Seperti yang telah kita bahas, generasi teknologi ini memandang kehidupan dari sisi yang berbeda dari generasi-generasi sebelumnya. Hal ini membuat mereka sering kali membuat mereka sering kali menghadapi konfilk dengan generasi pendahulu mereka seperti Gen X dan Milenial yang mungkin merasa tidak nyaman dengan kebiasaan dan cara berpikir mereka. Ada beberapa alasan mengapa Gen Z dianggap berbeda, bahkan terkadang tidak disukai oleh orang lain.Â
Yang pertama ialah ketergantungan dengan teknologi. Generasi sebelumnya mengkritik dengan keras pengaruh dan kontribusi teknologi dalam kehidupan Gen Z. Mereka merasa opini generasi ini terlalu bergantung dan mengikuti arus media sosial, dan bukan berdasarkan dunia nyata dan pengalaman. Tidak sedikit yang menganggap Gen Z sebagai keyboard warrior yang hanya berani mengutarakan opini mereka di balik identitas dan wujud asli mereka. Banyak yang berpendapat di masa generasi terdahulu, seorang harus mempertahankan opini dan pendapat mereka, muka dengan muka, dengan risiko mendapat pukulan dari oposisi. Di sisi lain, generasi zoomers dinilai menganggap remeh ucapan dan opini yang mereka utarakan karena konsekuensi minim yang mereka terima dibalik perlindungan layar mereka. Generasi yang tidak mendapat konsekuensi atas ucapan mereka. Generasi yang alergi terhadap kegagalan, karena mereka tidak pernah belajar untuk gagal dan kembali bangkit lagi.Â
Tidak sedikit juga generasi X yang tidak menyukai etos kerja Gen Z. Mereka dinilai sebagai generasi yang ingin segala sesuatu dengan instan, tidak ingin berusaha untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Tidak ingin bertemput di luar zona nyaman mereka. Mereka memilih mencari jalan pintas untuk segala sesuatu, Mereka dinilai terlalu picky terhadap pekerjaan yang ingin mereka lakukan dan memiliki terlalu banyak preferensi atas apa yang ingin mereka kerjakan. Â
Tentunya banyak sekali stigma negatif yang melekat pada Generasi dan teknologi yang lahir bersamaan ini. Namun, apakah stigma dan kritik tersebut dapat dibenarkan? Atau adakah cerita yang lebih besar, potensi yang tak disadari oleh generasi pendahulu dan mungkin generasi ini? Mungkinkah mengutarakan pendapat dari belakang komputer merupakan suatu upaya agar sebuah opini yang akan dibungkam oleh arus tradisional dapat menjangkau banyak orang? Mungkin julukan keyboard warrior bukanlah sesuatu yang negatif, namun sebuah julukan bagi para pejuang yang ingin opini mereka didengar, opini yang jika mereka utarakan di dunia nyata akan mendapat pukulan keras dari orang-orang yang tidak siap untuk mendengar pendapat yang berbeda, pendapat yang menyindir dan ingin merevolusi kebobrokan yang dihidupi oleh masyarakat selama berabad-abad. Dengan bantuan media sosial, suara rakyat paling kecil dapat menggema di telinga penguasa paling elit. Ya, mungkin generasi ini kurang mendapat konsekuensi atas ucapan mereka, namun bukankah itu membuat mereka tidak takut untuk mengutarakan ide dan inovasi mereka? Ketatukan yang sama yang membuat ide revolusioner yang tak tersampaikan dan membusuk di kepala banyak anak-anak generasi sebelumnya. Â Â
Isu berikutnya merupakan etos kerja, di mana Gen Z dinilai tidak bekerja sekeras generasi sebelumnya. Namun apakah ini berarti generasi ini lebih buruk dari generasi sebelumnya, atau malahan lebih baik? Kebanyakan generasi Z dan sebagian dari Millenial mengedepankan Work-Life Balance dibanding gaji yang mereka terima. Menurut Delloite, Gen Z tidak terlalu memprioritaskan gaji dibanding generasi sebelumnya. Mereka lebih mengutamakan pekerjaan yang mereka minati meskipun itu berarti mereka akan mendapat pendapatan yang lebih sedikit dibandingkan pekerjaan yang mereka kurang minati. Berbeda dengan mentalitas generasi pendahulu mereka yang rela melakukan pekerjaan diluar minat mereka demi bayaran yang lebih tinggi agar dapat menafkahi keluarga mereka. Gaya hidup ini membuat mereka mendapat julukan "Live to Work" sedangkan Gen Z lebih mengadopsi prinsip "Work to Live." Gen Z lebih memprioritaskan kebahagian dan kesehatan mental mereka dibanding kekayaan dan tekanan yang besar. Menurut survey UKG, 58% Gen Z lebih memilih waktu cuti yang lebih daripada peningkatan gaji. Tentu mentalitas ini membuat para pemilik perusahaan menjadi kesal dan tidak menyukai generasi baru ini. Namun, bukankah hal ini merupakan bukti bahwa generasi 97 -- 12 merupakan salah satu dari yang pertama yang terbuka matanya kepada kesehatan mental dan kebahagiaan, 2 hal terpenting dalam kehidupan? Mungkinkah generasi ini lebih mengerti esensi dan prioritas dalam kehidupan dibanding generasi-generasi sebelumnya? Generasi Z mendapatkan kebencian atas pola pikir mereka, namun mungkin saja pola pikir ini yang akan mengubah dunia perusahaan menjadi lebih manusiawi dan lebih memprioritaskan karyawan mereka dibanding keuntungan. Â Â
Â
Dunia yang Lebih Baik
Generasi Z, sebuah generasi yang lahir dan tumbuh bergandengan dengan teknologi. Generasi yang mata dan kepalanya dibukakan oleh internet. Generasi yang disatukan dari berbagai belahan dunia melalui media sosial. Sebuah generasi yang memilih jalan hidup yang berbeda dengan arus tradisional. Generasi yang tidak takut untuk mengutarakan pendapat mereka. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H