Mohon tunggu...
Abu Al Givara
Abu Al Givara Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya Menulis, Bukan Penulis

Jadilah pembelajar yang terus bersabar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersembunyi di Balik Fakta Megahnya Perisaimu

3 Januari 2020   20:03 Diperbarui: 3 Januari 2020   20:26 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tak peduli, sebab sebodoh apapun saya, orang lain tidak akan menangkap kebenaran tentang saya, orang akan menilai apa yang saya kenakan. Dan saya berlindung di balik megahnya perisaimu itu. Disisilah orang menilai saya.

Hiperrealitas dan Pembentukan Citra Diri

Paul Joseph Goebbels,Seorang Mentri propaganda yang diangkat oleh Aldoft Hitler, pemimpin nazi Jerman pada tahun 1942, mengatakan "Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Kebohongan yang diulang-ulang, akan membuat publik menjadi percaya" dan "kebohongan yang paling besar ialah kebenaran yang diubah sedikit saja".

Pantas jika dikatakan bahwa saya adalah Goebbelsian atau penerus Goebbels, sebab pernyataannya diamini dalam laku perbuatan. Tiap waktu selalu mencitrakan sesuatu yang melampaui kebenaran, mencitrakan baik tentang dan untuk diri. Semuanya untuk citra, tak apa berlebihan, tak apa melampaui fakta, ataupun tidak benar, setidaknya citra yang dituju dapat di raih dengan cara itu.

Dalam Lifestyle, sebuah judul buku yang ditulis Havid chavney, disebuah pengantarnya tertulis bahwa "manusia adalah selebrity dan dunia adalah panggung sandiwara". Di panggung sandiwaralah manusia berkompetisi untuk meraih dan merebut citra diri, dengan menggunakan pernak-pernik, khiasan, juga atribut yang dikenakannya. Senyumpun termasuk atribut yang di tempelkan dimulut agar seseorang terlihat sebagai sosok yang humanis.

Inilah gambaran dari Hiperrealitas. Hiperrealitas bisa disederhanakan dengan melampaui realitas atau jauh dari kebenaran. Kebohongan inilah yang saya lakukan terus-menerus hingga akhirnya menjadi "seperti" kebenaran.

Hiperrealitas ini diucapkan melalui banyak saluran, utamanya telekomunikasi dimana ruang publik terhubung. Tujuannya adalah citra dan pembentukan terhadap habitus sosial.

Pertemuan dengan Baurdillard di tahun baru ini menyadarkan  bahwa saya masih bersembunyi dibalik megahnya perisaimu. Semoga hari selanjutnya bisa bertemu dengan Pierre Bourdieu, agar menuangkan pemikirannya untuk melanjutkan tulisan ini dan menambahkan yang kurang dan belum tertulis.

Tetap jaya Perisaiku, Hidup tanpa kendali tanpamu....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun