Malam berbincang pada masa ngantuk menggodaÂ
Mata malu tertutup di kala tubuh lemah terjatuh. Ranjang tak bisa rangkul penuh diriku.
Suara lagu temani alunan bising jangkrik bertabuh. Lamunan panjang, mata tertuju lukisan gelap tertata
Dua ekor angsa merayu
Menyirat pandu aku menuju tulisan emas. Pesan menyentuh tak kalah binar indah pasangan angsa
"Pulau pandan jauh ditengah, di balik pulau angsa dua."
"Saat ini hari mu yang indah, moga selamat dan bahagia"
Redaksi pantun pada lukisan,
terbaca indah ucapan, terlihat bagus pandangan, dan merdu telinga dengarkan.
Sekian lama nikmati, soal rasa tergantung pada dinding rumah. Latar putih, tertempel dingin bagai salju.
Aku berbincang pada ranjang. Apakah rasa ngantuk juga kamu beri?
Mungkin tidak!! Karena rasa tuhan berikan, bukan kita ciptakan. Dialog monolog malam mulai panjang karena rasa.
Mungkin, kita mampu membeli ranjang empuk, tapi tuhan yang berikan rasa ngantuk. Pikirku.
Mungkin, kita mampu membeli makan, tapi tuhan yang berikan rasa lapar dan kenyang. Pikirku
Mungkin, kita mampu menerima wanita karena suka, tapi tuhan yang berikan rasa cinta. Pikirku.
Lama berdebat pikiran, mata telah pamit pada malam. Tertidur tentang rasa yang belum terjawab oleh kata.
Kepahiang, 14 oktober 2022.
Muhammad Fadil
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H