Pada 21 Oktober 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 17 Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pembangunan berkelanjutan ini adalah 17 tujuan utama global yang telah ditentukan oleh PBB sebagai agenda dunia pembangunan untuk perdamaian dan kemakmuran manusia dan ekosistem bumi sekarang dan masa depan.
Terdapat 4 tujuan pembangunan ini yang saling berorientasi terhadap pengembangan infrastruktur teknologi hijau yakni tujuan nomor 7, 9, 11, dan 13. Tujuan nomor 7 membahas terkait penerapan energi bersih atau energi baru terbarukan (EBT) yang bersih atau tidak mencemari lingkungan. Tujuan nomor 9 berfokus pada bagaimana menciptakan inovasi pada sektor perindustrian dan infrastruktur. Tujuan nomor 11 membahas terkait keberlangsungan pembangunan dan pengembangan kota. Sementara itu, tujuan nomor 13 membahas terkait upaya-upaya memerangi perubahan iklim.
Tujuan-tujuan ini sangat berkesinambungan dimana Kementerian ESDM Indonesia mendukung kerja sama yang dilakukan untuk seluruh anggota International Energy Agency (IEA) mengenai aksi efsiensi energi dan penerapan renewable energy. Dengan dilakukannya kerja sama ini, harapannya dapat mempercepat target Net Zero Emission secara global. Di Indonesia, pemerintah sedang merancang regulasi terkait penerapan efisiensi energi dan renewable energy di Indonesia. Tidak hanya itu, pemerintah juga gencar memberlakukan berbagai aksi seperti memperluas standar kerja energi minimum dan menerapkan teknologi hemat energi. Selain itu, pemerintah juga sedang gencar melakukan pengembangan melalui investasi efisiensi energi, salah satunya pembangunan infrastruktur teknologi hijau. Infrastuktur teknologi hijau sendiri merupakan konsep perencanaan infratruktur kota yang memadukan konsep ramah lingkungan dan juga penerapan internet of things (IOT).
Perencanaan dan pembangunan infrastuktur teknologi hijau akan berjalan maksimal dengan penggunaan listrik yang mumpuni dan efisien. Di Indonesia sendiri pembangkit listrik dengan kontribusi terbesar adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) , yang berkontribusi sebesar 50% dari total listrik di Indonesia pada tahun 2021. Sayangnya, pada tahun 2022, Institute for Essential Services Reform (IESR) melaporkan bahwasanya sekitar 40% dari total emisi gas rumah kaca di Indonesia disebabkan oleh sektor ketenaglistrikan. Oleh karena itu, perencanaan infrastruktur teknologi hijau harus diikuti dengan penerapan renewable energy.
Salah satu penerapan dari infrastruktur teknologi hijau adalah P-CT. P-CT sendiri adalah singkatan dari Piezzoelectric in Central Public Station. P-CT merupakan konsep generator listrik mandiri dengan memanfaatkan energi kinetik yang berasal dari pijakan pengguna stasiun, yang dimana ketika pengguna stasiun menginjak anak tangga yang telah diberi piezzoelektrik maka akan dihasilkannya energi listrik yang dapat digunakan untuk pengoperasian stasiun tersebut. Dengan P-CT, Â akselerasi penerapan green infrastructure dalam pengembangan green city tentu akan berjalan maksimal, mengingat bahwa stasiun merupakan salah infrastruktur dalam moda transportasi paling sibuk di Indonesia, dimana pada tahun 2022 Â sekitar 277,12 jt orang Indonesia telah menggunakan kereta sebagai pilihannya dalam melakukan perjalaan. Harapannya dengan usaha yang sederhana tersebut, pengefisiensian penggunaan energi dapat meningkat di Indonesia melalui penerapan proyek P-CT ini, dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada memerangi perubahan iklim.
Piezoelektrik berasal dari bahasa Yunani, piezo yang berarti tekanan. Ketika Piezo mendapat tekanan maka bahan piezoelektrik akan menghasilkan beda potensial listrik dan dapat bekerja sebaliknya. Bahan piezoelektrik sendiri pertama kali ditemukan ole Jacques Currie dan Pierre Currie pada tahun 1880, Bahan piezoelektrik merupakan material yang memproduksi medan listrik ketika dikenai regangan atau tekanan mekanis. Tekanan tersebut akan menyebabkan penyesuaian molekul sehingga material mengalami perubahan dimensi. Kuarsa (Quartz, Si02), Berlinite, Turmalin dan Garam Rossel merupakan bahan piezoelektrik alami, sementara Barium titanate (BaTi03), Lead zirconiumtitanate (PZT), Lead titanate (PTiO3) merupakan bahan piezoelektrik buatan.
Piezoelektrik dapat dihubungkan secara paralel untuk meningkatkan energi yang dihasilkan. Piezoelektrik yang dirangkai paralel menghasilkan arus yang tetap dengan tegangan yang bertambah. Setelah disusun secara paralel, piezoelektrik ditempatkan ditengah-tengah matras berbahan karet dan kayu yang berbentuk persegi. Matras ditempatkan di bawah piezoelektrik bertujuan agar piezoelektrik tidak mudah rusak karena tertekan bahan yang kasar, kemudian kayu yang digunakan berbahan tipis dengan tujuan agar tekanan yang diberikan merata pada seluruh bagian piezoelektrik.
Penerapan piezoelektrik telah diterapkan di berbagai, Jepang sebagai negara maju sudah menerapkan dan memanfaatkan piezzo elektrik pada infrastuktur umum mereka, seperti pada stasiun kereta api listrik East Japan Rainway Company (JR East). energi potensial yg dihasilkan dari piezzo elektrik pun cukup besar dan bahkan bisa digunakan untuk sumber tegangan tinggi dan dapat digunakan untuk tampilan keberangkatan, lampu penerangan dan sistem tiketing. Pada stasiun JR East pemanfaatan piezeoelektrik digunakan pada lantai yang ada di stasiun, lantai yang berukuran 25 m2 diperhitungkan efektif diinjak dan bisa menghasilkan daya sebesar 1400 KW, Manajeman stasiun JR East juga memisalakan perhitungannya bahwa satu langkah kaki manusia itu bisa menyalakan lampu dengan daya 60 W dengan durasi waktu selama satu detik.
Yang dimana jika direalisasikan pada stasiun manggarai di indonesia, maka 1400 kw dapat dimanfaatkan untuk kepentingan stasiun itu sendiri. Mulai dari gerbang e-money, lampu stasiun, layar jadwal keberangkatan hingga dapat digunakan untuk mesin penjual minuman otomatis. Sehingga dapat menghemat pasokan listrik yang tersedia.
Sistem dapat dimulai dari masukan energi mekanik (getaran) sebagai input dari piezoelektrik. Piezoelektrik berfungsi mengkonversi energi mekanik menjadi energi listrik dan sebaliknya, dengan memanfaatkan piezoelektrik kuat-lemahnya getaran dikonversi menjadi besar-kecilnya tegangan.
Desain lantai dibuat dengan memberikan benda berbahan keras seperti kayu atau akrilik. Piezoelektrik yang digunakan adalah piezoelektrik yang berbentuk lingkaran berukuran 35 mm. Piezoelektrik yang telah dirangkai paralel kemudian dialasi dengan benda berbahan karet atau benda elastic lainnya. Bagian yang terinjak oleh kaki manusia adalah bagian atas yang keras, sehingga tekanan dapat merata di seluruh bagian  piezoelektrik. Kabel penghubung kemudian dihubungkan dengan rangkaian pembangkit. Desain lantai dapat dilihat pada gambar dibawah iniÂ
Pada saat anak tangga diinjak, maka elemen piezoelektrik dari keramik yang akan bermuatan positif pada beberapa bagian molekul dan sebagian lainnya akan bermuatan negatif. Molekul-molekul tersebut akan terbentuk elektroda yang menempel pada dua sisi yang berlawanan dan menghasilkan medan listrik yang kemudian tegangannya akan disearahkan menggunakan penyearah untuk menyimpan energi sementara yang nantinya tegangan keluaran akan menjadi DC, untuk selanjutnya dimanfaatkan menyalakan lampu LED serta kebutuhan listrik lainnya di stasiun.
Efek piezoelektrik berasal dari distribusi ion dalam struktur kristal bahan tertentu. terdapat keseimbangan antara muatan listrik positif dan negatif dalam material, sehingga material tetap netral. Ketika suatu struktur berbentuk persegi dikenai tegangan tekan (Gambar 1.2), pusat muatan ekivalennya masih berada pada titik yang sama, sehingga tidak ada perubahan polarisasi. Untuk segi enam (gambar 1.3) , ketika tegangan diterapkan, perubahan terjadi pada pusat muatan kation dan anion yang menginduksi perubahan polarisasi. Terdapat 32 kelas kristalografi, 21 di antaranya non-sentrosimetris (tidak memiliki pusat simetri) dan 20 di antaranya menunjukkan piezoelektrik langsung; yang ke-21 adalah kelas kubik. Dalam bahan ini, karena tidak adanya simetri dalam distribusi ion, terdapat dipol listrik, yang menghasilkan respons piezoelektrik.
Jumlah listrik yang dihasilkan piezoelektrik sebanding dengan besarnya tekanan yang diberikan. Yang berarti semakin besar tekanan, maka akan menghasilkan listrik yang lebih banyak. Oleh karena itu, tangga dipertimbangkan sebagai tempat yang paling efektif untuk sarana peletakan benda ajaib ini. Ketika menaiki tangga, berat badan manusia tiga kali lebih berat dari berat normalnya dan ketika menuruni tangga berat badan manusia lima kali lebih berat dari berat normalnya karena adanya gaya gravitasi.
Besarnya tekanan memang mempengaruhi besarnya tegangan yang dihasilkan. Menaiki tangga menghasilkan voltase yang cukup untuk memberi daya pada perangkat penyimpanan eksternal. Dengan adanya alat penyimpan daya, jumlah energi yang dihasilkan tidak akan terbuang sia-sia karena disimpan terus-menerus selama ada yang menaiki tangga.
Dapat disimpulkan bahwasannya P-CT mampu berkontribusi sebagai sumber listrik pada stasiun. P-CT bertujuan agar penerapan renewable energy di Indonesia terlebih lagi dalam sektor infrastruktur dapat terwujud sehingga masyarakat Indonesia dapat berjalan maju bersama renewable energy sekaligus berkontribusi dalam  mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan 2030. Hanya dengan alat piezoelektrik maka P-CT sangat cocok diterapkan pada setaip stasiun di Indonesia, karena alat ini tidak memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar, tidak memakan biaya yang besar, bahkan dapat mengubah suatu hal yang terbuang sia-sia menjadi energi yang bermanfaat. Sayangnya teknologi piezoelektrik belum diketahui potensinya oleh masyarakat. Oleh karena itu, ke depannya perlu dipublikasikan akan potensi alat tersebut dengan mengaplikasikannya di kawasan stasiun di Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H