Ingat betapa ceria, berbinar matamu saat pertama ku kenal.
Kau Jatuh cinta padaku, dan menunggu sebuah jawaban,
sebuah senyum samar yang sulit untuk diartikan.
Wajahmu merona penuh tanda tanya.
Kau tahu, ungkapan hati sama sekali tidak bermakna,
masa lalu, bukan guru yang baik bagi kita.
Bukan salahmu.
Aku sangat mengkhawatirkanmu,dan berharap, Â
mudah-mudahan ini hanya main-main saja.
Ngeri melihatmu bercanda dengan bilah pisau tajam bermata dua
tanpa sadar...
Baiklah, jika memaksa atas dasar keyakinan cinta.
Akan kunyalakan pelita untuk terangi jalanmu, Â
lihatlah sayang, yang kau sentuh hanyalah bayang bayang.
Aku sudah berada diseberang jembatan.
Aku sudah tidak bisa kembali,
pijakan kaki telah runtuh tanpa bekas.
Bidadari nan cantik, mulailah melangkah,
di atas titianmu sendiri, bernama cinta.
ikuti saja cahaya kunang kunang, yang akan membimbingmu
 untuk sampai pada relung hatiku.
Namun bila kelak engkau ragu.Â
Akan kukirim sayap merak untuk membawamu kembali,
menjauh dariku.
Derai air mata kepedihan akan hinggap diwajahmu,
aku tahu itu, jangan berkecil hati sayang.
Jalan cinta ini memang terjal, penuh jebakan memilukan,
dari dulu.
Dengarkanlah kata kata terakhirku,
 bila kau sungguh-sungguh cinta padaku.
Segeralah menjauh, kunjungi tempat pengobat hati yang koyak,
namanya... SANG WAKTU
Depok 24 September 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H