atau dihancurkan saja.

Jika kita berseloroh negara kita itu memang lucu, bagaimana tidak lucu dokumen rahasia negara saja bisa bertebaran dimana-mana, bahkan bisa diakses siapa saja, tidak terkecuali tukang gorengan. Tukang gorengan saat ini merupakan orang yang sering berinteraksi dengan dokumen-dokumen penting, seperti gambar berikut.

www.hipwee.com
www.hipwee.com
Apalagi gorengan sangat digandrungi hampir semua orang di negeri ini, maka dipastikan dokumen-dokumen rahasia negara itu akan semakin mudah diakses oleh semua warga. Terlebih 3 bulan lagi kita menghadapi bulan puasa, bulan yang pada waktu itu gorengan merupakan makanan primadona untuk berbuka puasa. Berapa eksmplar lagi rahasia-rahasia negara akan terbuka. Semoga kita bisa lebih berhati-hati lagi agar dokumen kita tidak bertebaran kemana-mana bahkan jatuh kepada orang yang tidak bertanggung jawab.   



  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun