Mohon tunggu...
Abdul Rahim
Abdul Rahim Mohon Tunggu... Administrasi - Bertani, dan menulis buah-buah pikirnya, dalam mengisi masa purna bhaktinya - untuk kemanfaatan yang lebih luas

Sehari-hari menikmati hawa segar udara Palangisang, sebuah desa di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Memiliki hobi membudidayakan lebah madu, untuk itu sangat tertarik menerapkan filosofi kebaikan lebah madu dalam kehidupan sehari-hari – termasuk kehidupan berdemokrasi. Tertantang untuk berbagi pengalaman tentang sistem dan perubahan pola perilaku. Selalu berupaya menerapkan pola pikir global namun bertindak lokal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bangsa Indonesia Mau Berubah? Sadarlah

13 Mei 2024   22:17 Diperbarui: 13 Mei 2024   23:23 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengutip Alquran Surah Ar Raad ayat 11 yang artinya: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu bangsa, sebelum mereka sendiri merubah keadaannya."

Nasib buruk yang menimpa sesuatu bangsa, karena kesalahan dan kelalaiannya sendiri, maka Tuhan tidak akan merubah keburukan itu dengan kebaikan, sebelum bangsa itu merubah sebab-sebab yang menjadikan mereka bernasib buruk. Sebaliknya nasib baik berupa kesejahteraan dan kemakmuran yang telah dinikmati suatu bangsa, tidak akan lenyap dari bangsa itu selama mereka tidak bertindak aniaya dan permusuhan yang merusak tata pergaulan umum yang menyebabkan mereka telah menikmati kesejahteraan dan kemakmuran.

Sebuah ayat yang membuka wawasan untuk merenung tentang merubah keadaan yang kondisional bangsa kita (Indonesia) sekarang ini, dan bagaimana nasib generasi yang akan datang.

Masalah yang kondisional, berarti belum seorangpun yang mengetahui bagaimana keluar dari lingkaran permasalahan. Dari sekian penduduk Indonesia, termasuk delapan orang hakim MK yang memutus sengketa Pilpres tahun 2024 pada 22 April 2024, dimana mereka sendiri berbeda pendapat (tiga hakim MK dissenting opinion).

Inilah yang memunculkan awareness atau kesadaran membuka kembali lembaran sejarah terbentuknya MK yang diilhami dari 'Panitia Sembilan' yang diserahi penyusunan draf terakhir UUD, hanya ada tiga ahli hukum. Yang mengetuaipun bukan Mr. Yamin, Mr. Maramis, Mr. Ahmad Soebardjo, atau Prof. Dr. Mr. Soepomo. Kita perlu membaca dan memahami dengan sungguh-sungguh makna susunan keanggotaan tersebut.

Setelah kesadaran kita tentang sejarah terbentuknya MK, maka pengenalan akan kehidupan bangsa Indonesia yang begitu besar tentulah perlu dihadapi oleh sebuah panel yang sepadan pula. Ia bukan hanya urusan para ahli hukum, melainkan juga para sosiolog, antropolog, ilmuan politik, ekonomi, sejarawan, budayawan, rohaniwan, dan lain-lain.

Dari pengenalan kehidupan berbangsa, dan bernegara, maka kesadaran berikutnya adalah mengevaluasi tentang causa atau penyebab terjadinya masalah yang sifatnya kondisional, dan tidak mungkin dapat diselesaikan oleh satu komponen bangsa saja - untuk bangsa sebesar Indonesia ini.

Oleh karena itu, keputusan MK pada 22 April 2024 lalu bukanlah akhir dari sebuah proses perubahan, tetapi merupakan awal dari perjuangan untuk bersama-sama menyelesaikan segala bentuk permasalahan yang harus dilandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945 yang telah diamandemen. Pancasila sila pertama dan sila terakhir, didalam aplikasinya, sebaiknya dimulai dari sila kelima yang menyentuh kehidupan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, khusunya dalam penegakkan hukum dengan mendahulukan KEWAJIBAN daripada HAK di setiap komponen bangsa.

Adapun kesadaran yang mendahulukan KEWAJIBAN daripada HAK adalah awareness of wisdom (kesaran untuk menjadi bijaksana). Orang yang bijak itu adalah orang yang mampu menyampaikan kebenaran tanpa menyakiti orang lain. Orang yang bijak adalah yang menyampaikan kebenaran tanpa menyakiti hati siapapun. Contohnya adalah menjadi pemimpin dengan tidak menyakiti rakyatnya, seperti anak terhadap kedua orangtuanya.

Alquran menjelaskan dalam suarh Al Ahqaf, yang artinya: "Kami telah memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya. Ibunya mengandung dan melahirkannya dengan susah payah, masa mengandung sampai dengan menyapih, lamanya tiga puluh bulan. Sehingga manakala ia telah sampai dewasa, dan usianya telah mencapai empat puluh tahun, dia berdoa, ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku bagaimana mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu-bapakku. Jadikanlah amal perbuatanku sesuai dengan kerelaanMu, serta karuniakanlah kebaikan berkesinambungan sampai kepada anak cucuku; sesungguhnya aku bertobat kepadaMu dan berserah diri."

Catatan: 

Usia empat puluh tahun, merupakan puncak kematangan yang dicapai seseorang dalam akalnya (disiplin akal). Pada tahap itulah Tuhan mengangkat seseorang menjadi Rasul, kecuali Isa dan Yahya. Bila seseorang setelah mencapai usia empat puluh tahun masih juga tetap berandal, sudah tipis harapan ia menjadi orang baik-baik. Itu berarti dia telah mempersiapkan dirinya untuk menjadi penghuni Neraka.

Kemudian Alquran Surah Fatir ayat 37, menyatakan: "Dan mereka berteriak dalam neraka itu: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari neraka ini! Kami akan berbuat amal kebajikan, bukan seperti yang pernah kami lakukan dahulu. Ketika itu ditempelakkan kepadanya: "Bukankah Kami telah memanjangkan usiamu sampai cukup untuk direnungkan oleh orang yang mau merenungkan. Lagipula Rasul pernah datang kepadamu memberi peringatan dengan hukuman bila kamu menentang perintahNya. Kini rasakanlah siksaan neraka olehmu. Selanjutnya bagi orang zalim, tidak ada yang menolong." 

Dua ayat tersebut, yaitu Al Ahqaf ayat 15 dan Fatir ayat 37 memberikan sinyal (alarm) kepada manusia di usia 40 tahun dan usia 60 tahun. Matang di usia 40 tahun artinya: pertimbangan dan keberanian seseorang seimbang. Sedangkan usia 60 tahun, pertimbangannya lebih tinggi, karena selain di usia 40 tahun dalam proses mencari untuk menemukan kebenaran juga penghayatan tentang kebenaran itu. Dan, Tuhan berfirman dalam Alquran surah Luqman ayat 21 menyatakan:"Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'ikutlah apa yang telah diturunkan oleh Allah,' mereka menjawab: 'Tidak! Kami hanya akan mengikuti apa yang telah kami dapati dari para nenek moyang kami! Apakah mereka akan mengikuti juga sekalipun para nenek moyang mereka itu dibawah terlibat oleh setan ke dalam siksa api neraka?

Kesimpulan ayat 21 ini ialah, apakah mereka tidak mempunyai pandangan pikiran sendiri dengan mana dia dapat mengetahui yang benar dan yang salah? Seseorang harus mencari kebenaran, bukan sebaliknya, kebenaran yang mencari seseorang. Dan pada kesimpulan inilah mengafirmasi bahwa mendahulukan KEWAJIBAN dan HAK dikemudiankan. Sehingga semua orang diawali dari kebiasaan mengawali dan memberi, loyalitas atau berdisiplin dalam akal dan pikiran, suka menolong, serta memiliki sikap saling percaya.

Diantara kesadaran yang diuraikan di atas itu terdapat kesadaran dan kekuatan jiwa (awareness of soul) yakni menciptakan kebahagiaan melalui jiwa atau roh kita. Bagaimana cara mengenal jiwa dan dengan sendirinya mampu menguasai nafatnya, baik yang positif maupun negatif. Karena baik dan buruk dari intuisi, tidak melalui pikiran dan rekayasa. Alat penerimanya adalah hati (rasa). Dari Allah turun ke dalam jiwa manusia berupa intuisi, baik kepada jiwa yang kotor ataupun kepada jiwa yang telah mendapatkan pencerahan (kebersihan). Dari jiwa manusia turun menjadi sebuah perbuatan.

Kesadaran dan kekuatan jiwa inilah yang memotivasi setiap orang untuk berubah. Bahwa hati manusia merupakan kunci pokok yang juga berperan sebagai pintu dan sarana Allah memperkenalkan kesempurnaan diriNya.

"Tidak dapat memuat zatKu bumi dan langitKu, kecuali hati-hati hambaKu yang mukmin lunak dan tenang." (Hadist riwayat Abu Dawud).

Iman tumbuh dan bersemayam di dalam hati. Tapi, di dalam hati pula tumbuhnya kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang lurus. Oleh sebab itu, kondisi bangsa Indonesia saat ini tidak akan bisa berubah melalui kekerasan dan pemaksaan kehendak, tetapi melalui dasar-dasar dakwah dan sikap ajaran Islam itu sendiri terhadap lawan, dan bukan musuh yang saling menghancurkan (kata Anies Baswedan).

Terdapat firman Allah di salam Quran surah An Nahl ayat 125: "Serulah (manusia) kepada jalan TuhanMu dengan hikmah (hikmah ialah perkataan yang tegas dan benar, yang dapat membedakan yang hak dan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantulah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya TuhanMu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk."

Lalu, apa langkah yang bisa kita lakukan, dan bagaimana terapi untuk mengembalikan hati yang sudah terlanjur karam di lumpur nista?

Kita sudah memahami bahwa penyebab utama dari kekisruhan dan fenomena pada pemilu 2024 adalah terjadinya interpretasi dan persepsi tentang ketidakadilan dan ketidakjujuran di dalam proses secara TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Namun sesuai dengan firman Allah yang telah dijelaskan dalam tulisan ini, maka Allah-lah yang mengetahui semuanya. Oleh karena itu, saran penulis adalah sebagai berikut: 

Pertama-tama, semua komponen bangsa mengkonsentrasikan masalah MENGURUS HATI DULU, jangan mempersoalkan yang lain yang sifatnya situasional dan menjustifikasi atau mem-vonis orang bersalah atau tidak benar, karena hati kita sekarang ini sedang 'menderita penyakit kronis'. Kita harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh, dan memasrahkan diri kepada Sang Pembuka Hati. Dialah yang menutup hati kita, membutakan, menulikan, mengunci mati dan tidak memberikan kefahaman atas ayat-ayat Allah yang turun ke dalam hati. 

Mari kita perhatikan kedalam. Kita jenguk hati kita yang sedang berbaring tak berdaya. Di situ terlihat setan dengan leluasa memberikan wejangan dan petunjuk bagaimana berbuat keji dan mungkar yang bertentangan dengan petunjukNya. Di dalam Alquran Surah Ali IMran ayat 104, Ia menuntun pikiran menerawang ke angkasa mengajak Mikraj ke angan-angan panjang dan melupakanNya, baik ketika badang sedang shalat, sedang wudhu, sedang membaca Alquran, ataupun ibadah yang lain. Kita sudah  mencoba menepis ajakan itu, namun kekuatan dan iblis luar biasa. Kita bukan tandingannya untuk melawan dan mengusirnya. ia ghaib dan licik, ia berjalan melalui aliran darah manusia, ia bisa menembus tembok, ruang dan waktu, ia ada dalam pikiran dan bahkan bersemayam di dalam hati manusia. Cukup banyak usaha kita melawannya, namun gagal dan gagal lagi. 

Tetapi, ada yang tidak mati, tidak tidur, dan tidak lalai, yaitu diri sejati yang selalu melihat keadaan hati kita yang sakit. Dialah 'BASHIRAH.' Lihatlah Alquran Surah Al Qiyamah ayat 14 yang artinya adalah "bahkan manusia itu bertindak menjadi saksi atas dirinya sendiri." Maksudnya pendengaran, penglihatan, kaki, tangan, dan semua anggota tubuh manusia akan berbicara banyak mengenai apa-apa yang telah diperbuat oleh manusia itu selama hidupnya dahulu. Jadi, untuk mencari informasi mengenai dirinya tidak memerlukan orang lain di luar tubuhnya sendiri. Sebab, semua anggota tubuhnya akan dijadikan Allah pandai berbicara. Dia (Bashirah) tidak pernah bersekongkol dengan setan, dia yang mengetahui kebohongan hati, kejahatan, dan dia selalu mengikuti fitrah Allah. Dia jujur, tawadhu, khusyu, penuh kasih sayang dan adil. 

Kita harus cepat mendengarkan suara dia yang selalu mengajak ke arah kebajikan. Ia sangat dekat dengan Allah, sangat patuh, penuh iman, ia berbicara menurut kata Allah (ilham), dan kedudukannya sangat tinggi di atas setan dan jin, sehingga mereka tidak menembus untuk menggodanya (Alquran surah As Shafaat ayat 8). Kita bisa merasakannya sekarang. Manakala kita berbohong, ia berkata lirih,"kenapa kamu berbohong?" Ia tidak tidur ketika kita tidur. Ia melihat tatkala kita sedang bermimpi dikejar anjing. Ia melihat ketika Jin menggoda dan setan menyesatkan. Namun hati tidak kuasa mengikuti kata bashirah yang oleh Allah digelari 'RohKu'. Di sini kita mulai mengakui kebenaran Alquran ayat 9-10 di Surah Asy Syams. 

Mari kita perbaiki hati kita dengan cara mendatangi Allah. Kita serahkan permasalahan yang kondisional bangsa ini, kerumitan hati yang selalu ragu-ragu, ketidakmampuan menahan syahwat yang bergolak keras dan segala gonjang-ganjing saat sekarang ini. Mari kita contoh Nabi Yusuf ketika gejolak nafsu sudah menguasai hatinya dan ia tidak kuasa lagi menahan syahwatnya tatkala Zulaiha datang menghampiri untuk mengajak berbuat mesum. Ia cepat berpaling dan menghampiri Allah dan mengadukan keadaan syahwatnya yang terus-menerus mengajak kepada keburukan. Kemudian Allah mendatangkan rahmatNya dan memalingkan hatinya dan akhirnya Nabi Yusufpun terbebas dari perbuatan yang dilaknat Allah SWT. 

Allah sendiri yang akan memalingkan hati dari perbuatan keji dan mungkar sehingga terasa sekali sentuhan Ilahi tatkala mengangkat kotoran hati dengan cara menggantikannya dengan perbuatan baik dan ikhlas. 

Dalam kondisi bangsa kita saat ini, apa mungkin kita masih ragu-ragu, apa mungkin kita bisa mendapatkan arahan dan bimbingan Allah dalam menghadapi kenyataan bangsa? Mari kita hindari prasangka buruk terhadap Allah, kita timbulkan rasa percaya bahwa hanya Allahlah yang mampu memberikan hidayah dan bimbingan serta mencabut permasalahan yang kita hadapi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun