Mohon tunggu...
Fairuz Abu Macel
Fairuz Abu Macel Mohon Tunggu... -

Jenaka tapi Bermakna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Semoga Kalian Tidak

28 Juli 2013   03:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:56 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah berapa kali aku berjumpa dengan Ramadhan. Entah berapa kali pula aku meninggalkannya. Sekian kali aku bertemu Ramadhan, sekian kali pula ku ramaikan masjid dan musholla. Sekian kali pula ayat suciMU dilantunkan dengan pengeras suara sepanjang malam.

Suasana yang menyejukkan, meneduhkan, menggetarkan hati dan menambah keimanan ….wajilat qulubuhum waiza tuliyat ‘alaihim ayaatuhu zaadathum imaana… (Qala Allah)

Tak terbayang manakala hati yang bergetar saat mendengar ayat Tuhan diperdengarkan, akan menggetarkan pula semangatku untuk tak melakukan kesalahan berikutnya pada peristiwa yang sama disebelas bulan kemudian.

Voltage energy kekuatan Qur’an seolah merontokkan bintang gemintang dari tangkainya. memenuhi angkasa kampungku yang akan membawanya kedalam qalbuku setelah prosesi menahan diri sebulan penuh. Dengan begitu aku akan menahan diri pula usai Ramadhan disetiap sepak terjang pergaulan sosial yang bermuara pada perdamaian.

Para penceramah, muballigh, khatib dan sebagainya ber fastabikul khairat mengabarkan bahwa aku diberikan kasih sayangNya, ampunanNya dan terhindar dari api nerakaNya selama menikmati rasa lapar, rasa haus dan keinginan untuk tak bermesraan dengan isteri disiang hari pada sepuluh haru pertama, kedua dan sepuluh hari terahir.

Beragam thema dituliskan dan disuarakan oleh mereka yang memiliki kemampuan untuk itu. Mulai dari bulan penuh ampunan, bulan introspeksi, bulan barokah, bulan kasih sayang, bulan seribu bulan, bulan melatih kepekaan sosial, serta bulan-bulan lainnya yang tak mungkin bisa ditulis di ruang terbatas ini.

Namun adakah jaminan aku sudah faham? Adakah peningkatan penghayatan dari proses permenungan selama menahan diri? Apakah gerak sosial Ramadhanku masih jalan ditempat? Adakah aku makin peduli sesama? Adakah aku masih suka saling mencaci lagi? Apakah aku tak menjadikan buruk sangka sebagai pedomanku sepanjang tahun?

Adakah disepuluh hari terahir kejahatan dikampungku tak meningkat meski pintu neraka ditutup? Adakah ruang didalam hati dan pikiranku untuk sesekali bertanya, bahwa yang salah bukan hanya mereka, tetapi juga aku? Adakah tindakan dan ucapanku tak lagi mencederai perasan saudaraku sesama? Adakah aku tak lagi merasa benar sendiri, yang lainnya kafir dan hanya aku yang suci sehingga berhak atas syorgaNya?

Begitulah pertanyaan yang meluncur dibenakku menjawab apa yang kulihat dihadapanku setiap usai Ramadahan sepanjang tahun. Ketika datang sang Ramadhan kuramaikan masjid dan musholla. Ketika Ramadhan pergi akupun ikut meninggalkan masjid dan musholla.

Datang dan perginya Ramadhan telah kurasakan setiap tahunnya. Laksana seorang tamu yang hendak mengunjungi rumah, akupun punya cara yang beda menyambutnya.

Jika yang datang adalah Gubernur atau Walikota, aku akan sangat bangga menerimanya dengan segala persiapan yang diatur sedemikian rupa, hingga suasana pemuliaan itu akan sangat sesuai dengan anjuran untuk  ikromudldlaif – memuliakan tamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun