Penulis : Hanif Ahmad
Anah Lajnah :
Anah sudah tahu apa yang Abah Nata maksud...!
Abah Nata :
Coba bagaimana, Anah. Abah ingin dengar...!
Anah Lajnah :
Seperti halnya alam semesta yang dirancang ada siang dan malam, demikian juga dengan manusia, dirancang akan ada sedih dan gembira, akan ada suka dan duka, akan ada  sulit dan mudah.
Abah Nata :
Oke Anah...!
Anah Lajnah :
Jika kita sudah bisa memahami bahwa sedih dan gembira itu sebuah keadaan yang harus dialami oleh semua orang. Baik orang kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, yang tua atau yang muda. Maka seperti terang dan gelap itu bukan sebuah tujuan bumi diciptakan. Demikian juga sedih dan gembira itu bukan sebuah tujuan lagi. Tetapi sedih dan gembira itu hanya sebuah sarana untuk mencapai sebuah tujuan yang agung.
Abah Nata :
Heemm, teruskan Anah...!
Anah Lajnah :
Kearif bijaksanaan dalam keadaan gembira atau sedih akan membawa seseorang terlatih sedemikian rupa untuk menyempurnakan sikapnya. Bahwa sedih dan gembira itu sudah bukan tujuan lagi, sudah tidak mengganggu keadaan untuk maju terus menuju tujuan yang agung.
Abah Nata :
Memangnya tujuan agungnya itu apa Anah?
Anah Lajnah :
Kalau kita sudah memahami tujuan sebenarnya manusia hadir dimuka bumi ini, maka kesedihan atau kegembiraan itu sudah tidak dipedulikan lagi, karena tujuan agung dari segala kemuliaannya itu adalah samata-mata hanya untuk mendapatkan keridhoan dari Allah Ta'ala.
Abah Nata :
Untuk ridho Allah ya Anah. Coba jawab pertanyaan abah, Anah?
Anah Lajnah :
Kalau orang yang di ridhoi Allah itu, orang miskin atau orang kaya, orang gembira atau orang susah, orang pintar atau orang bodoh?
Anah Lajnah :
Kalau menurut Anah mah keridhoan Allah tidak bisa diukur oleh kaya atau miskin, bodoh atau pintar, susah atau gembira. Tetapi diukur dari sejauh mana segala kekayaan seseorang digunakan untuk memuliakan si miskin. Segala bentuk kemiskinan tidak membuatnya mengemis tetapi berpegang teguh dalam kejujuran. Segala kebodohannya tidak surut untuk mencari ilmu. Segala kepintarannya hanya untuk memberi kepintaran si bodoh. Segala kegembiraannya hanya untuk menghibur si sedih. Segala kesedihannya hanya untuk bangkit dan berjuang tanpa putus asa.
Abah Nata :
Okelah kalau begitu Anahku yang pinter...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H