Mohon tunggu...
Abu Sabda
Abu Sabda Mohon Tunggu... Guru - Penghobi Ilmu Falak atau Astronomi

Lahir di Bandung 24 April 1984

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rabu 15 Juli 2020 Matahari Akan Tepat di Atas Kabah

1 Juli 2020   06:36 Diperbarui: 1 Juli 2020   08:10 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menghadap Kiblat merupakan hal urgen bagi kaum muslimin. Selain sebagai syarat sah Salat, menghadap Kiblat ini pun merupakan hal esensial ketika menyimpan Jenazah sebelum di kubur serta saat memakamkannya. Oleh karena itu dari jaman dulu, ummat Islam selalu berusaha mencari cara untuk bisa mengarahkan mereka ke-Kiblat. Terlebih ketika cahaya Islam sudah menyebar ke pelbagai penjuru dunia.

Orang arab pra-Islam sejatinya sudah mengenal ilmu tentang perbintangan (Astronomi). Hingga ada beberapa kaum yang memiliki ilmu lebih dibanding kaum lainnya, seperti penduduk Irak dan Syam. Bisa jadi, ilmu ini mereka peroleh dari Ilmu Yunani dan Latin, baik secara langsung atau dengan pelantara.

Begitu juga orang Arab bagian selatan (seperti Yaman), terkenal sebagai Petani dan Pedagang. Mereka suka melakukan perjalanan laut untuk berdagang. Perjalanan laut ini, tentu memerlukan pengetahuan tentang perbintangan.

Dengan demikian, orang Arab memang telah memiliki pengetahuan astronomi semenjak masa pra-Islam, meski sebatas pada kepentingan praktis, bukan teoritis.

Seperti halnya dalam hal menghadap Kiblat, para Sahabat berijtihad menggunakan posisi benda-benda langit baik di malam hari atau siang hari untuk menetukan arah Kiblat. Meski upaya pengukuran arah kiblat pada masa itu belum berjumpa dengan teknik dan metode pengukuran presisi, ijtihad para sahabat ini relatif cukup baik untuk ukuran zamannya. Sehingga orientasi dari bangunan-bangunan masjid yang dibangun pada masa tersebut relatif tidak berbeda besar dibandingkan perhitungan arah kiblat di masa kini. (Lihat, al-Mufashal fi Tarikhil Arab qabla Islam: Juz 16 halaman 57, serta Sudibyo).

Dijaman sekarang metode pengukuran Kiblat semakin presisi, karna disisipi berbagai koreksi. Sebut saja metode pengukuran dengan segitiga bola (Spherical Trigonometri) atau dengan koreksi Ellipsoid dengan rumus Vincenty dengan itterasi yang sangat banyak.

Metode perhitungan dan tekhnik pengukuran arah kiblat, secara umum tidak mudah di dipraktikkan oleh masyarakat Awam. Namun diantara metode hitungan dan tekhnik pengukuran kiblat, ada beberapa metode yang mudah di praktikkan bahkan oleh orang awam sekalipun. Diantaranya, Metode Istiwa al-A’dzam (Transit Utama), yakni tekhnik pengukuran kiblat ketika matahari berada tepat di atas Ka’bah yang merupakan Kiblatnya kaum Muslimin. Istiwa A’dzham sering disebut juga dengan Yaum Rashdul Kiblat (Hari meluruskan arah Kiblat)

Ketika matahari berada di atas Ka’bah, maka jatuhnya bayangan benda yang terkena cahaya matahari itu adalah arah Kiblat.

Visualisasi Saat Matahari tepat di atas Ka'bah. Credit : Stellarium v. 0.19.3
Visualisasi Saat Matahari tepat di atas Ka'bah. Credit : Stellarium v. 0.19.3

Dalam satu tahun, kita akan menemukan dua kali posisi matahari tepat di atas Ka’bah. Kesempatan tersebut pada abad ini datang pada setiap sekitar tanggal 27-28 Mei dan 15-16 Juli. Hal ini terjadi akibat pergerakan relatif matahari ke arah kutub Utara bumi. Perjalanan relatif menuju kutub utara ini berlangsung pada 22 Desember sampai 22 Juni setiap tahun. Dalam perjalanan menuju kutub utara inilah matahari melalui Ka’bah pada lintang 21°25’20.09” LU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun