Setelah sekian lama kabar tentang Jaksa Agung yang ingin menuntaskan kasus dugaan restitusi pajak Mobile 8 menghilang, kini kabar tersebut kembali mencuat dari institusi yang sama. Rupanya, Jaksa Agung benar-benar agresif untuk menuntaskan kasus ini. Hal tersebut disampaikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah yang mengatakan bahwa akan memeriksa CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo saat ditemui wartawan di gedung bundar Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Selasa (23/2/2016). Hanya saja ia tidak mengatakan kapan pastinya bos MNC tersebut akan diperiksa.
Berbicara kasus dugaan restitusi pajak Mobile 8, sudah terlalu banyak pengamat kebijakan hukum serta pakar hukum yang mengatakan bahwa Jaksa Agung tidak sama sekali mempunyai wewenang untuk menyidik dan menyelidiki kasus dugaan restitusi pajak tersebut. Lembaga penegak hukum seperti Jaksa Agung hanya mempunyai wewenang untuk menangani kasus korupsi, sedangkan yang benar-benar punya hak dan wewenang untuk menyidik dan menyelidiki kasus dugaan restitusi pajak Mobile 8 adalah Ditjen Pajak. Sementara, pihak Ditjen pajak sudah final menyatakan bahwa tidak ada masalah sama sekali pada PT Mobile 8 terkait dugaan restitusi tersebut.
Selain rapor merah yang didera jaksa Agung, lembaga penegak hukum ini juga dinilai selalu mencampuradukkan urusan politik dengan kasus yang mereka tangani. Kabar terbaru tentang Kejaksaan Agung yang sangat memalukan yakni takluknya Jaksa Agung saat melawan kuasa hukum Mangasi Situmeang Yusril Ihza Mahendra.
Jika kasus di atas dikaitkan dengan kasus dugaan restitusi pajak PT. Mobile 8, bila Jaksa Agung masih saja agresif dan ngotot untuk mengusut kasus dugaan restitusi pajak Mobile 8, maka akan banyak resiko yang harus diterima oleh Jaksa Agung.
Pertama, Jaksa Agung akan dicap oleh masyarakat bahwa Jaksa Agung merupakan satu-satunya lembaga penegak hukum yang menangani kasus yang bukan wewenangnya. Analogi sederhanya adalah saya tidak pernah melihat seorang TNI menilang para pengguna kendaraan karena melanggar saat berlalu lintas.
Kedua, Jaksa Agung akan dipandang sebagai lembaga penegak hukum yang tebang pilih, tidak professional, yang selalu mendahulukan kepentingan kelompoknya daripada kepentingan penegakan hukum. Kenapa saya berkata demikian? Oke, akan saya jelaskan. Masih ingat kasus penyalahgunaan kredit Bank Mandiri ke PT CGN yang menjerat Surya Paloh? Iya, kasus ini terjadi pada tahun 2005 silam dan jauh terjadi sebelum kasus Mobile 8, banyak orang yang mengritik Jaksa Agung Prasetyo agar kasus ini ditangani, kritikan tersebut bukan hanya dari luar Kejaksaan, akan tetapi dari Internal Kejaksaan sendiri (KOMJAK) juga menantang HM Prasetyo untuk mengusut tuntas kasus yang melibatkan Ketumnya (SP). Tapi Prasetyo seakan tuli ketika masyarakat menantangnya untuk mengusut kasus yang merugikan negara sebesar Rp. 160 Milliyar tersebut. Selain dari kasus tadi, masih banyak kasus-kasus yang merugikan negara bermilliyaran bahkan bertrilliunan rupiah tapi hanya mendapat senyuman dari Prasetyo (BLBI,Yayasan Supersemar, Freeport Papa Minta Saham dll).
Jadi, bila Jaksa Agung masih saja ngotot akan mengusut kasus yang bukan wewenangnya, maka Jaksa Agung akan takluk kembali dengan kekalahan jauh lebih telak daripada kasus pencopotan Mangasi Hutameang dari jabatannya. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H