Pelupuk mata mengeras
Timbunan debu awal mula retakan tanah
Tangis mengukir jalan di pipi putih
Awan kelabu gambaran derita.
Bulir-bulir cahaya melewati kelam
Mengganggu tenang
Reaksi hati meronta tanpa henti
Tanpa daya, ucapan paling ikhlas terlepas.
Tantrum suara detonasi
Kehilangan sebuah persepsi basi
Mandala terpecah belah
Bertebaran seni histeria.
Bagaikan satu tubuh
Salah satu anggota mengadu
Pedih menjalani hari
Tapi aku bisa tidur tanpa terganggu.
Rangsangan nyata menuntun mimpi
Dari jauh terlihat sosok suci
Memalingkan wajah dari aku yang ingin berlabuh.
Apa salahku?
Tangan indah merujuk gersang tanah
Arahan kota yang paling banyak membanjiri doa
Tertunduk lesu, Bibir terdystonia
Apakah aku masih umatmu?.
Yogyakarta,
28 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H