Mohon tunggu...
Abraham Wirotomo
Abraham Wirotomo Mohon Tunggu... Peneliti -

Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden Peneliti Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mudik 2016, Kemacetan Terparah Sepanjang Sejarah: Kotak Hitam dan Kambing Hitam

5 Juli 2016   03:23 Diperbarui: 5 Juli 2016   03:55 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Dear rekan Kompasiana,

Beberapa hari ini ada jutaan orang Indonesia dan mungkin beberapa rekan Kompasiana yang terjebak macet ketika ingin mudik. Menurut Kemenhub (2016), diperkirakan terdapat 26 juta orang yang mudik di tahun 2016. Pemudik dengan kendaraan umum diperkirakan sebanyak 17,99 juta orang. Sementara itu, pemudik dengan mobil pribadi mencapai 2,47 juta orang. 

Salah satu keluhan utama yang muncul dari yang terjebak macet adalah dimana peran pemerintah dalam mempersiapkan jalur mudik. Salah satu orang yang diwawancarai kompas, bahkan menyatakan bahwa kemacetan mudik kali ini adalah kemacetan mudik terparah sepanjang sejarah lebaran (Kompas, 2016). Pada tulisan ini saya ingin mengajak rekan-rekan kompasiana berdiskusi, melihat penyebab dan siapa yang bertanggung jawab serta bagaimana kita menyikapi kemacetan saat mudik ini.

Mencari kotak hitam saya analogikan sebagai fokus mencari penyebab. Sebagaimana ketika ada kecelakaan pesawat, kotak hitam seringkali sangat membantu untuk mengetahui penyebab terjadinya kecelakaan. Mencari kambing hitam saya analogikan sebagai fokus mencari pihak yang bertanggung jawab. Mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab akan sangat membantu untuk menghindari permasalahan kemacetan menjadi semakin parah karena tidak ada yang merasa bertanggung jawab untuk menjadi bagian dari solusi.

Kita mulai dari apa penyebabnya. Secara esensi, terdapat dua penyebab kemacetan ketika mudik. Pertama, pertumbuhan jumlah kendaraan yang digunakan melebihi pertumbuhan sarana transportasi mudik yang digunakan (jalan, pelabuhan, dan bandara). Kedua, keputusan untuk menggunakan sarana transportasi yang sama pada saat yang bersamaan. Yang kedua juga dapat dilihat sebagai berikut: dengan jumlah sarana transportasi yang terbatas, apabila para pengguna dapat menggunakan sarana tersebut secara bergantian maka kemacetan bisa teratasi.

Sekarang kita coba cari kambing hitam. Menurut saya, pihak yang menjadi penyebab kemacetan parah pada saat mudik ada dua: pemerintah dan pengguna sarana. Letak kesalahan pemerintah cukup mudah dilihat, pemerintah adalah pihak yang memiliki tanggung jawab dalam bidang transportasi di Indonesia. 

Menurut UU No 22 Tahun 2009, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah hal yang mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional serta dianggap sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga, sesuai konstitusi (UUD 45), pemerintah memiliki tanggung jawab dalam bidang transportasi di Indonesia. Untuk mendukung tanggung jawab tersebut, pemerintah memiliki kewenangan dalam perencanaan dan pembangunan sarana transportasi. Dengan demikian sudah jelas bahwa pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab atas penyebab pertama.

Namun pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk penyebab kedua. Contohnya, pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk memaksa seseorang yang mau mudik pada H-2 untuk mudik pada H-3. Meskipun tidak tercantum di UUD 45, menurut saya setiap warga negara perlu untuk turut serta dalam pembangunan untuk membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik. Meskipun 17 juta dari 26 juta masyarakat sudah menggunakan transportasi umum untuk mudik, pemerintah tetap tidak memiliki kewenangan untuk menentukan kapan masyarakat ingin menggunakan transportasi publik tersebut. Oleh karena itu, peran pemudik tetap merupakan bagian dari permasalahan macet.

Interaksi antara peran pemerintah dan keinginan masyarakat terkait kemacetan bukanlah hal yang baru dalam sejarah manusia.  Pada zaman Romawi, pemerintah Roma menerima keluhan mengenai kemacetan parah yang selalu terjadi di pintu gerbang dan jalan di beberapa kota. Kaisar pada saat itu akhirnya mengeluarkan kebijakan untuk menetapkan sebagian komoditas hanya boleh di transportasikan setelah matahari terbenan. Beberapa hari setelah kebijakan tersebut, pemerintah Roma menerima keluhan mengenai sebagian warga kota yang terganggu tidurnya akibat brisiknya suara di jalan. Tidak ada yang membantah bahwa pemerintah Romawi adalah pembangun jalan terbaik pada zaman keemasan mereka. Namun permasalahan macet juga tidak dapat mereka selesaikan.

Menurut saya, daripada kita fokus pada kesalahan dari pihak selain diri kita, lebih baik kita fokus pada apa yang bisa diri kita lakukan dalam menghadapi permasalahan ini. Ada empat hal yang menurut saya layak untuk kita perhatikan bersama ketika kita mengeluh mengenai kemacetan pada saat mudik.

Pertama, kita juga tidak boleh melupakan bahwa dibelakang penyebab pertama, semakin banyak jumlah kendaraan, sebenarnya merupakan indikasi dari semakin banyak orang yang mampu untuk menggunakan kendaraan. Perekonomian Indonesia sudah membuat banyak orang semakin sejahtera sehingga semakin banyak orang yang mampu untuk membeli kendaraan pribadi. Adanya diskusi dan debat mengenai kemacetan pada saat mudik sejak lama dan ternyata kemacetan masih terus terjadi, sebenarnya merupakan salah satu indikasi bahwa kita sebenarnya lebih memilih latar belakang dari sumber permasalahan macet ketimbang menerima konsekuensi dari menghilangkan macet. Kita memang masih lebih memilih perekonomian tumbuh, punya kenderaan pribadi, dan mudik pada saat bersamaan meskipun memiliki risiko adanya kemacetan ketika mudik.

Kedua, berdasarkan studi ekonomika keperilakuan (behavioral economics) terkait kemacetan, hal yang sebenarnya membuat orang stres dari kemacetan adalah ekspektasi. Kita cenderung stres bukan karena lama perjalanan mudik, namun kita cenderung stres karena kita memperkirakan lama perjalanan mudik lebih singkat dibandingkan dengan realitanya. Bagi kita yang cukup tua untuk mengingat zaman dimana harga tiket pesawat masih sangat mahal dan memiliki kampung yang sangat jauh. 

Kita bisa mengenang pada masa dimana untuk mudik, kita bisa membutuhkan waktu beberapa hari untuk mencapai kampung halaman. Dan pada saat itu, kita tidak begitu stres karena sudah memperkirakan lama perjalanan untuk pulang kampung memang membutuhkan waktu beberapa hari. Stres kita muncul ketika kita memperkirakan waktu mudik hanya setengah hari namun ternyata menghabiskan waktu hingga 1 atau 2 hari. Disini keterbukaan dan kejujuran pemerintah tentang kesiapan jalur mudik menjadi penting. 

Pemerintah perlu secara terbuka dan jujur untuk menyampaikan kepada masyarakat kondisi jalur mudik serta perkiraan lama perjalanan. Jika memang belum siap dan perjalanan diperkirakan akan berlangung lama bagi para pemudik, maka pemerintah perlu menyampaikannya kepada publik. Sehingga para calon pemudik secara mental sudah siap dengan kondisi dan lama perjalanan mudik.

Ketiga, penggunaan teknologi informasi. Saat ini sudah ada banyak aplikasi yang dapat membantu kita mengenai transportasi, baik itu aplikasi dalam kita menggunakan sarana transportasi maupun dalam kita memesan dan membeli fasilitas transportasi tertentu. Saat ini tidak ada hambatan teknologi yang berarti jika kita ingin memiliki suatu aplikasi dimana kita saling bertukar rencana mudik kita. Sehingga kita bisa saling mengetahui kapan orang lain mudik. Sehingga kita bisa menghindari sumber permasalahan mudik yang pertama. Namun teknologi ini hanya berhasil apabila kita semua turut aktif dalam menggunakan aplikasi tersebut dan secara jujur dan tertib dalam menyampaikan rencana mudik kita.

Keempat, kita perlu menyiapkan harga mudik yang lebih flexible. Ekonom sudah lama menyampaikan salah satu permasalahan dari penggunaan fasilitas publik secara berlebihan adalah karena harga yang dibebankan ke setiap pengguna selalu sama. Disisi lain, hukum ekonomi menyampaikan bahwa nilai suatu komoditas menjadi semakin tinggi ketika jumlah permintaan lebih besar. Ini artinya, harga tol dan tiket menjadi semakin murah pada jam-jam tertentu. 

Juga dengan perkembangan teknologi informasi, sebenarnya tidak ada kendala teknologi apabila pemerintah ingin memperkirakan jam dan hari minat masyarakat untuk mudik paling besar. Dengan perkiraan tersebut, pemerintah bisa menyesuaikan harga tiket dan tol dengan tingkat permintaan. Harga yang lebih flexible akan mendorong masyarakat untuk membagi waktu kapan mereka mudik. Sebagai contoh, untuk suatu jalur tol tertentu, katakan H-2 jam 18 adalah saat dengan jumlah permintaan tertinggi dibandingkan H-2 jam 13. Dengan perkembangan teknologi informasi yang ada, sebenarnya tidak ada kendala teknologi bagi untuk menetapkan harga tol yang lebih tinggi pada H-2 jam 18 dibandingkan harga untuk H-2 jam 13. 

Dengan demikian, secara tidak langsung pasar akan membagi kelompok masyarakat berdasarkan daya beli dan seberapa besar permintaan mereka atas penggunaan fasilitas transportasi tertentu pada saat tertentu. Untuk tetap menjaga rasa keadilan, ekstra harga yang diperoleh digunakan untuk mensubsidi waktu mudik yang memiliki permintaan relatif kecil. Sehingga bagi masyarakat yang kurang mampu tetap memperolah margin benefit dari harga yang lebih rendah.

Untuk penutup, melihat sejarah kemacetan yang selalu terjadi pada saat mudik, kunci dari mengurai permasalahan ini adalah komitmen dari pemerintah dan masyarakat. Dengan perkembangan teknologi yang ada, sebenarnya tidak ada tantangan berarti dalam hal teknologi untuk menyelesaikan permasalahan macet pada saat mudik. Sekarang tinggal kembali ke masing-masing pihak. Apakah kita memang mau dan siap untuk menanggung konsekuensi-konsekuensi jika kita menurunkan kemacetan pada saat mudik.

Selamat menjalani ritual mudik bagi yang menjalaninya.

Nuwun
Abraham Wirotomo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun