Peran Orang Tua Dalam Menghadapi Perkembangan Remaja dan Media Sosial
Media sosial saat ini tidak dapat dilepas dari aktivitas sehari-hari. Baik itu aktivitas perdagangan, perekonomian, bahkan pendidikan. Bahkan saat ini media sosial sudah diakses oleh hampir semua kalangan. Baik anak-anak, remaja, atau bahkan orang tua. Dilansir dari dataindonesia.id pengguna media sosial aktif di indonesia pada bulan Januari 2022 mencapai angka 191 juta pengguna.
Jumlah ini naik 12,35% dari tahun sebelumnya yang hanya 170 juta pengguna. Data tersebut menunjukkan bahwa dalam setahun belakangan ini terjadi kenaikan yang cukup signifikan, dan kenaikan ini kebanyakan terjadi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini mungkin juga merupakan salah satu dampak dari program KOMINFO. Pemerintah melalui KOMINFO membentuk Program Gerakan Nasional Literasi Digital. Program ini dibentuk guna mencapai target Indonesia Melek Digital yang mana didalam nya terdapat 4 modul, yaitu:
1. Budaya Digital
2. Keamanan Digital
3. Etika Digital
4. Keterampilan Digital Â
Program ini ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Namun, sepertinya gerakan ini memerlukan pengawasan dan perhatian dari pemerintah sekaligus dari KOMINFO sebagai pembuat program. Karna banyak masyarakat yang belum paham mengenai maksud dan tujuan dari progam yang dibuat tersebut. Sehingga banyak orang tua yang saat ini sudah memberikan akses handphone kepada anak-anaknya yang bahkan belum waktunya untuk memiliki handphone dan masih memerlukan pengawasan dalam menggunakan media sosial.
Media sosial saat ini semakin berkembang dan maju. Beberapa aplikasi saling bersaing untuk mendapatkan tempat di hati para penggunanya. Sasaran utama mereka saat ini adalah para generasi muda atau remaja yang sedang berada di fase 'penasaran' akan segala sesuatu yang terbilang baru dan update. Media sosial saat ini hampir menjadi bagian dari daily life-nya anak muda, karna hampir seluruh aktivitas kesehariannya berada di media sosial. Seperti, searching, update status, memposting aktivitas, bahkan tugas-tugas dari sekolah pun saat ini juga mengandalkan media sosial.Â
Namun, aktivitas mereka bukan hanya sekedar seperti yang disebutkan, mereka juga akan scrolling atau melihat-lihat isi dari beranda mereka entah itu berupa postingan foto ataupun video. Dampaknya adalah apabila mereka menemukan atau melihat postingan yang dinilai kurang pantas atau bahkan tidak senonoh mereka malah penasaran dan ikut membuat postingan seperti apa yang mereka lihat dan bahkan ada yang sampai terobsesi oleh postingan tersebut. Parahnya, apabila ada sebuah trend baru di media sosial dan ia tidak mengikuti trend tersebut ia akan merasa seperti 'ketinggalan trend' atau akan dianggap oleh teman-temannya sebagai remaja yang kudet.
Anak muda atau para remaja zaman sekarang hampir tidak bisa lepas dari handphone dan juga media sosial. Bahkan sebuah riset penelitian dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengemukakan bahwa di Indonesia kalangan remaja adalah yang paling banyak menggunakan internet dibanding kalangan lainnya. Dimana tingkat persen-nya mencapai angka 99,16% di kelompok usia 13-18 tahun pada tahun 2021-2022.
Mereka mengunakan handphone, internet, dan media sosial lebih dari 6 jam per-harinya. Bahkan Ayoe Soetomo, seorang psikolog anak, remaja, dan keluarga mengatakan bahwa "wajar jika seseorang menggunakan atau menyentuh handphone ketika ada notifikasi pesan yang masuk dan ia ingin membalas pesan tersebut, berarti ia benar-benar ada keperluan sampai akhirnya ia menyentuh handphone. Tapi kalau setiap menit, jam, bahkan dari pagi sampai malam terus berinteraksi dengan handphone, berarti ada sesuatu yang belum ia pahami seputar fungsi handphone dan media sosial."
Tidak sedikit remaja sekarang menjadikan media sosial sebagai ajang gengsi. yang pada akhirnya, mereka yang merasa tertinggal gaya hidupnya akan melakukan segala cara agar mereka bisa seperti teman-temannya. Ya, memang kebanyakan orang tua saat ini hanya memberikan anak mereka handphone tanpa memberi edukasi terlebih dahulu seputar fungsi, manfaat, bahkan keuntungan dan kerugian bermain handphone dan media sosial. Lagi-lagi perhatian dan pengawasan orang tua menjadi kunci utama mengatasi permasalahan ini.
Walaupun begitu, setiap orang tua memiliki prinsip dan type yang berbeda-beda untuk menghadapi dan mengawasi kegiatan anak nya di media sosial. Ada type orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak menemukan waktu yang tepat untuk berbincang dengan anaknya. Berbincang dengan anak merupakan hal yang penting dilakukan oleh orang tua sebagai bentuk kepedulian terhadap anaknya. Apalagi sekarang ini, banyak anak yang tidak dengan mudah menceritakan permasalahannya terhadap orang lain.Â
Maka sebagai orang tua, seharusnya menyempatkan waktu untuk berbincang dan berdiskusi tentang sesuatu yang sedang dihadapi oleh sang anak agar sang anak merasa diperhatikan dan tidak melakukan hal-hal yang diinginkan. Adapula type orang tua yang tidak mengerti problem yang terjadi di media sosial atau kadang disebut gaptek. Â Sehingga terkadang sang anak merasa bebas dalam menggunakan sosial media dan merasa tidak diawasi yang pada akhirnya bisa jadi membuat ia tidak bisa mengendalikan dirinya di media sosial.Â
Sebagai orang tua, tentunya harus bisa menyiasati hal demikian. Karna bagaimanapun bahaya dari sosial media tidak dapat dihindarkan begitu saja. Orang tua bisa melakukan cara seperti meminta bantuan kepada tetangga, kerabat, atau keluarga terdekat yang mengerti seputar sosial media agar mereka bisa memberikan sedikit pengertian seputar media sosial, ataupun dapat berinteraksi dengan anak nya seputar media sosial. Lalu ada juga type orang tua yang kurang dekat dengan anak nya atau sulit untuk berkomunikasi dengan anak nya karena ada nya permasalahan keluarga atau malahan sang anak yang susah untuk berkomunikasi atau bercerita tentang permasalahan yang sedang ia hadapi.Â
Lagi-lagi tentunya pasti ada solusi bagi permasalahan seperti ini, orang tua harus memiliki beberapa cara untuk menghadapi persoalan seperti ini. Bisa dengan membuka obrolan dengan sang anak mengenai beberapa persoalan namun jangan langsung menjurus kepada masalah tersebut. Atau bisa juga mengikuti akun media sosial sang anak supaya orang tua bisa memantau dan mengawasi kegiatan sosial media sang anak.
Namun saat ini, para remaja memilih untuk menghindar dari orang tua nya di sosial media. Seperti ketika orang tua nya meminta untuk mengikuti sang anak di sosial media atau menjadi followers, sang anak tidak akan menerimanya dan malah mengabaikan nya. Beberapa alasan pun muncul, seperti merasa tidak bebas, ingin bisa lebih ekspresif di media sosial, dan bahkan kebanyakan beralasan takut kalau orang tua nya akan berkomentar di postingan nya dan malu kalau postingannya dikomentari oleh orang tuanya.Â
Namun sekalipun sang anak membuat-buat alasan terhadap orang tuanya, beberapa orang tua tetap memaksakan agar bisa mengawasi anak nya dengan cara mengikuti media sosialnya. Tapi, sang anak juga pada akhirnya membuat second account, agar ia bisa terbebas dari pengawasan kedua orang tua nya.
Orang tua harus paham bagaimana cara men-treatmen anaknya. Dalam artian orang tua harus bisa dengan sebaik mungkin memahami dan mengerti bagaimana cara pandang anak nya terkait media sosial. Jika memang ada yang dirasa salah, maka orang tua harus memberikan nasihat dan arahan terkait penggunaan media sosial. Namun perlu diperhatikan dan diingat, ketika seorang anak sudah memasuki usia remaja orang tua sudah harus mengurangi nasihat yang sifatnya menggurui. Karna ketika seorang anak menginjak usia remaja, ia berada dalam fase ingin mengeksplor dunia nya.Â
Maka ia akan merasa kurang senang jika ada seseorang yang memberikannya nasihat namun kesannya seperti menggurui. Maka dari itu, orang tua harus lebih banyak mengarah kepada diskusi baru kemudian memberikan nasihat di sela-sela diskusi. Ketahui minat dan bakat anak melalui diskusi dan jangan pernah langsung memberikan sikap tidak setuju jika memang itu tidak sesuai dengan yang orang tua harapkan. Jangan lupa juga utuk mengingatkan efek baik dan buruk dari media sosial.
Kesimpulan nya adalah pengawasan dan perhatian orang tua terhadap anak nya yang menggunakan media sosial menjadi salah satu cara untuk mengatasi dan meminimalisir terjadinya kerusakan moral remaja akibat media sosial. Karna sekalipun orang tua menganggap anak nya sudah besar dan mampu untuk mengontrol kehendak nya, nasihat dan arahan dari orang tua masih diperlukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H