Mohon tunggu...
Abul Aswad Al Bayaty
Abul Aswad Al Bayaty Mohon Tunggu... -

mantan penggembala kambing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Indonesia Raya Tanah Air Beta

22 April 2012   15:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:16 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahasa Indonesia bahasa yang ajaib dan sangat mudah dipelajari. Para ahli bahasa mengatakan bahwa bahasa Indonesia di wilayah timur seperti halnya bahasa inggris di wilayah barat. Tidak ada tasrif di dalamnya, tidak ada fi’il madhi (kata kerja lampau), tidak ada fi’il mudhori’ (kata kerja sekarang & mendatang), tidak pula fi’il amr (kata kerja perintah).

Mereka mengambil masdar (kata kerja yang dibendakan) lalu menempelkan dhomir (kata ganti) dan menempelkan dzuruf (keterangan waktu). Jika ada orang ingin mengatakan –U’THI/aku sedang memberi- misalnya, dia akan mengatakan –ANA ‘ATHO’/AKU SEDANG MEMBERI-. Dan jika ingin mengatakan –A’THOITU/AKU TELAH MEMBERI-, dia akan mengatakan –ANA ‘ATHO’ AMSI/AKU MEMBERI KEMARIN. Dan dia mengatakan –ANA ‘ATHO’ ANTA AMSI/AKU MEMBERI KAMU KEMARIN- sebagai ganti dari kata –A’THOITUKA-.

Kemudian kata yang jama’ itu cuma dengan mengulang lafadznya, jadi kata “SAUDARA” yang berarti “AKHUN” jika dikatakan “SAUDARA-SAUDARA” maka maknanya adalah “IKHWANI”. Dan bilangan itu dibaca satu-satu, jika seseorang ingin mengucapkan “MIATUN WA SAB’UN WA KHOMSUNA/SERATUS LIMA PULUH TUJUH”, maka ia mengatakan satu, lima, tujuh. Dan bilangan dari WAHID sampai TIS’AH adalah : satu, dua, tigho, ambat, lima, anam, tuju, dulaban, sambilan”. (Suwar Minsy Sayrqi Fi Indonesia : 39).

Di Jogjakarta

“Kami hari ini berada di sebuah kota yang saya sangat yakin Anda semua belum pernah mendengarnya. Karena hingga umurku ini, saya pun belum mengetahuinya, belum pernah singgah namanya di telingaku. Ia adalah Jogjakarta, masyarakatnya biasa menyingkatnya dengan Jogja”.

Kota di tengah Pulau Jawa, tidak seserius dan seluas Jakarta. Juga tidak selebar dan sekaya Surabaya. Tetapi Yogya lebih hebat dari kedua kota itu dari sisi sejarah kebesaran di masa lalunya, dan ilmu pada hari ini. Dulu ia adalah ibukota Kerajaan Mataram yang memerintah negeri-negeri dalam rentang waktu yang lama, kekuasaannya hingga menyentuh Malaya.”. (Suwar Minsy Sayrqi Fi Indonesia : 94).

Tambak di surabaya

“Kami keluar dari Surabaya dan tidaklah kami melewati rumah-rumah penduduk sampai kami melihat di kanan-kiri jalan terdapat ladang-ladang yang tergenangi air yang membentang sampai ke laut. Ladang-ladang itu terpetak-petang dan dipisahkan oleh benteng dari tanah yang berbentuk seperti dinding. Aku merasa sangat heran dengan ladang itu maka akupun bertanya pada mereka tentangnya. Mereka mengatakan bahwa itu adalah danau-danau yang digunakan untuk mengembang-biakkan ikan”. (Suwar minsy syarqi fi Indonesia : 169).

Malam semakin larut, tetapi serangga malam penghuni pohon nangka masih saja berkicau seolah tak pernah mengenal lelah. Cangkir teh tubruk cap “Nyapu” kebanggaan simbok juga sudah kosong. Roti sobek isi selai sisa camilan bapak juga tinggal plastik-nya saja. Seandainya Syaikh Ali Thanthawi duduk disampingku, ingin rasanya ku mengucapkan, “Terima kasih telah memuji negriku, terima kasih telah mengunjungi tanah tumpah darahku, Indonesia Raya Tanah Air Beta, terima kasih telah menemaniku malam ini…..”.

Bayat, 29-Djumadal awwal-1433H/21-April-2012M

Abul_aswad al bayaty

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun