Mohon tunggu...
abror badrut
abror badrut Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indahnya Kekeluargaan di Pesantren

25 Maret 2018   13:29 Diperbarui: 25 Maret 2018   13:33 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap insan pasti memiliki alur kehidupan masing-masing tentang lika-liku, baik-buruknya kehidupan. Terkadang tanpa kita sadari, kita mempunyai banyak sekali pengalaman yang menurut kita indah jika dieritakan dan susah untuk dilupakan. Santriwan-santriwati Indonesia pasti memiliki banyak sekali momen-momen indah yang selalu dikenang dalam kehidupan mereka karena hidup di pesantren itu selalu ada lika-liku kehidupan yang mereka dapatkan. 

Mulai dari susah untuk keluar area pesantren, dilarang membawa alat komunikasi, bahkan telpon dengan orang tua pun harus meminta izin kepada pengurus pesantren. Dan ketika mereka sudah lulus dari pesantren, mereka baru merasakan bahwa betapa susahnya perjuangan mereka melalui pendidikan di pesantren, dan momen-momen indah yang mereka lalui akan mereka sadari bahwa hal itu harus diulangi kembali demi mengenang kehidupan mereka di pesantren sebelumnya.

Menurut mereka, hidup di pesantren bersama teman-teman itu sudah seperti hidup bersama keluarga. Susah, sedih, senang, canda, tawa, mereka lalui bersama-sama dalam waktu yang cukup lama. Hidup dengan kepekaan terhadap sesama, saling memberi perhatian kepada yang lain, rasa gotong royong di setiap harinya, itulah yang membuat mereka menjadi makhluk sosial yang mendekati sempurna. Dari situlah psikologi sosial mereka terbentuk dan berkembang. 

Tidak hanya berhenti saat mereka sudah lulus, bahkan setelah lulus dari pesantren pun kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan ketika di pesantren akan diulangi lagi. Mulai dari makan bersama menggunakan tutup bak yang sudah dibersihkan, menggunakan tempeh yang besar agar bisa muat untuk porsi orang sepuluh, rela berdesak-desakan agar mereka bisa makan, bahkan makan dengan lauk yang enak pun tetap mereka bagi sama rata. 

Dengan hal itu akan mengurangi rasa keegoisan mereka dan menumbuhkan rasa saling berbagi dengan sesama. Nilai-nilai dari kebiasaan seperti itulah yang seharusnya ditanamkan dalam diri setiap manusia, tidak hanya mementingkan diri sendiri saja. Menjadi makhluk sosial yang seperti itu yang nantinya akan dibutuhkan di masyarakat.

Cukup sekian artikel yang singkat ini. Meskipun sedikit semoga dapat diambil manfaatnya. Jadikanlah setiap pengalaman dalam kehidupan itu sebuah pelajaran untuk kehidupan kita sendiri. Sekian terima kasih :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun