“Hampir Ngerti kak.”
“Tentang apa?”
“Mengenai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Sains.”
“Oh ya.”
Tak lama, waktu ku nikmati bersama gerimis ini. Pelan-pelan ku jelaskan prihal sains. Lantunan kata mulai ku wadahi dalam malu ini. Ku tak menatap mata indah matamu, karena serpihan malu menjelma dalam Asa.
Hidup terasa mudah belaka sampai kemudian agama dijatuhkan oleh Sains dan keadaan berbalik seratus delapan puluh derajat. Kebenaran memaksa untuk berkompetisi. Agama tak bisa menyelesaikan prahara dunia tanpa kata, dan sains tak bisa menyetubuhi rasa cinta, rindu, resah, dan galau.
“Di balik hasratku ini, datang menemuimu di sini. Inilah yang dinamakan ontology.” Kataku padanya. Namun, apa yang ku katakana ini hanya masuk akal saja, tak lebih. Ia tersenyum mendengarku, dan menyayukan langit hatiku, seolah malu tuk bercumbu dengan biru. Kembali ku berkata kepadanya, “suatu saat nanti, aku akan mati. Dimakan ruang dan waktu. Raga ini akan melebur di dasar bumi yang terhampar kosong.”
Kau melontarkan pertanyaan padaku, “mengapa kita harus dimakan ruang dan waktu?” ku jawab dengan perlahan, dan disampaikan jawabanku bersama tatapan mataku ini. Bahwa, “Kita adalah bagian dari ruang dan waktu. Kadang alam tersenyum, menari di pinggiran cahaya mimpi. Raga ini terikat sistem semesta dan daun kering yang disampukan oleh penyapu.”
Dengan seksama ku melihat kembali indah matamu dibalik gerimis. Lantas kau melanjutkan kembali pertanyaanmu, “Apa kegunaan sains?” jawabku dengan tak melihat putih wajahnya, ku menjawab “Awal dari sebuah cerita lama, bahwa sains memanusakan manusia, tapi sekarang member kelabu terhadap kematian umat manusia.”
Suara-suara bising beragam bahasa dunia yang menyelinap dari balik pintu terbuka mulai perlahan menyenyap. Senja makin sepuh. Kubayangkan, indah perbincangan kita suatu hari nanti. Usai perbincangan kala kabar kau harus berbaur demi sebuah urusan.
Ku tunggu kau bersama gerimis ini. Bersama sebuah buku sains, dan sebatang rokok Marlboro. Waktu menari bersama harapanku di sini. Tak lebih, hanya ingin berbincang kembali dan tak mengingat takdir bisu ini.