Mohon tunggu...
abraham raubun
abraham raubun Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli gizi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Olah raga, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kalau Tak Perlu Menggapai Harus Digoreng

11 September 2022   06:41 Diperbarui: 11 September 2022   07:01 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa waktu lalu gonjang-ganjing langkanya minyak goreng sempat mencuat. Hampir setiap saat isi berita yang ditayangkan televisi terkait dengan raibnya minyak goreng di pasaran. 

Belum lagi cuitan-cuitan di media sosial. Sindiran dalam bentuk karya seni suara atau "Tik-Tok" kan yang lagi ngetren marak beredar.

Masyarakat terutama ibu-ibu dilanda panik. Kuatir tidak akan punya persediaan minyak goreng di rumah. Apa boleh buat kegiatan berburu minyak goreng harus dilakukan. 

Rela mengantri berjam-jam dari pagi hingga siang. Sengatan matahari seakan tak dihiraukan meski harapan mendapatkan minyak goreng masih belum tentu kesampaian. Bukan cuma itu bahkan juga ada korban jiwa.

Memang tidak dapat disalahkan. Nampaknya ini berkaitan dengan urusan selera makan. Atau lebih luas lagi pola dan kebiasaan mengolah bahan menjadi menu makanan.

Goreng menggoreng memang mewarnai olahan berbagai bahan makanan. Di tepi-tepi jalan dekat perkantoran atau pertokoan tidak jarang terlihat deretan penjual gorengan. Hingga kadang terlontar istilah "Makanan Generik" sebutan bagi produk-produk gorengan itu.

Disadari atau tidak konsumsi minyak jadi tinggi. Belum lagi penggunaan yang berulang-ulang yang membuat minyak itu menjadi zat karsinogenik pemicu kanker. Padahal anjuran untuk menjaga kesehatan diantaranya adalah salah satunya membatasi asupan lemak termasuk minyak disamping gula dan garam.

Sejatinya olahan bahan makanan dapat saja menggunakan minyak yang dibatasi atau bahkan tanpa menggunakan minyak.  

Ada yang dapat dikukus, direbus,  ditim, dipanggang ataupun seperti sayuran dapat dimakan segar sebagai lalapan. Masakan pun bisa rawon, soto, sayur bening. Kalau pun memakai minyak seperti menumis atau di cah takarannys hanya sedikit. Manfaatnya pun baik untuk menjaga kesehatan badan.

Bahan makanan yang digoreng banyak menyerap minyak. Ini dapat mempercepat proses penimbunan lemak dalam tubuh. Konsumsi lemak yang tinggi energi pada anak-anak menimbulkan berat badan yang berlebih (Obesitas). 

Kasus-kasusnya mulai merangkak naik. Referensi mencatat obesitas pada anak remaja usia 13-15 tahun misalnya,  sebesar 16%. Sedangkan pada remaja usia 16-18 tahun 13.5%. Ini jelas perlu diwaspadai karena akan menjadi beban ganda dalam membangun SDM berkualitas di masa depan. 

Pentakit tidak menular (PTM) seperti darah tinggi, jantung Koroner  dan diabetes mudah datang bertandang.

Ambil contoh makanan yang diolah dengan memanggang. Apa keuntungannya? Pertama jelas tidak perlu minyak. Mengolah bahan makanan yang dipanggang kandungan vitamin dan mineralnya dapat dipertahankan karena tidak mudah rusak. 

Hasil olahan bahan makanan yang diolah dengan cara memanggang, ramah terhadap Kesehatan gigi geligi. Demikian juga dengan bahan makanan yang diolah dengan cara direbus, dipepes, ditim. Masakanpun bisa berupa rawon, soto, sayur bening. Kalau ditumis atau di cah minyak yang digunakan juga hanya sedikit. Jadi lebih hemat.

Cara-cara mengolah makanan seperti dikemukakan di atas meski dari segi Kesehatan bermanfaat, tetapi sangat dipengaruhi oleh selera dan pola makan yang tak lepas dari budaya dan kebiasaan makan suatu masyarakat.

Semuanya tentu berawal dari dalam keluarga. Terutama dimulai dari memperkenalkan makanan pada anak-anak. Apa lagi saat ini lingkungan sangat mempengaruhi pola makan.  

Di zaman dulu, Tim untuk bayi dibuat sendiri. Zaman "now" tinggal beli yang sudah jadi. Apalagi karena kesibukan di era modern ini segalanya seakan berpacu dengan waktu. Tak heran jika makanan-makanan cepat saji dianggap sebagai solusi  tepat dan praktis.

Perubahan pola makan dengan berpatokan pada Pedoman Gizi Seimbang perlu lebih dipacu. Ini jadi tantangan para insan Pegiat Gizi yang tidak mudah. Tetapi bukanlah suatu hal yang mustahil untuk merubah pola makan ke arah yang lebih baik. Ibarat kata bijak alah bisa karena biasa. Masalahnya bukan terletak pada bisa atau tidak, tetapi mau atau tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun