Adalah sebuah tantangan untuk bercerita nostalgia humor di bulan ramadan.
Paling senang kalau zaman anak-anak dulu saat puasa diajak main berenang di sungai muara namanya. Sebuah sungai yang dibendung sehingga genangan airnya cukup dalam, bisa digunakan untuk mandi, berenang, permainan loncat-loncatan, paparahuan. Kadang bisa juga untuk kerja bakti rame-rame mencuci tikar masjid di muara ini.
Kenapa renang ini menyenangkan ?, bukan saja karena permainannya, tetapi tidak sengaja, iya tidak sengaja...!, ada saja air yang ketelan untuk menghilangkan rasa haus.... xixixi.
Ya nostalgia, karena kalau sekarang sudah tidak sesuai dengan umur lagi. Lebih zaim untuk menjalankan puasa dengan baik dan benar. Setidaknya tidak ada akal-akalan untuk mandi di kolam renang saat puasa.... xixixi.
Banyak sekali sih cerita pada masa kecil itu, apalagi cerita humor tapi tidak enak untuk dituliskan karena menyangkut nama baik orang-orang yang sudah tua atau bahkan sudah tiada.
Yaaaa, paling kelakuan sendiri saja yang bisa diceritakan, agar kekusuan puasanya tidak batal sebagai ajang pengakuan kesalahan masa lalu.... xixixi.
Ada hikmah yang bisa kita petik dari kelakuan masa anak-anak itu yang sebagian kadang lucu untuk dikenang. Seperti ngaku masih puasa tapi sebenarnya saat adzan dzuhur minum segelas air, kalau kepentok ketahuan ya, ngaku saja kirain adzan magrib, karena pura-pura bagun tidur siang, xixixi. Â Atau kaya tadi main renang tapi ada saja air yang ketelan.
Namanya juga anak-anak, ya begitu belum baligh kayanya. Masih terbawa sifat buruk, egois, gak mau kalah, mudah tersinggung, ngambek ngak bicara, bohong puasa dan lain sebagainya.
Tapi kondisi seperti ini wajar dialami oleh sebagian orang, karena proses perkembangan kedewasaan. Dimulai dari sifat-sifat buruk terlebih dahulu, kemudian berkembang menjadi dewasa untuk memilih sifat yang terbaik. Sehingga lahirlah orang-orang arif bijaksana seperti bapak dan ibu para pembaca setia kompasiana, kalau penulis sih masih belajar terus... xixixi.
Tapi bagaimana kalau sampai tua sifat buruk tersebut masih saja ada menguasai siapa saja. Ini juga wajar juga dialami sebagian orang yang barangkali dirinya tidak menyadari bahwa segala sifat buruknya tersebut seharusnya bisa habis waktu masa kecilnya. Barangkali selama masa perkembangnya tidak mengalami berbagai latihan atau kesulitan hidup.
Hanya melawati berbagai tempaanlah sifat-sifat buruk itu bisa lebih dikendalikan. Lewat penderitaanlah setiap jiwa akan mempertimbangkan segala yang ada dalam potensi dirinya. Sehingga tuntunan kedewasaanya memilih sifat-sifat yang terbaik.
Saya Hanif Ahmad kompasianer dari Sukabumi, salam humor ramadan bernostalgia.....!!!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H