Secara garis besar pikiran dibagi menjadi 2 bagian, pikiran sadar (conscious mind) dan pikiran bawah sadar (subsconscious mind). Pada anak, pikiran yang lebih dominan adalah subsconscious mind sehingga anak masih sangat mudah untuk dipengaruhi, masih sangat mudah untuk dibentuk.
Sehingga pada dasarnya sangatlah mudah sebagai orang tua membentuk pribadi anak. Hanya saja, anak terbentuk kepribadiannya juga banyak dari meniru langsung perilaku orang dewasa di dekatnya. Siapakah orang dewasa yang paling dekat dengan anak? Tentu lazimnya adalah orang tuanya.
Anak tentunya akan banyak meng-copy perilaku orang tuanya, yang jika terus berulang dilihat oleh anak perilaku tersebut maka perilaku yang ditiru oleh anak bisa menjadi kepribadian anak.
Contohnya saat di rumah orang tua shalat di rumah, setiap waktu shalat orang tua shalat maka anak cenderung melihat dan mulai meniru gerakan-gerakan shalat. Perilaku orang tua ini lah yang jika dilihat anak maka anak meniru dan jadilah kepribadian anak.
Ini hal positif yang ditiru oleh anak. Apakah hanya yang positif saja?
Sayangnya bukan hanya yang positif, perilaku negatif pun sangat mudah masuk ke pikiran bawah sadar anak. Critical Factor anak belum kuat terbentuk sehingga tidak bisa memfilter hal baik maupun buruk.
Ingat dengan berita viral balita yang merokok? Anak tentu tidak merokok jika tidak pernah melihat orang dewasa di sekitarnya merokok, apalagi orang tuanya, tentu sangat mudah masuk ke dalam pikiran bawah sadar anak.
Setidaknya ada 5 cara untuk memasukkan program / perilaku ke dalam pikiran bawah sadar anak. Salah satunya adalah figur otoritas. Bagi kita orang dewasa figur otoritas adalah orang yang memiliki pengaruh, atau orang yang kita hormati. Misal jika ada orang yang baru kita kenal, tiba-tiba memberikan nasehat kepada kita, tentu secara sadar kita tidak begitu saja menerima nasehat tersebut. berbeda halnya bila yang memberikan nasehat adalah guru kita atau orang yang telah berjasa dengan kita, tentu nasehatnya lebih mudah kita terima.
Atau figur otoritas bisa juga orang yang memiliki keahlian di bidang tertentu, misalkan dokter. Kita pasti akan langsung setuju apapun yang dikatakan oleh dokter, meskipun yang dikatakan dokter tersebut salah, tapi kita tanpa membantah akan mengikutinya.
Figur otoritas bagi anak adalah orang tua. Maka apapun yang dilakukan orang tua, apapun yang dikatakan oleh orang tua anak akan percaya begitu saja. Tidak peduli hal itu baik atau buruk.
Artinya sangat gampang membentuk anak, karena mereka akan menerima apapun dari orang tuanya. Hanya saja orang tua yang sulit untuk memberikan contoh baik dan konsisten melakukannya.
Seperti kita bahas sebelumnya bahwa perilaku orang tua yang dilihat anak dan berulang-ulang maka bisa membentuk kepribadian anak, sayangnya menjadi orang tua yang mencontohkan perilaku yang baik secara disiplin inilah yang sulit. Anak sudah terlanjur melihat dan mencontoh perilaku yang tidak baik dar orang tuanya sehingga saat anak berulah orang tua mengatakan bahwa anak sulit di atur, anak nakal dan label-label yang sejenisnya.
Padahal hal itu dari perilaku orang tua yang terlanjur dicontoh oleh anak. Anak yang berteriak, cek apakah orang tua suka berteriak dan ditiru oleh anak. Anak tidak mau shalat, cek apakah orang tua memperlihatkan perilaku ibadah di depan anak.
Saat anak sudah terlanjur seperti itu, maka jangan memarahi anak untuk bisa mengubah perilakunya tapi cek ke dalam diri sendiri, apa yang harus orang tua ubah dari perilakunya.
Setelah mencoba untuk mengubah perilaku orang tua, biasanya hanya sebentar saja bertahan, lalu kembali lagi ke perilaku sebelumnya, jika hal ini terjadi jangan pernah marah menuntut anak berperilaku baik karena orang tua tak mampu bertahan dengan perilaku yang lebh baik.
Salam,
Teman Mengasuhmu,
M Ihsan Apriansyah
Handwriting Analysis Practitioner
Hypnotherapist
Trainer NLP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H