Mohon tunggu...
Abraham SDs
Abraham SDs Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Biarlah dia berbicara mencela kehormatanku. Diamku, adalah jawaban bagi orang yang bodoh. Bukannya aku tidak memiliki jawaban. Hanya saja tidak pantas singa menjawab gonggongan anjing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mafia Sisilia: Modernisasi & Gangsterisme

29 Juni 2013   15:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:15 2173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sebelumnyahttp://sejarah.kompasiana.com/2013/06/17/mafia-sisilia-pertumbuhan-dan-pentungan-fasis-569629.html)

[caption id="attachment_263644" align="aligncenter" width="605" caption="Sebuah tank M-3 Sherman tentara Amrik sedang bergerak melintasi daratan kasar Sisilia. (foto dari : http://en.wikipedia.org/wiki/File:Sherman-Tank-in-Sicily.png)"][/caption]

Pendeknya, hubungan antara rejim Fasis dan Mafia dapat dikatakan sebagai dua organisasi kriminal yang saling bertentangan satu sama lain – dua ekor musang berkelahi memperebutkan isi kandang ayam yang sama. Situasi Mafia Sisilia sebagai ‘korban yang ditindas’ oleh Fasis, disadari atau tidak, membuka jalan bagi modernisasi organisasinya, dimulai ketika gelombang Perang Dunia II akhirnya berbalik memihak Sekutu.

Kolaborasi masa perang antara gembong Mafia Amrik kelahiran Sisilia, Charles “Lucky” Luciano, dengan pihak AL Amrik, boleh jadi punya pengaruh dalam memuluskan invasi Sekutu ke Sisilia menjadi happy-end bagi Sekutu. Tapi sebenarnya, sambutan orang Sisilia terhadap Sekutu tak kurang hangatnya dibanding sambutan kota-kota Italia daratan lainnya dua tahun kemudian (publik Italia sebenarnya sama sekali tidak senang dengan keterlibatan Italia dalam PD II). Pengaruh nyata Luciano hanyalah di kawasan Pelabuhan New York, di mana atas arahannya, Lima Keluarga Mafia New York ikut membantu AL mengamankan pelabuhan dari penyusupan mata-mata.

Bagaimanapun juga tak bisa dipungkiri, kebijakan besi Si Prefek Besi (Cesare Mori - lih. artikel sebelumnya) telah membuat kebanyakan mafiosi Sisilia bersimpati terhadap upaya perang Sekutu, atau setidaknya memusuhi Fasis. Setelah dipenjara tanpa pengadilan oleh rejim Mussolini, sangat mudah bagi orang-orang ini untuk tampil sebagai anti-Fasis atau bahkan sebagai ‘tahanan politik’. Di tengah kekacauan pasca invasi dan runtuhnya rejim Fasis, tentara Amrik seringkali meminta pertimbangan dari pihak gereja setempat, tentang siapa saja tokoh-tokoh yang anti-Fasis, jadi dapat dipercaya untuk didudukkan sebagai pimpinan sipil lokal dalam administrasi pendudukan Sekutu. Tentu saja, 'orang-orang terhormat'-lah yang mempunyai cukup kekuasaan dan sumber daya untuk menegakkan ketertiban di masa yang kacau tersebut. Lewat cara ini Sekutu menjadikan banyak boss Mafia setempat, seperti Calogero “Don Calò” Vizzini, sebagai walikota sementara dalam administrasi pendudukan. Banyak di antaranya yang memenangkan pemilihan resmi beberapa tahun kemudian.

[caption id="attachment_263647" align="aligncenter" width="260" caption="Calogero "Don Calò" Vizzini, walikota Villalba, adalah seorang kriminal dan pembunuh, jelas dan sesederhana itu. (foto dari : http://en.wikipedia)"]

1372489253711618926
1372489253711618926
[/caption]

Penguasa pendudukan Amrik mendapat lebih dari yang mereka harapkan. Boss-boss Mafia yang dijadikan pejabat sipil ini tidak hanya mampu ‘menegakkan hukum’. Berkat jaringan mereka, OSS (Office Of Strategic Service – organisasi pendahulu CIA) bisa mencium kebangkitan komunis Italia selama periode 1944-1945 dan mengamputasi bahaya ini, sebelum mengancam posisi Amrik yang masih bertempur dengan kekuatan Jerman di Italia daratan. OSS sangat bergantung kepada Mafia, terutama kepada "Don Calò" Vizzini, untuk memperoleh intelijen (Vizzini bahkan diberi nama sandi sebagai operatif OSS : ‘Bull Frog’). Itulah masa di mana Kepala Kantor OSS Palermo, Joseph Russo, menemui para boss Mafia secara teratur, setidaknya sekali sebulan.

Namanya saja penjahat, tentu Mafia tidak menunggu lama-lama untuk memanfaatkan posisi istimewa ini. Don Calò menggendutkan diri dan klannya sebagai ‘raja’ pasar gelap pasca perang yang merajalela. Begitu pula boss-boss lainnya seperti Giuseppe Genco Russo, yang ditunjuk Sekutu sebagai pejabat di kota masing-masing. Pemerintahan pendudukan Sekutu, AMGOT (Allied Military Government of Occupied Territories), dikoordinir oleh seorang kolonel Amrik, Charles Polleti, yang oleh “Lucky” Luciano disebut sebagai ‘salah-satu kawan baik kita’, dan yang selama dinasnya di Sisilia selalu ditemani oleh Vito Genovese sebagai 'supir dan penerjemah'. Genovese adalah gembong Mafia New York yang dulu kabur ke Sisilia di tahun 1930-an (dituntut atas pembunuhan). Tentu saja dalam wawancara bertahun-tahun kemudian Polleti berkata begini :

“Kami sama sekali tidak ada keterkaitan apa-apa dengan Mafia. Tak seorangpun dari kami yang pernah mendengar tentang Mafia. Selama kami di sana, tak seorangpun yang pernah mendengar tentangnya. Tak seorangpun yang membicaraka tentangnya.”

Memang, pernyataannya tersebut didukung oleh fakta ; untuk apa Polleti yang fasih berbahasa Italia butuh penterjemah Italia. Tapi bagaimana yang sesungguhnya siapa yang tahu? Dan kenyataannya, inilah keadaan umum di Sisilia setelah tentara Amrik mendarat.

Di mana-mana Mafia bebas menjarah isi gudang-gudang koperasi dan gudang-gudang tentara. Anda perlu apa? Makanan, pakaian? Atau mobil, jeep, truk? Mafia punya dan menjual barang-barang itu di pasar gelap Palermo. Di Villalba seluruh kekuasaan ada di tangan Mafia ; gereja, bank-bank petani, latifundia (estat pertanian Italik dengan sistem warisan dari pertanian gaya Romawi), semua berada dalam genggaman keluarga kejahatan yang sama. Bahkan untuk membereskan urusan kecil-kecil pun orang akan mencari bantuan Mafia.

[caption id="attachment_263653" align="aligncenter" width="561" caption=""Kau perlu apa? Asalkan uangmu cukup kita bisa mencarikan apa saja untukmu" (foto dari : www.richardcassel.com)"]

1372492824794839249
1372492824794839249
[/caption]

Kelaparan di daerah utara Italia yang masih diamuk perang dicegah oleh operasi pasar gelap terbesar Mafia di Italia selatan. Gembongnya - siapa lagi kalau bukan Don Calò Vizzini - memastikan agar konvoi truk penuh bahan makanan selalu menggelinding ke utara sampai ke Naples, di mana muatan itu didistribusikan oleh organisasi milik Vito Genovese. Truk-truk Mafia dan muatannya ini selalu dilengkapi dengan surat-surat jalan dan dokumen ekspor resmi, dikeluarkan oleh administrasi AMGOT di Sisilia dan Naples. Bensin, juga truknya, adalah ‘investasi’ dari oknum-oknum perwira korup dalam tentara Amrik, yang tentu saja memperoleh ‘deviden’ dari operasi perdagangan gelap tersebut. Pengawalan disediakan oleh carabinieri Italia, yang saat itu bertugas lagi di bawah administrasi AMGOT.

Menjelang tahun 1950-an, di kota-kota besar Sisilia yang tengah membangun kembali, Mafia menyusupi bisnis bangun-membangun dan berhasil membeli jalan masuk ke dalam banyak agensi konstruksi milik pemerintah. Jika orang bertanya kemana hilangnya banyak distrik bersejarah di Palermo, atau kenapa kota itu punya banyak gedung yang jelek-jelek tapi sedikit sekali taman dan area parkir yang efisien, tanya saja Mafia. Para kriminal inilah yang melakukan perencanaan tata-kotanya. Mafia, secara tidak langsung, membangun kembali setengah dari Palermo “baru”, di mana politisi-politisi korup yang berkoneksi erat dengan – atau bahkan memang – anggota Mafia, menjual izin-izin pembangunan kepada berbagai jasa konstruksi yang merupakan usaha patungan atau rekanan Mafia. Kendali terhadap sektor konstruksi ini masih diimbuhi lagi dengan penyusupan meluas ke dalam berbagai sektor ekonomi lainnya.

Tetapi, hingga sejauh itu pun aktifitas utama Mafia masih tetap bertumpu pada bisnis tradisionalnya, pemerasan uang perlindungan. Selama tahun-tahun awal pasca PD II, saat Mafia mengorganisir-ulang kegiatan-kegiatan mereka, aspek-aspek tradisionalnya yang lain juga masih kental. Bagaimanapun, para galantuomo ‘terhormat’ dengan segala aura lawas mereka akan segera menjadi relik-relik kuno. Tahun 1954, dengan wafatnya “Don Calo” Vizzini, sebuah era pun berlalu. Sesudahnya, Mafia Sisilia bergeser memasuki area yang oleh para mafiosi lama disebut sebagai ‘gangsterisme’, yang dimpor dari Amrik.

[caption id="attachment_263660" align="aligncenter" width="500" caption="Pemakaman Vizzini : bukan hanya seseorang yang sedang mereka kubur, tapi juga suatu era dalam sejarah Mafia Sisilia (foto dari : www.lacndb.com)"]

1372495012210328682
1372495012210328682
[/caption]

Tahun 1957, Mafia Sisilia mulai membentuk kembali hubungan dengan sepupu-sepupu di Amrik dan Kanada. Pemrakarasanya tak lain tak bukan adalah “Lucky” Luciano. Setelah PD II berakhir, atas jasanya membantu AL selama perang, pemerintah Amrik membebaskan Luciano dengan syarat ia harus pulang kampung, alias dideportasi ke Sisilia. Walau kini bukan boss lagi, Luciano masih tetap dihormati. Para boss New York kerapkali sowan ke Sisilia, entah untuk minta saran, petunjuk, atau arahannya, sambil tetap menyetor berkoper-koper uang kepadanya. Didanai oleh uang ‘panas’ dari Amrik dan rangsangan dari prospek perdagangan narkoba trans-Atlantik, si boss tanpa gelar segera menggalang persekutuan antara ‘Komisi’ Mafia Amrik dan ‘Cupola’ Mafia Sisilia. Nah, dengan inilah dimulai era ‘orang-orang terhormat’ gaya baru di Sisilia, vastasi (orang-orang kasar).

Selama tahun 1960-an, Mafia Sisilia dan Mafia Amrik memulai kerjasama serius dalam perdagangan narkoba, walau keduanya seringkali mengungkapkan sentimen yang memandang rendah perdagangan ini sebagai ‘tidak terhormat’ ketimbang pemerasan dan pembunuhan. Dalam perdagangan narkoba trans-Atlantik ini terbukti, Mafia Sisilia jauh lebih nekat dan bengis ketimbang rekan-rekan Amrik mereka. Kalau di Amrik dulu Komisi mengontrakkan pembunuhan atas rekanan Mafia, Dutch Schultz, yang hendak membunuh Jaksa Agung Dewey (dikuatirkan akan mengobarkan pembasmian Mafia oleh instrumen negara), maka Mafia Sisilia justru tidak segan-segan menghabisi target-target berprofil tinggi seperti hakim atau pejabat polisi, juga wartawan atau siapapun yang aktifitasnya tidak mereka senangi.

Tidak seperti Vizzini dan generasinya, ‘orang-orang terhormat’ Sisilia tipe baru ini sama sekali tidak membuat kepura-puraan apapun untuk menampilkan citra para gentleman. Di mana Vizzini dan para galantuomo terdahulu akan sangat menjaga adab sopan-santun (setidaknya) di ruang publik, maka para vastasi seperti Giuseppe G. Russo, Michele Greco, dan Luciano Leggio, yang dibesarkan oleh era perdagangan narkoba, adalah orang-orang yang sangat vulgar dan nekat. Istilah-istilah ‘orang-orang terhormat’ atau ‘kode etik’, jikalah memang ada dalam kenyataan dunia Mafia, menguap bersama aksi-aksi pembunuhan mereka yang serampangan. Menjelang 1970-an, bahkan wanita dan anak-anak tidak diberi ampun dalam pembantaian oleh Mafia.

Nah, hingga di sini, ada beberapa mitos besar yang perlu kita kesampingkan terlebih dahulu untuk memahami Mafia Sisilia. Pertama, mitos bahwa ini adalah murni bentuk gangsterisme. Ini mungkin benar di Amrik, di mana garis antara Mafia ‘sejati’-nya “Lucky” Luciano dengan gangsterisme Al Capone sangatlah kabur. Berbeda dengan sepupu-sepupu Amrik mereka, Mafia Sisilia – setidaknya pada permulaan – jauh lebih halus sekalipun tetap punya kecenderungan akan tindak-tindak kekejaman seperti pembunuhan. Di Sisilia, Mafia lebih mempunyai akar dalam kultur setempat, dan menikmati hubungan yang lebih dekat dengan politik serta unsur-unsur terdasar dalam masyarakat.

Lalu mitos “keluarga Mafia”. Adalah benar kisah keluarga bukannya tak biasa dalam dunia Mafia. Putra ‘berbakat’ yang melanjutkan rekam-jejak kriminal sang ayah. Seorang mafioso menikahi saudari atau sepupu sesama mafioso. Favoritisme pun ada, di mana seorang boss mengkhususkan pemerasan uang perlindungan di tempat basah tertentu menjadi ladang uang putranya. Bahkan ada beberapa kasus di mana istri menjabat sebagai boss dan ikut mengatur berbagai pemerasan dan pembunuhan, sementara suaminya – boss sesungguhnya – sedang dipenjara. Sungguhpun demikan, klan mafia sebenarnya lebih bersifat geografis alih-alih kekeluargaan. Keluarga-keluarga kejahatan ini, cosche atau borgata, dibentuk berdasarkan lokalisasi seperti sub-distrik, distrik, sub-urban, atau kota-kota tertentu, terdiri dari bermacam-macam orang dari berbagai latar dan tak punya kekerabatan satu sama lain Jadi, kalaupun ada ditemui tim keluarga sedarah yang beroperasi di pucuk kepemimpinan klan mereka untuk beberapa waktu, area geografis pengaruh mereka bukanlah sebuah lahan mawaris feodal.

Mitos bahwa Mafia didukung oleh aristokrasi dan gereja pun sama sekali tidak berdasar. Dalam hal ini, paling banter hanya bisa dikatakan bahwa Mafia kadang difasilitasi oleh bangsawan atau politisi korup yang, sebagaimana kebanyakan orang Italia lainnya, beragama Katolik. Kenyataannya, menjelang abad XX para mafiosi memeras uang tanpa pandang bulu, dari bangsawan dan dari gereja. Tapi memang benar, bagaimanapun juga, sebagaimana tadi kita lihat, gereja dan aristokrasi punya kontribusi dalam menciptakan berbagai kondisi sosial yang menyuburkan Mafia, dan kemudian Mafia bisa merajalela juga berkat kegagalan gereja dan kelas penguasa untuk melihatnya sebagai ancaman terhadap sendi-sendi masyarakat.

Ada pula mitos bahwa akar Mafia berhubungan dengan masa kekuasaan Arab di Sisilia (dari asal-usul istilah ‘mafia’) atau dari Zaman Pertengahan. Ini barangkali merupakan yang paling konyol dari semua mitos tentang Mafia. Sama konyolnya dengan mitos yang menyatakan asal-usul Mafia sebagai kelompok-kelompok perlawanan lokal terhadap Inkuisisi Gereja atau, yang lebih kemudian, terhadap kekuasaan Prancis. Mitos-mitos seperti ini tampaknya muncul akibat berbagai fenomena klenik, inkompetensi profesional, nepotisme, juga senioritas yang terlalu sering digunakan dalam banyak pekerjaan Mafia.

Terakhir, yang paling menyesatkan adalah, mitos bahwa Mafia memiliki satu struktur organisasi terpusat, dengan satu orang capo de tutti capi – “Bossnya Para Boss” yang maha-berkuasa duduk di puncak layaknya Paus. Ini sama sekali tidak benar, walaupun ada mafioso terkenal yang pernah dijuluki “Sang Paus” atau beberapa orang seperti Maranzano (di Amrik) atau Riina (di Sisilia) yang memang pernah disebut “Bossnya Para Boss”. Orang-orang yang mendekati gambaran seperti ini, paling banter, kadangkala secara tidak resmi mengawasi jalannya Cupola atau ‘Komisi’.

Komisi juga bukanlah organisasi yang disusun secara rigid, seperti halnya badan eksekutif dalam sebuah perusahaan legal. Cupola adalah suatu konfederasi longgar, di mana di dalamnya masing-masing klan tetap mandiri dan merdeka. Sejatinya, Komisi adalah penemuan Mafia Amrik (lebih jauh tentang ini nanti). Mafia Sisilia gaya lama tidak diketahui memiliki organisasi semacam ini, sekalipun ‘kode-kode etik’ antar klan yang dijaga oleh badan ini agaknya dahulu juga sudah eksis. Karena dibentuk berdasarkan cetak biru Komisi Amrik yang dibawa Luciano, badan ini sering juga disebut sebagai Komisi Sisilia (selebihnya istilah ‘Cupola’ hanya akan saya gunakan manakala kedua Komisi harus disanding dalam satu kalimat).

Fungsi utama Komisi hanyalah untuk meregulasi penggunaan kekerasan. Contohnya jika seorang mafioso perlu melakukan pembunuhan di wilayah klan lain, maka ia harus sowan dahulu dengan boss setempat, aturan ini ditegakkan oleh Komisi. Atau jika ada seorang mafioso atau tokoh berpengaruh lainnya (polisi, jaksa, hakim, senator, dlsb) perlu dilikuidasi, maka penghilangannya harus dengan sepengetahuan dan disetujui oleh Komisi. Pembunuhan-pembunuhan semacam ini biasanya bersifat strategis dan dapat memicu perang, oleh sebab itu harus diatur oleh Komisi.

[caption id="attachment_263657" align="aligncenter" width="576" caption="Fungsi paling penting dari Komisi adalah untuk meregulasi penggunaan kekerasan (foto dari : gangstersinc.ning.com)"]

13724945051373718791
13724945051373718791
[/caption]

Di samping mengatur pembunuhan tingkat tinggi, Komisi juga diperlukan untuk mengatur suksesi klan yang sulit. Saat seorang boss meninggal, tewas, atau pensiun, reputasi klannya seringkali jatuh bersamaan dengan kepergiannya. Ini dapat menyebabkan para klien berpindah meminta perlindungan klan lain yang terdekat. Tumbuhnya kekuasaan-kekuasaan baru seperti ini, jika tidak diatur, berpotensi mengganggu kestabilan dan memicu perang antar klan. Komisi mencegahnya dengan cara membagi-bagi wilayah dan anggota klan yang sedang merosot kepada klan-klan yang bertetangga. Atau alternatif lainnya, Komisi dapat menunjuk seorang ‘pejabat’ bagi klan yang merosot hingga terpilihnya boss baru. Sampai di situ sajalah kiranya peranan dan fungsi Komisi. Selebihnya, masing-masing cosca, borgata, atau klan, tentu saja mempunyai hierarki.

Bagaimana bentuk hirarki asli Mafia Sisilia dalam suatu klan tidaklah jelas. Yang diketahui hanyalah hirarki modernnya, yang tampak setali-tiga uang dengan model organisasi klan Mafia di Amrik. Ini diungkapkan oleh Tomasso Buscetta dalam suatu persidangan. Sebuah klan dipimpin oleh seorang capofamiglia atau rappresentante – seorang ‘boss’. Boss adalah istilah Amrik, akan terus saya gunakan dalam seri tulisan ini karena lebih populer. Di bawahnya adalah seorang capo bastone atau sotto capo – ‘boss kecil’ yang pekerjaannya dibantu (diawasi lebih tepatnya) oleh seorang (bisa lebih) consigliere – penasihat. Si ‘boss kecil’ ini membawahi beberapa regu sepuluh orang soldati – prajurit. Masing-masing regu dipimpin oleh seorang capodecina.

[caption id="attachment_263656" align="aligncenter" width="400" caption="Struktur tipikal sebuah klan Mafia (gambar dari : people.howstuffworks.com)"]

1372493875136638011
1372493875136638011
[/caption]

Itu garis besarnya. Struktur aktualnya bisa berbeda-beda antara tiap klan. Sekalipun regu disebut decina – ‘regu sepuluh orang’, jumlahnya prajurit di dalamnya tidak selalu tepat sepuluh karena bisa bervariasi antara lima hingga tigapuluh orang. Beberapa klan sangat kecil sehingga tidak memiliki regu decina dan komandan regu, bahkan dalam klan-klan besar prajurit bisa saja langsung melapor kepada boss.

Boss sebuah klan Sisilia biasanya dipilih oleh para prajurit, walaupun ada juga suksesi lewat kekerasan. Ukuran klan-klan Sisilia umumnya sangat kecil. Jadi boss memiliki kontak yang lebih langsung dengan semua anggota lainnya dan tidak memperoleh terlalu banyak privilese atau ganjaran, sebagaimana yang mungkin diperoleh seorang boss organisasi lebih besar seperti Lima Keluarga di New York. Masa bakti boss Sisilia lebih singkat. Seringnya hanya setahun, atau bisa jadi lebih singkat seandainya ia dilikuidasi karena melakukan terlalu banyak kesalahan

Boss-kecil biasanya ditunjuk oleh boss. Ia adalah tangan kanan kepercayaan boss dan pemegang komando kedua dalam klan. Jika boss terbunuh atau dipenjara, ia menjabat sebagai pimpinan klan.

Consigliere – atau ‘Penasihat’, juga dipilih secara tahunan. Tugasnya yang terpenting adalah mengawasi tindakan-tindakan boss serta bawahan-bawahan langsungnya seperti boss-kecil, terutama dalam soal finansial (mencegah penggelapan). Ia juga berperan sebagai penasihat bagi boss dan sebagai penengah dalam perselisihan internal. Dalam kedua peran ini ia dituntut untuk selalu bersikap imparsial (tidak memihak), ia harus mengindari konflik kepentingan dan ambisi.

Di samping anggota-anggota tadi, Mafia juga memberdayakan para ‘rekanan’ secara ekstensif. Rekanan Mafia ini adalah siapapun yang bukan anggota namun bekerja di dalam atau untuk jaringan Mafia. Ini termasuk para politisi dan pejabat korup atau penjahat-penjahat mandiri. Rekanan dilihat tidak lebih sebagai ‘alat’ ; dipelihara saat menguntungkan dan dilikuidasi jika sudah menjadi ‘liabilitas’. Tapi selalu ada saja rekanan yang peranannya amat krusial, sampai-sampai dipelihara dan diperlakukan bagaikan anggota sendiri.

(Bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun