Pembuktian keberadaan Tuhan sudah menjadi dilema tersendiri dikalangan pemikir muslim, dalam hal ini Mutakallimin atau Filosof (Hakim). Disamping itu, juga menjadi kegelisahan tersendiri bagi mereka para pencari Al Haqq dan jati diri. Lantaran hal tersebut, muncullah beberapa pemikir atau Alim yang memberikan jawaban jawaban untuk menstabilkan kondisi psikologis tersebut.
Argumentasi keberadaan Tuhan (teologi) ini sering kali membutuhkan lebih dari sekadar teks suci untuk meyakinkan semua kalangan tentang keberadaan Tuhan. Meskipun Al-Qur'an adalah kitab suci yang sangat dihormati oleh umat Islam dan dipercaya sebagai firman Tuhan, mengandalkan hanya pada teks ini untuk pembuktian keberadaan Tuhan dapat menghadapi tantangan signifikan.
Salah satu kelemahan utamanya adalah jika teks itu hilang, diubah, atau tidak diakui oleh sebagian orang, dasar kepercayaan bisa terguncang. Karena itu, argumen teologis sering kali memperluas pencarian bukti ke aspek-aspek lain seperti tanda-tanda dalam alam semesta atau pengalaman spiritual pribadi.
Selain itu, menggunakan Al-Qur'an sebagai satu-satunya bukti untuk keberadaan Tuhan bisa menciptakan argumentasi daur. Argumen daur ini muncul karena untuk menerima Al-Qur'an sebagai firman Tuhan, seseorang harus terlebih dahulu mempercayai adanya Tuhan.Â
Namun, untuk mempercayai adanya Tuhan berdasarkan Al-Qur'an, seseorang harus menerima bahwa Al-Qur'an benar-benar firman Tuhan. Ini menciptakan situasi di mana bukti dan yang dibuktikan saling bergantung secara berputar-putar, sehingga sulit untuk memberikan dasar yang kuat bagi yang skeptis atau bagi mereka yang belum mempercayai keotentikan Al-Qur'an.
Gugatan tersebut meluas ketika Al Qur'an tersebut belum diturunkan. Apakah tidak ada bukti keberadaan Tuhan? Apakah ketidakadaan bukti tersebut mengindikasikan ketidakadaan Tuhan?
Di sisi lain, Al-Qur'an memang dapat berfungsi sebagai penguat atau penunjang bagi berbagai argumen keberadaan Tuhan. Bagi mereka yang sudah memiliki keyakinan dasar tentang Tuhan, ayat-ayat dalam Al-Qur'an bisa memperdalam pemahaman dan keyakinan mereka.Â
Misalnya, ayat-ayat yang menggambarkan keajaiban alam semesta atau kebijaksanaan penciptaan sering kali digunakan untuk menunjukkan kebesaran Tuhan dan menguatkan iman. Dengan demikian, Al-Qur'an memainkan peran penting dalam memperkaya argumen dan memperkuat keyakinan yang sudah ada.
Namun, jika kita mempertimbangkan prinsip bahwa bukti seharusnya lebih jelas daripada yang dibuktikan, kita menghadapi dilema teologis yang mendalam. Jika Tuhan adalah entitas tertinggi dan paling jelas dalam eksistensi, maka bukti keberadaan-Nya harus lebih nyata dan jelas daripada teks mana pun yang dimaksudkan untuk membuktikan-Nya.
Oleh karena itu, dalam konteks argumen teologi, argumen yang serupa juga bisa kita jumpai di berbagai argumen teologis lainnya. Misalnya, Bukti keberadaan Tuhan ialah keberadaan alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H