Mohon tunggu...
Abtsia
Abtsia Mohon Tunggu... Editor - cuman mau nulis

panggi aja aku Thia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Tubuh Perempuan Menjadi Objek Pemuas "Mata" Laki-laki

25 Desember 2020   18:40 Diperbarui: 25 Desember 2020   18:53 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengutip koran Kompas, Prof. Ariel Heryanto pernah memberikan komentarnya atas pemikiran patriarkal seperti itu dengan kalimat yang cukup puitis: "Hidup penuh dengan ironi. Jutaan wanita di dunia mati-matian mengejar kecantikan. Untuk apa? Untuk siapa? Di kota pusat mode bernama Paris seorang idola kecantikan telah terbunuh. Di planet Bumi ini dianggap cantik punya risiko serius. Mirip dianggap "komunis" di zaman Perang Dingin di negeri-negeri blok kapitalis."

Ia menunjukkan bahwa pemahaman umum yang patriarkal bahwa perempuan tak lebih dari sekadar objek pencuci mata agar gemulai di mata laki-laki seperti itu sudah menjadi hal lumrah di masyarakat kita, dan ya laki-laki kerap mencibir perempuan dengan apapun yang mereka kenakan. Stereotip dan justifikasi yang merendahkan acap kali laki-laki layangkan; karena notabene laki-laki berpikir bahwa perempuan hadir untuk mereka, dan adalah sebuah keharusan bagi perempuan untuk mematuhi laki-laki.

Berpakaian tertutup atau tidak. Berdandan atau tidak. Selama paradigma dan mentalitas patriarki seperti itu belum dihilangkan, perempuan akan selalu ditempatkan sebagai objektifikasi, stereotifikasi, dan justifikasi penilaian oleh laki-laki. Saya kira ini juga berlaku bagi semua orang; bahwa mustinya kita perlu belajar untuk bagaimana menghargai selera orang lain.

Juga ada kasus lain yang serupa. Suatu waktu, ketika saya nimbrung dengan beberapa senior-senior saya di kampus. Salah seorang dari mereka mengatakan dengan nada bercanda, bahwa fungsi perempuan adalah untuk menyemangati laki-laki. Memang benar bahwa ini adalah candaan dan sekilas cukup sepeleh untuk dipersoalkan, namun candaan ini sudah menjadi paradigma umum kebanyakan laki-laki yang menurut saya cukup memprihatinkan, seolah perempuan tak lebih dari sekadar objek hiburan laki-laki. Mereka tidak melihat perempuan seperti manusia pada umumnya yang sama seperti mereka.

Lamun demikian, saya bersyukur setidaknya saya bertemu dengan beberapa laki-laki yang memang memperlakukan perempuan layaknya manusia, yang sama seperti mereka. Bukan sekadar objek hiburan dan taman penghias rumah mereka. Itu cukup memberikan saya harapan, bahwa kegagapan laki-laki dalam melihat posisi perempuan itu bukan disebabkan karena fakta bahwa mereka adalah laki-laki, namun karena sifat dan kepribadian mereka sebagai individu itu sendiri dan tentu saja dikarenakan hegemoni sosial kita yang masih patriarki.

Di lain sisi, saya menyadari bahwa kita musti membaca hal ini dengan lebih adil bahwa apa yang tengah terjadi dengan perempuan, juga mungkin bisa terjadi dengan laki-laki. Karena secara fundamental, posisi laki-laki dan perempuan adalah sama-sama sebagai korban; korban dari budaya kita yang kejam. Dulu mungkin hanya laki-laki saja yang bisa melecehkan perempuan. Tetapi, saat ini, perempuan pun juga bisa melecehkan laki-laki.

Mari kita layangkan pertanyaan serupa; Bagaimana jika ada perempuan yang melakukan pelecehan terhadap laki-laki? Sebagaimana perempuan yang dilecehkan, bukankah itu juga salah tubuh laki-laki? Jika kita mengikuti standar pemikiran yang sama, seharusnya ini menyiratkan bahwa laki-laki juga harus menutup auratnya sebagaimana perempuan. Karena yang memiliki nafsu bukan hanya laki-laki, perempuan pun juga memilikinya.

Kebanyakan kita tidak memikirkan hal tersebut karena kita hanya berfokus pada laki-laki saja. Bak bumi yang mengelilingi matahari, dunia seolah bergerak disekitaran laki-laki. Mungkin benar bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama terjebak oleh budaya, namun saya kira budaya lebih menguntungkan dan berpihak pada laki-laki. Di mana dosa dan kesalahan rentan dijatuhkan pada makhluk lemah yang bernama perempuan. Ketika laki-laki bernafsu, maka itu salah perempuan. Namun ketika perempuan tergoda melihat tubuh laki-laki, maka itu pun juga tetap salah perempuan.

Ini bukanlah hal yang remeh-temeh. Hegemoni rancuh budaya pop kita saat ini juga memiliki dampak yang buruk pada psikis perempuan yang seumur hidup hanya menjadi perhiasan dan pengharum ruangan kaum Adam. Yang oleh Beauvoir sebut sebagai "The Second Sex". Dan karena itu, betapa banyak perempuan yang akhirnya kini membenci tubuh mereka sendiri, dan berubah skeptik dengan eksistensi mereka sebagai makhluk yang setara. Olehnya saya kira, laki-laki mustinya belajar bagaimana seharusnya melihat perempuan dengan lebih adil.

Akhirnya, saya ingin menutup tulisan ini dengan sebuah anekdot yang bercerita tentang bagaimana kunjungan makhluk asing ke planet bumi.

Jadi, suatu waktu, beberapa makhluk planet asing ingin berkunjung ke planet bumi. Yang mana oleh para petinggi di bumi, sang makhluk asing itu dipersilakan untuk melawat ke berbagai tempat di bumi dengan niat untuk melakukan perbandingan atau studi banding antara planet mereka dan planet bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun