Mohon tunggu...
Abtsia
Abtsia Mohon Tunggu... Editor - cuman mau nulis

panggi aja aku Thia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Tubuh Perempuan Menjadi Objek Pemuas "Mata" Laki-laki

25 Desember 2020   18:40 Diperbarui: 25 Desember 2020   18:53 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak kecil saya diajarkan bahwa tubuh perempuan merupakan sesuatu yang erotis. Itulah mengapa adalah pemahaman umum bahwa tubuh perempuan merupakan hal yang terlarang untuk diperlihatkan. Karena banyak yang menilai bahwa ketika laki-laki melihat bentuk tubuh perempuan maka itu akan memancing nafsu mereka. Seolah tubuh perempuan semata-mata hanya menjadi objek pemuas mata dan syahwat kaum Adam.

Jadi, ketika seseorang berbicara mengenai seks, hal yang pertama kali muncul di benak orang-orang adalah tubuh perempuan. Begitu juga ketika kita membahas tubuh perempuan, maka yang pertama kali muncul dalam benak adalah seks. Karena itu, bagi perempuan yang terlahir dengan bentuk tubuh ideal (dalam pandangan masyarakat) seperti, memiliki payudara besar atau bokong yang besar membuat pemahaman tubuh ideal tersebut dikonseptualisasikan menjadi sebuah rambu bahwa si perempuan tengah menarik perhatian laki-laki dan/atau sedang memancing nafsu mereka.

Maka adalah hal wajar jika tetiba laki-laki tersebut menggoda atau melecehkan si perempuan, dan kesalahan cenderung dijatuhkan pada tubuh perempuan yang konon dinilai mengundang nafsu laki-laki.

Secara general, hal ini juga tak jauh berbeda dengan para perempuan yang mengenakan pakaian tertutup seperti hijab. Bahkan, meskipun si perempuan sudah mengenakan pakaian tertutup sekali pun, pelecehan tetap akan terjadi dan entah mengapa secara misterius yang kerap disalahkan ialah perempuan itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa dengan atau tanpa pakaian yang tertutup, pun di dunia ini perempuan selalu diposisikan sebagai objektifikasi seksual.

Apakah Pelecehan Seksual disebabkan berpakaian terbuka?

Mengutip Tirto.id, pada Juli 2019, sekelompok organisasi yang berkumpul dalam Koalisi Ruang Publik Aman mengumumkan "Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik" yang dilakukan pada akhir 2018. Studi ini menghimpun data selama 16 hari, saat Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP). Ada 62.224 responden yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia.

Melalui survei ini, para peneliti menemukan fakta yang mematahkan mitos bahwa jenis pakaian korban ikut berpengaruh pada kasus pelecehan. Survei itu membuktikan bahwa jenis pakaian yang digunakan korban pelecehan itu beragam, tidak hanya mereka yang berpakaian terbuka saja: seperti rok dan celana panjang (18%), baju lengan panjang (16%), seragam sekolah (14%), hijab (17%), dan baju longgar (14%). Menilik hal tersebut, kita dapat melihat bahwa pakaian yang tertutup tidak menjamin bahwa perempuan akan terbebas dari pelecehan.

Jadi tak ada jaminan jika menutup aurat akan membuat perempuan lepas dari objektifikasi birahi laki-laki. Bagi saya, ini merupakan problem mentalitas laki-laki itu sendiri yang cenderung menjadikan perempuan sebagai objek fantasi mereka. Maka benar apa yang dikatakan oleh Rocky Gerung, bahwa "jangan ajarkan perempuan untuk berpakaian sopan, tapi ajarkanlah laki-laki untuk berpikiran sopan".

Siapa suruh dia punya tubuh seperti itu. seharusnya dia menutupi tubuhnya dengan pakaian yang lebih tebal lagi atau sekalian saja, jangan keluar dari rumah. Ini adalah pemikiran yang kerap saya terima ketika ada perempuan yang dilecehkan oleh laki-laki. Seolah biang keladi pelecehan adalah perempuan, atau si korban.

Olehnya, untuk menghindari hal tersebut, perempuan terpaksa mengikat dan membatasi dirinya, dan tak heran, jika banyak perempuan yang merasa terganggu dengan pembahasan yang berhubungan dengan perkara-perkara seks yang dinilai jorok, sekali pun jika pembahasan tersebut hanya berupa guyonan. Ketidaknyamanan ini muncul karena memikirkan kerentanan pikiran laki-laki dan fantasi liar mereka. Olehnya, saya kira laki-laki musti belajar bagaimana meluruskan pikiran mereka.

Saya juga teringat ketika suatu waktu saya berbincang ringan dengan beberapa teman laki-laki saya mengenai artis-artis Korea. Saat itu saya memuji kecantikan artis Korea, namun mereka tetiba menimpali, "beh, saya te suka perempuan tepos." Mendengar itu saya merasa ingin sekali menampar mulut mereka. Seolah perempuan berpenampilan semata-mata hanya untuk menyenangkan hati laki-laki saja, yang ketika mereka tidak menyukai penampilan perempuan, adalah hak mereka lah untuk mengomeli dan mengomentarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun