Mohon tunggu...
Abu Ga
Abu Ga Mohon Tunggu... lainnya -

take it easy, make it simple and life is beautiful

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Negeri Kaum Pengemis dan Perampok

1 September 2010   04:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:33 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika ada di suatu negeri pembagian yang serba gratis baik uang tunai maupun sembako maka sudah bisa dipastikan rakyat negeri itu akan berduyun-duyun mendatanginya meskipun sangat beresiko melayangnya jiwa. Ini karena semua ingin serba instant dan buruknya disiplin antri.

Itulah yang kita saksikan di setiap perayaan hari besar agama terutama menjelang lebaran. Kumpulan lautan kaum miskin dan yang memiskinkan diri bisa dilihat mulai dari klenteng, gereja, masjid dan juga dari pintu-pinti rumah pribadi-pribadi kaum dermawan. Mereka pada hari itu rela mengantri berjam-jam dan berdesakan hanya sekedar untuk mendapat pembagian recehan tak sebanding jikalau harus nyawa menjadi taruhannya. Acara seperti ini banyak kita saksikan di televisi dan membuat pihak keamanan bekerja ekstra keras.

Munculnya pribadi-pribadi atau organisasi yang membagikan langsung kepada rakyat miskin menunjukkan adanya ketidakpercayaan kepada lembaga resmi yang berkutat di bidang sosial. Sudah bukan rahasia lagi kalau di negeri ini yang namanya dana sosial diembat juga.

Sepintas memang mental bangsa ini seperti mental pengemis. Di samping pengemis yang sebagai profesi sehari-hari, pengemis musiman juga marak. Anehnya lagi mental pengemis ini ditumbuhsuburkan oleh penguasa dan para politikus. Kalau sifat dermawan penguasa dan politikus kita mahfum ada apa di balik program dermawan tersebut. Sebutlah program BLT atau subsidi - subsidi yang tidak jelas mekanismenya hanya membuat bangsa ini menjadi pemalas dan pengemis.

Kaum miskin dikondisikan menjadi pengemis sedangkan kaum yang mempunyai kuasa mengkondisikan diri menjadi merampok. Merampok hak-hak rakyat dan negara. Mulai merampok pemasukan dan anggaran pengeluaran negara. Sebagian kecil hasil rampokannya itu kemudian dibagi-bagikan kepada kaum miskin untuk membungkus diri menjadi pribadi-pribadi yang dermawan.

Sikap dermawan para perampok lebih nyata menjelang pemilu. Hasil rampokan sebagian menjadi rejeki nomplok kaum pengemis untuk mengantarkan perampok, istri, suami, keponakan, mertua, saudara, saudari, paman dan teman untuk menjadi perampok berikutnya. Inilah siklus antara kaum pengemis dan perampok di negeri ini. Siapa yng untung? dan siapa yang buntung?. Pasti akal sehat kita bisa menjawabnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun