Teori pascakolonial memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang bagaimana sejarah kolonialisme dan penjajahan telah memengaruhi dinamika konflik di Gaza. Hal ini disebabkan oleh ketidakadilan politik yang berasal dari janji-janji kolonialisme yang tidak dipenuhi dan pembagian wilayah yang tidak adil. Dengan memahami konteks setelah kolonialisme, kita dapat melihat bagaimana kolonialisme masih terasa dalam konflik dan bagaimana hal ini berdampak pada dinamika konflik saat ini.
Sementara itu, lensa Orientalisme membantu kita memahami bagaimana pandangan stereotip dan pembagian biner antara 'Barat' dan 'Timur' dapat memengaruhi persepsi terhadap konflik Gaza. Orientalisme dapat memperkuat asumsi negatif terhadap peradaban Timur, seperti pandangan Huntington tentang 'benturan peradaban', yang dapat menyederhanakan kompleksitas konflik dan mengaburkan pemahaman tentang akar masalah yang sebenarnya. Dengan memahami bagaimana orientalisasi Barat terhadap Timur dapat memengaruhi persepsi terhadap konflik, kita dapat lebih waspada terhadap stereotip dan asumsi negatif yang dapat memperburuk konflik tersebut.
Warisan kolonialisme masih mempengaruhi konflik di Gaza. Pembagian wilayah Palestina oleh Inggris dan pendirian negara Israel telah menciptakan ketidakstabilan politik dan ketegangan antara kedua belah pihak. Selain itu, pembangunan pemukiman Yahudi di wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel terus menjadi sumber ketegangan dan konflik. Dalam upaya untuk mencapai perdamaian di Gaza, banyak negara dan organisasi internasional telah berusaha untuk memediasi antara Israel dan Palestina. Namun, solusi yang komprehensif dan berkelanjutan untuk konflik tersebut masih sulit dicapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H