Dahulu ketika masih di bangku SMA kelas tiga, guru agama pernah bertanya, cinta itu ada berapa macam ?, tentu saja hal ini membingungkan bagi anak remaja di usia belum genap duapuluh tahun.
Sejak saat itu saya mendapat bekal tambahan selain naluri, tentang apa itu cinta, dimulai dari cinta nafsu sampai cinta yang tulus murni (silahkan cari sendiri di Google perihal macam-macam cinta), dan di akhir pelajaran, poin penting disampaikan bunyinya kira kira "jatuh cintalah karena pribadinya, jangan kecantikan/ketampanan, jangan juga hartanya".
Waktu terus berjalan, pelajaran sekolah sudah banyak yang lupa, termasuk pemahaman cinta, pacaran, menikah dan punya anak mengalir begitu saja, juga sempat mendengar pengetahuan empiris yang mengatakan, sebuah rumah tangga akan di uji di tahun ke enam sampai tahun ke sepuluh dimulai dari malam pertama saat pernikahan berlangsung, tidak ada literatur ilmiah hanya omongan dari mulut ke mulut, silahkan buktikan sendiri.
Ditengah pandemi covid-19 Â yang mengharuskan saya menjalani work from home (WFH). Hari minggu tanggal 14 Februari 2021 sebagaian masyarakat sibuk dengan tradisi hari kasih sayang (valentine's day), saya cuma bisa tersenyum ingat waktu masih remaja dulu, begitulah tradisi berkelanjutan.
Sekali lagi saya tegaskan, tulisan ini hanyalah, mencoba melihat cinta dari salah satu sudut pandang saja, tidak akan bergerak ke ruang salah atau benar, ada banyak pribadi punya pilihan menjalani cinta, sesuai berkahnya sendiri-sendiri.
Sebagai orang yang memeluk salah satu agama di Indonesia, saya pernah coba pertanyakan ke diri saya sendiri untuk memahami cinta,"Apakah Adam (Nabi Adam) jatuh cinta pada Hawa (Siti Hawa) ?", apapun jawaban yang diberikan, akan menimbulkan pertanyaan baru:"dari mana tahu ?", saya hanya melihat bukti kecil saja, Â yang jatuh cinta itu adalah Hawa, buktinya dia berbagi "buah Quldi" dengan Adam, sekalipun itu mencelakakannya kelak di kemudian hari.
Dari bukti kecil itu saya coba telusuri benang merahnya, terlepas dari mata pelajaran sekolah dulu, saya mencoba untuk definisikan esesnsinya, sederhana saja :"Cinta adalah kerelaan untuk saling berkorban", itu adalah dasar bagi mahluk apa saja dimuka bumi ini, bagi yang mau belajar memahami hakikat cinta yang luas dan berlaku bagi semua, kalau ada yang tidak mau berkorban, berarti cintanya tidak utuh, mungkin seperempat atau separo cinta saja.
Sudah menjadi tradisi, bagi anak yang sudah dewasa, punya pacar, punya penghasilan lalu menikah, akan hidup memisahkan diri dari orang tua dan hidup membangun rumah tangganya sendiri, namun kenyataannya bisa terjadi anomali, masih nebeng di rumah mertua, ada juga yang harus terpisah karena suami/istri menjadi TKI, atau bekerja di kota yang jauh dan hanya bisa pulang tiga, enam, bahkan satu tahun sekali, kejadian ini dikenal dengan istilah Long Distance Relationship (LDR)..
Long Distance Relationship (LDR), ibaratnya adalah ruang ujian bagi kata yang bernama cinta, akan menjadi berat bahkan celaka bagi orang tanpa bekal pemahaman cinta yang cukup, dan bukan masalah bagi yang sudah punya bekal.
Kemajuan teknologi berlomba untuk mengatasi masalah ini, fitur pesan tertulis (chat messenger/SMS) sampai panggilan video (video call) yang sering terganggu akibat jaringan buruk, katakan ke depan bisa punya alat transporter (seperti di film Star Trek), dalam hitungan detik akan tampil virtual tiga dimensi tubuh istri dan anak belumlah cukup untuk buktikan cinta, bahkan orang-orang yang tidak menjalani Long Distance Relationship (LDR), setiap pulang bekerja bertemu anak istri, bercanda, bermain, menyentuh dengan kehangatan, sering juga gagal untuk memberi dan mendapatkan cinta.
Cinta itu lebih dari sekedar sentuhan hangat, sehingga kemajuan teknologi hanya menjadi seperti fatamorgana  yang tidak nyata, seperi pelangi ditengah hujan gerimis, terlihat indah tetapi tidak bisa disentuh,  cinta itu lebih dari sekedar selembar surat nikah.
Dan ketika dipertanyakan "sampai kapan cintamu berakhir ?", rata-rata menjawab "sampai ke liang kubur", diluar sadar atau memang hanya sebatas itu pengetahuannya.Â
Praktek cinta yang dijalani hingga masuk liang kubur adalah album panjang bagi anak keturunannya, dan mereka akan mengedit di sana sini, sesuai dengan perkembangan jaman, dijadikan bekal bagi perjalanan hidupnya sendiri, ini sudah terjadi sejak manusia pertama diciptakan, siklusnya terulang dengan wajah yang sedikit beda, bagi yang punya kemampuan, tetap saja akan tahu yang berada di balik topeng itu namanya adalah cinta.
Cinta itu adalah bagian dari ibadah, begitu jasad dikubur, cinta akan tetap ada dan akan menemukan jalannya sendiri pada generasi berikutnya sampai akhir jaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H