Mohon tunggu...
Abrar Rifai
Abrar Rifai Mohon Tunggu... lainnya -

Hanya menulis apa yang diyakini benar dan baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penguasa Khianat, Pengusaha Hitam, dan Pengacara Ringkih

20 Mei 2012   22:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:02 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah terbesar bangsa ini adalah hilangnya kepedulian di antara anak bangsa. Kita terlalu perhatian pada diri sendiri, keluarga dan kelompok kita saja. Kita akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan sendiri. Semua cara dihalalkan untuk kesejahteraan sendiri. Kekayaan diri ditumpuk seakan mau hidup tujuh abad lamanya. Semua kemauan diri dipenuhi seakan hidup sendirian saja di dunia ini.

Sementara banyak saudara sebangsa setanah air yang untuk makan sehari-hari saja mereka harus memeras keringat darah. Banyak di antara mereka tak memiliki rumah. Gubuk reot di tepi kali, atau kolong jembatan masih banyak yang berpenghuni. Kereta ekonomi dan bis ekonomi masih sesak melebihi kapasitas, karena terlalu banyaknya rakyat Indonesia yang hanya bisa naik alat transportasi sengsara itu.

Lebay. Satu kata yang saya tujukan pada pengacara kondang, Hotman Paris Hutapean. Karena hanya untuk ulang tahun anaknya yang ke 17 saja, sampai harus menghadiahinya mobil mewah seharga 9 milyar. Woww! Mobil tersebut nanti akan dipakai berjalan-jalan di jalanan negeri ini yang dipenuhi dengan pengemis, anak jalanan dan gelandangan. Mobil tersebut nanti akan melewati mall, perkantoran dan berbagai pabrik yang kariyawannya masih banyak mendapatkan gaji di bawah standart layak. Hotman seakan mempertontokan pada bangsa ini; peduli amat saya dengan kesulitan kalian. Ini mobil, mobilku sendiri kok. Aku beli dengan uang, uangku sendiri!

Masih jelas ingatan kita beberapa waktu lalu, Abu Rizal Bakrie menggelar pesta mewah pernikahan putra bungsunya, Ardy Bakri dan Nia Ramadani. Pesta tersebut konon menghabiskan biaya hingga 100 milyar. Sementara masyarakat korban lumpur Lapindo masih terseok-seok menuntut ganti rugi rumah dan tanah mereka yang telah tertimbun lumpur. Belum lagi posisi Bakrie yang pernah menjabat menkokesra, seharusnya beliau tahu pasti bahwa masih banyak warga negara ini, penduduk negara ini yang masih hidup dibawah garis kemiskinan.

Tapi, ternyata Bakrie hanyalah seorang yang telah banyak menagguk kekayaan dari negeri ini, tak lebih hanyalah manusia yang sudah kehilangan kepedulian terhadap nasib warga negara yang telah memberinya kekayaan itu. Kalau sudah begitu, masihkah Bakrie akan terpilih sebagai presiden tahun 2014 nanti?

Banyak sekali orang kaya di negeri ini. Entah itu kekayaan yang didapatkan dengan cara halal, berusaha legal sesuai aturan dan perundangan yang ada. Atau pun kekayaan yang ditangguk dengan cara haram, pejabat khianat dan pengusaha hitam. Jumlah konglomerat negeri ini bahkan jauh lebih banyak dari orang kaya di negeri seberang. Singapura, Malaysia dan Brunai, kalau orang kaya di tiga negara itu ditotal jadi satu, saya yakin jumlah orang kaya di Indoensia masih jauh lebih banyak. Tapi, setahu saya di Malaysia, Brunai dan Singapura tak ada pengemis. Tak ada gubuk reot. Tak ada bis angkutan umum berasap tebal. Tak ada kereta api yang berpenumpang di atas atap. Pun tak ada orang yang tidak bisa sekolah karena tidak punya biaya. Sebagaimana juga tak pernah kita dengar adanya busung lapar.

Keserakahan segelintir orang dan hilangnya empati mereka, itulah yang menyebabkan kekayaan negeri ini menjadi tidak merata dinikmati oleh warganya. Kepada siapa kita harus menggugat? Pemerintah sebagai pemangku negeri ini yang harus kita gugat! Mereka, pemerintah-lah yang telah memberikan kesempatan kepada para pengusaha hitam untuk memonopoli sebagian besar proyek-proyek besar. Mereka, pemerintah-lah yang telah memberikan kesempatan kepada para pengacara 'ringkih' untuk memainkan hukum dengan membela mereka yang jelas bersalah.

Kenapa hal tersebut terjadi, Sodara? Karena penguasa negeri ini juga berkepentingan kepada pengacara dan pengusaha semacam itu. Maka, jadilah penikmat kekayaan Indonesia, hanya penguasa, pemerintah dan pengacara yang telah kehilangan empati kemanusia mereka!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun