Mohon tunggu...
Muhammad Fadil
Muhammad Fadil Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan

"Membaca meningkatkan pengetahuan, Menulis akan menambah kosa kata baru, dan Perpustakaan adalah lokasi terbaik untuk mendapati keduanya"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Petrikor Senja

23 Oktober 2022   07:00 Diperbarui: 23 Oktober 2022   07:01 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar di ambil dari pixabay.com

Awan nampak gelap seiring badai menghampiri, langkah kaki sehaluan hati menuju hamparan sabana ditumbuhi rumput ekor kucing. Bertangkai licin di tampuk bulu kekuningan dan meliar tertancap pasak akar kuat.

Baju batik berpola bunga raflesia terpakai, celana dasar hitam, sendal jepit sedikit tercekik memberikan bekas huruf V di sela-sela kaki.
Berdiri, pantauan arah tercengang. angin kukuh berkunjung, raga waspada bagai tembok cina berdiri.

Rentang waktu tunggu, khayalan ekspektasi telah tinggi..
tapi tidak kunjung jua, hujan.

Terbuka, sinar surya menyingkapkan tabir dari hangatnya.
Umar salah impresi tentang awan pembawa hujan. 

Ternyata, itu hanya Awan Undulatus Asperatus, walau terlihat gelap, corak badai menggebu, condong air hujan jatuh. Namun itu hanya semu, terkikis pudar dan berangsur-angsur hilang.

Ilustrasi gambar di ambil dari pixabay.com
Ilustrasi gambar di ambil dari pixabay.com
Sedih, tak sesuai ekspektasi. terhampar umar di sabana. memetik rumput ekor kucing.. hangatnya surya hanya sekilas, tanpa geming terpapar.

"Tuhan, aku ingin rahmatMu, menghujani tiap raga yang siap diguyur oleh rasa rindu."

Puitis umar menggoda, ia bagai anak yang ingin sesuatu dari ayahnya, atau menjadi sebuah pemantik rindu terhadap kasih sayang dari ibunya.

Bahkan detak jantung berpacu lebih cepat, akibat rasa yang terkomplikasi menjadi sebuah emosi.

Tik,tik,tik.
Hujan turun di sela matahari memandangi.. Tak percaya, pada iklim yang bermain pada alam.
Umar menyimpulkan bibir, wajah mendongak vertikal seolah mengerti alur dari hujan konveksi..

Ilustrasi gambar diambil dari pixabay.com
Ilustrasi gambar diambil dari pixabay.com
Sekian lama membumi, rumput ekor kucing sudah meneteskan sisa air. Hujan pun berhenti di perhentiannya, seiring arus angin menimbulkan bau khas aroma tanah setelah hujan dan orang menyebutnya petrikor,
aroma yg khas seperti minyak kasturi. menjadikan petrikor punya identitas sendiri.

Petrikor Senja, ungkapan umar terhadap kondisi yang dialami..
Tanpa pikir panjang, ungkapan kata dari seorang seniman melintas tanpa permisi dan memberikan perasaan mendalam baginya.

"Jangan hanya melihat hujan turun, tapi lihat apa yang akan tumbuh".

Makna kata tersebut membuat umar bertanya pada diri sendiri. "Bisakah aku melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda?
"Ah sudahlah, nikmati alam dan mengikuti naskah Tuhan prioritas pertama bagiku" 

Berbalik menuju penantian, umar berjalan menuju kepastian, rumah.
Sesekali kepala berpaling melihat senja, dan tersenyum..


"Alam mengajarkan aku hari ini. Sesuatu yang terlihat buruk belum tentu buruk, dan sesuatu yang terlihat baik belum tentu baik.."


"Dan perbedaan menghasilkan sebuah pandangan. Mungkin, kita bisa mengerti makna dari sebuah proses di balik alur kisah bagi orang yang berpikir."

Pertemuan antara air hujan dan sendal menimbulkan suara berdecit, menemani pulangnya umar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun